KabariNews – Didapuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla, Susi Pudjiastuti menyunggi tugas super berat: mengembalikan kejayaan maritim! Banyak ‘pekerjaan rumah’ yang selama berpuluh tahun terbiarkan menjadi benang kusut. Meski pelik, ikhtiar wajib dilakukan. Susi memulainya dengan tapak yang tegas, yakni memberangus illegal fishing, yang diboncengi oleh beragam kejahatan serius, dari human trafficking hingga penyelundupan.

Sejatinya, Indonesia telah lama berpikiran maju di sektor kelautan. Tilik catatan yang tertuang pada literatur sejarah awal Kemerdekaan. Pemerintah paham benar akan keberadaan geografisnya di mana dua per tiganya merupakan perairan. Laut diyakini berperan penting sebagai tulang punggung perekonomian nasional. “Negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan, kita harus menguasai armada yang seimbang,” demikian pidato Presiden Soekarno di National Maritime Convention pada 1963.

Bahkan sebelumnya, pada 1957, telah dituangkan butir pemikiran tentang perjuangan untuk menjadikan laut bagian paling strategis di Indonesia pada Deklarasi Djuanda oleh Perdana Menteri Djuanda Kartawidjadja. Laut, dinyatakan, bukan pemisah, melainkan pemersatu ribuan pulau di Nusantara. Laut semakin menjadi bagian integral di Indonesia tatkala deklarasi tersebut diterima oleh United Nations Convention on the Law of the Sea (Uniclos) pada 1982.

Kini, Presiden dan Wakil Presiden terpilih—Joko Widodo dan Jusuf Kalla—tersemangati untuk mengembalikan kejayaan laut Indonesia dan bercita-cita menjadikannya sebagai poros maritim dunia. Obsesi yang terlalu muluk? Tidak juga. Pasalnya, Indonesia memiliki pantai terpanjang kedua di dunia. Kekayaan lautnya sangat melimpah. Tinggal merestorasi maritim Indonesia, sehingga potensi sumber daya alam (SDA) kelautan dapat tereksplor untuk menyejahterakan bangsa. Ini yang sebelumnya, menurut pakar maritim, tidak terkelola dengan baik. Seperti apakah fakta yang ada?

TERLALU LAMA MEMUNGGUNGI LAUT

Indonesia memiliki panjang pantai kedua terbesar di dunia, tetapi faktanya, nilai ekspor perikanan kita rendah. Di ASEAN saja, kita berada di peringkat ke-5! Perairan Indonesia juga menjadi daerah pemijahan bagi organisme air dalam melakukan sebagian dari siklus reproduksinya (spawning ground). Sepatutnya, Indonesia bisa bertengger menjadi Negara terbaik di bisnis tuna dunia. Tapi nyatanya? Tidak! Belum lagi 70 persen bahan baku pakan ikan masih impor.

Keadaan ironis ini, mengutip Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan pertama usai dilantik di Gedung DPR/MPR RI, lantaran Indonesia terlalu lama melupakan pentingnya membangun dan memajukan sektor maritim.

“Kita terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera. Kita akan mengembalikan semua,” katanya.

Sangat disayangkan. Didapuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti bekerja, berusaha mewujudkan cita-cita untuk mewujudkan jalesveva jayamahe, di laut kita jaya. Benang kusut di kementerian yang dipimpinnya diurai satu per satu, di antaranya dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait Penghentian Sementera (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia, melalui PERMENKP No. 56/PERMEN-KP/2014.

Juga menerbitkan PERMENKP No. 57/PERMEN-KP/2014 tentang larangan transshipment dan peningkatan disiplin pegawai aparatur sipil negara di lingkungan kementerian terkait pelaksanaan kebijakan moratorium, larangan transshipment dan penggunaan nakhoda dan anak buah kapal (ABK) asing melalui PERMENKP No. 58/PERMEN-KP/2014.

