Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara, Mahmud MD mengemukakan pendapatnya, setidaknya ada tiga faktor menjadi penyebab kekacauan hukum di Indonesia saat menghadiri Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-4 yang berlangsung di Jember, Jawa Timur, Sabtu (11/11).

Menurut Mahmud, dirinya telah mengidentifikasi setidaknya ada tiga hal yang menjadi penyebab kekacauan hukum di negara kita.

Yang pertama, ketika digugatnya suatu Undang-Undang (UU) sebagai bagian dari hukum, kemungkinan besar disebabkan karena si pembuat UU minim pengalaman dan kurang atau bahkan tidak profesional.

“Jadi itu bisa dibuktikan dengan banyaknya Undang-Undang yang dibuat kemudian diatur lebih lanjut dengan peraturan-peraturan di bawahnya dan mengacu pada pasal-pasal selanjutnya”, tutur Mahmud.

Kemudian kata Mahmud, karena adanya permainan politik seperti tukar-menukar materi dalam pembuatan regulasi. Ketika pembuat regulasi hendak membuat UU ada pihak terkait yang setuju dengan persyaratan tertentu, sehingga terjadi tukar-menukar materi.

“Pernah ada persoalan tentang kesepakatan Undang-Undang yang kemudian kami batalkan di Mahkamah Konstitusi”, ungkap Mahmud.

Selanjutnya yang menjadi pemicu carut-marutnya hukum di Indonesia yakni, adanya tindak pidana suap terkait dalam proses pembuatan UU.

“Disini banyak terjadi jual-beli pasal, mereka tertangkap dan dipenjara” terang Mahmud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini lebih lanjut menjelaskan berdasarkan pengalamannya banyak isi UU yang kemudian dibatalkan karena permasalahan ini. Dan ada 8 orang narapidana yang terbukti melakukan jual-beli pasal yang tertangkap dan dipenjara.

“Tiga hal itu menjadi persoalan yang tidak hanya menjadi urusan Kementerian Hukum dan Ham. Namun, harus banyak pihak yang terkait yang harus turun tangan dalam menyelesaikan persoalan hukum”, pungkas Mahmud.

Saat diminta tanggapannya soal ditetapkannya kembali Setya Novanto, Ketua DPR-RI menjadi tersangka korupsi dalam kasus E-KTP Mahmud MD mengatakan, segeralah dilimpahkan ke Pengadilan agar tidak ada waktu untuk praperadilan.

“Karena itu sudah masuk ke dalam pokok perkara. Bukan prosedur lagi”, tegasnya.

Karena menurutnya, jika satu perkara sudah dilimpahkan ke Pengadilan, maka pra peradilan yang diajukan oleh tersangka akan gugur. KPK juga mempunyai wewenang untuk menangkap tersangka, namun harus memenuhi syarat. Bisa ditangkap jika mengkhawatirkan akan menghilangkan barang bukti atau mengkhawatirkan mengulangi perbuatannya dan dikhawatirkan tidak kooperatif. (Kabari 1003)