 Pembakaran dan penenggelaman kapal berbendera asing


Pembakaran dan penenggelaman kapal berbendera asing

Di samping itu mengeluarkan kebijakan yang mendorong transparansi data dan informasi, lalu membentuk satuan tugas (satgas) dan tim pokja, meningkatkan kerja sama lintas instansi penegak hukum, serta penguatan dan pengembangan peradilan perikanan. Sesuai perintah Presiden bahwa IUU fishing (illegal, unreported and unregulated fishing) harus diberantas, Susi fokus memerangi pelaku pencurian ikan di perairan Indonesia.

Semua kapal berbendera asing di perairan Indonesia ditangkap, disita pengadilan dan ditenggelamkan. Tanpa pandang bulu.

“Mengapa memerangi illegal fishing? Karena selama bertahun-tahun, kejahatan ini telah merugikan Negara ratusan triliun, bisa 300-500 triliun, per tahun. Bukan small money. It’s a lot of money, uang yang banyak sekali,” ujar Susi Pudjiastuti pada KABARI.

Selain itu, dilanjutkan Susi, illegal fishing digunakan sebagai kendaraan dari berbagai kejahatan serius yang lain, mulai dari human trafficking, perbudakan manusia, sampai penyelundupan barang-barang ilegal, dan terakhir ditemukan penyelundupan narkoba. Illegal fishing telah menjadi musuh dunia, global enemy. Sedemikian seriusnya kejahatan ini, sampai tahun kemarin Presiden Obama membuat Perpres khusus untuk menangani illegal fishing. Sudah saatnya Indonesia menghentikan praktik kejahatan ini,” tandas Susi.

PILIH KEDAULATAN BANGSA

Kapal dilarang menggunakan alat tangkap cantrang

Kapal dilarang menggunakan alat tangkap cantrang

Langkah keras menenggelamkan semua kapal berbendera asing yang melampaui batas teritorial perairan Indonesia tentu tidak populis di mata pihak-pihak yang terusik. Ibu Menteri asal Pangandaran, Jawa Barat ini juga menghadapi reaksi tidak bersahabat.

“Tekanan resmi dari luar negeri tidak ada, karena mereka tahu yang kita lakukan benar. Toh hak kita untuk menjaga kedaulatan bangsa, terutama di teritorial perairan Indonesia. Sebelumnya kami juga telah menemui Duta Besar dari Negara-negara di mana kapal nelayan mereka sering mengambil ikan di Indonesia. Mereka setuju dan menghormati kebijakan kita,” jelas Susi lagi. “Dan ini soal prinsip. Indonesia harus memiliki wibawa sebagai bangsa di mata dunia. Kita juga harus menjaga kekayaan laut sebagai sumber daya alam di perairan Indonesia untuk kesejahteraan anak cucu, generasi penerus bangsa.”

Kebijakan memerangi IUU fishing terus dilakukan secara konsisten, meski masih ada oknum-oknum penyusup yang masuk ke perairan Indonesia. Penegakan hukum tidak bisa ditawar, karena ‘merumah-ikankan’ kapal-kapal ilegal itu secara nyata dirasakan manfaatnya oleh nelayan kecil di Tanah Air. Pasokan ikan tersedia banyak, sehingga mereka bisa memperoleh ikan tanpa perlu memakai bom dan potasium yang sangat tidak ramah lingkungan. Mereka juga tak perlu menebar jaring trawl yang dapat merusak ekosistem dan kehidupan hayati di laut. Diketahui, trawl itu saja dapat merusak terumbu karang, ikan-ikan di dasar air (bottom fish) yang tentu mengganggu regenerasi ikan.

Satu hal utama lainnya yang diperjuangkan Susi adalah meningkatkan kesejahteraan para nelayan kecil. Di samping menindak pengoperasian trawl atau modifikasinya seperti cantrang, dogol dan arad itu, juga sempat dilontarkan gagasan-gagasan yang dapat menyelamatkan periuk nelayan. Suatu ketika sempat dikatakannya, untuk membebaskan nelayan dengan kapal di bawah 10 gross tone (GT) dari pungutan liar, karena subsidi BBM bagi rakyat kecil tak sampai ke tangan mereka.

Masih banyak yang harus dikerjakan, karena itu ia berharap, kelak siapapun yang memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan terus melanjutkan perjuangan yang telah dimulai, dari pemberangusan kapal ilegal. “Ini demi martabat kita sebagai bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” ujar Susi.

INDONESIA JADI POROS MARITIM DUNIA

Masih terkait dengan memperjuangkan kejayaan kelautan dan perikanan Indonesia serta memerangi illegal fishing, akhir Maret lalu Susi Pudjiastuti berkunjung ke Amerika. Agenda kerja di antaranya melihat kerja sama dengan beberapa institusi di Amerika untuk menerapkan teknologi baru berupa satelit pemantauan yang dapat melihat kapal-kapal asing yang mencuri ikan di Indonesia.

Selain itu meminta dukungan dari beberapa foundation yang dapat membantu dalam melakukan penelitian dan program kegiatan yang berkaitan dengan illegal fishing.

Selain memerangi illegal fishing dan pelanggaran di kelautan dan perikanan, masih banyak ‘pekerjaan rumah’ yang harus dikerjakannya. Ia akan terus melangkah, membela kelautan dan perikanan, meski menghadapi tekanan-tekanan dari sana-sini.

Diyakininya, Indonesia sepatutnya bisa berjaya di bidang maritim. Satu hal digarisbawahinya, bahwa Indonesia sama sekali bukan negara yang antiasing, antiinvestor dan antiluar negeri. Indonesia memerlukan investor yang mau menetap dan membangun Indonesia. Bukan yang hanya mengambil sumber daya alam. Dari mana Susi beroleh kekuatan dalam menjalani tugasnya yang penuh tantangan itu?

“Saya dikelilingi orang-orang yang banyak mendukung saya. Putra dan putri saya, cucu dan teman-teman yang begitu suportif. Selain itu, Indonesia adalah Negara yang besar dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia, memiliki banyak sumber daya alam melimpah. Kini saatnya kita harus mengelolanya untuk menyejahterakan bangsa.

Diyakini Susi, bahwa bila semua orang Indonesia berpikir sama, lalu berjuang bersama-sama membangun bidang maritim, maka bukan tidak mungkin Indonesia bisa menjadi poros dunia.

Tidak mudah, memang. Salah satu hal yang dibutuhkan adalah terwujudnya konektivitas dan ketersediaan transportasi antarpulau. Dengan demikian, tidak lagi dikenal istilah ‘Wilayah 3 T’ (terdepan, terpencil dan terbelakang) di Tanah Air kita. Masyarakat hingga ke pelosok akan merasa sebagai satu bangsa. Hal ini sudah diperjuangkan oleh Pak Mochtar Kusumaatmaja, bahwa laut merupakan pemersatu bangsa. Kini tinggal mewujudkan konektivitas tersebut.
“Perasaan sebagai satu bangsa itu harus dibangun dengan keterhubungan. Konektivitas pulau dengan pulau, dan pulau besar dengan kota. Kalau kita belum bisa membangun konektivitas melalui laut, barangkali dengan membangun runway atau jalan tol hingga ke pulau terpencil,” ujar Susi sambil melanjutkan.

“Saya percaya pada filosofi, bahwa 1 km jalan tol (runway) itu akan membawamu ke dunia dan membawa dunia kepadamu. Tetapi 50 km jalan di desa terpencil tidak akan membawamu ke mana-mana. Jadi, runway itu akan mempersatukan semua bangsa dan menumbuhkan rasa satu bangsa.”

Sebelum mengakhiri perbincangan, Susi Pudjiastuti sempat menanggapi tulisan media massa bahwa ia hanya ingin bekerja dua tahun saja sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Saya sempat berpikir, kalau saya bisa selesaikan peraturan-peraturan di bidang kelautan dan perikanan, mungkin cukup dua tahun saja saya bekerja. Juga ada keluarga yang harus saya perhatikan. Tetapi membaca di media, wawancara pengusaha yang tujuannya semata ingin meraup keuntungan, tanpa berpikir panjang, saya pikir saya akan terus bekerja,” tandasnya.

“Saya berharap, siapapun yang duduk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan hendaknya meneruskan ikhtiar yang kami mulai, yakni memerangi illegal fishing dan sebagainya itu demi kedaulatan dan martabat kita sebagai bangsa.” (1003)

Klik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/76374

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

asuransi-Kesehatan

 

 

 

 

kabari store pic 1