Tanggal 8 Maret ditetapkan
sebagai International Day atau tepatnya Hari Perempuan Internasional di
seluruh dunia. Tentunya ini merupakan hari yang sangat berharga dan
juga bermakna bagi seluruh wanita dimana-mana disamping Hari Ibu. Jadi,
mengapa harus ada semacam momen atau pengakuan akan riwayat serta
eksistensi kaum hawa? Bukankah Hari Ibu sudah cukup?

Hari Perempuan Internasional untuk periode 2010 difokuskan terhadap
isu wanita menjadi korban pemindahan atau penggusuran akibat konflik
perang, diskriminasi seksual, kekerasan seksual, serta kemiskinan. Hal
ini ditetapkan oleh International Committee of the Red Cross atau
Komite Internasional Palang Merah.

Isu-isu tersebut telah
mengakibatkan banyaknya wanita—terutama di negara atau daerah yang
sedang dilanda perang atau kemiskinan yang hebat, terisolasi dan
mengalami beban mental, emosional, finansial, serta fisik. Maka dari
itu, Badan Hukum Kemanusiaan Dunia atau International Humanitarian Law
menciptakan undang-undang khusus untuk perlindungan korban-korban
wanita, contohnya wanita hamil atau wanita yang memiliki anak-anak usia
muda.

Bagaimana awal mula hari perempuan internasional dilahirkan, mari
kita simak sejarahnya. Pada dasarnya, hari istimewa ini bermula dengan
perjuangan para wanita yang terjadi di berbagai negara, dalam hal
pertentangan segala macam bentuk penindasan dan pertimpangan hak-hak
yang mereka miliki. Pada tanggal 8 Maret tahun 1857 di kota New York,
para buruh perempuan dari industri tekstil mengadakan sebuah aksi
demonstrasi tuntutan peningkatan upah dan perbaikan kesejahteraan.
Disusul dengan munculnya aksi-aksi serupa di negara-negara benua Eropa.
Akhirnya aksi-aksi demonstrasi tersebut membuahkan konferensi
Internasional yang diadakan di kota Copenhagen pada tahun 1920. Salah
satu hasi konferesi tersebut adalah demi menghormati dan menghargai
pencapaian perempuan dengan mengadakan sebuah hari peringatan perempuan
internasional. Sebelumnya, ada beberapa tanggal lain yang ditunjuk
sebagai hari peremupan international. Hingga akhirnya pada periode awal
Perang Dunia Pertama, berbagai organisasi perempuan di beberapa negara
Eropa melangsukan aksi protes untuk perdamaian yang jatuh pada tanggal
8 Maret 1913. Dari situ disepakati bahwa tanggal 8 Maret sebagai hari
perempuan internasional.

Sebagai perempuan Indonesia, otomatis nama-nama yang langsung
tersirat di otak saya di hari Perempuan Internasional merupakan
tokoh-tokoh atau pejuang wanita Tanah Air. Seperti R.A Kartini yang
namanya masih harum sampai sekarang. Beliau merupakan seorang pejuang
wanita luar biasa yang berjuang melawan seluruh tradisi feodalisme Jawa
kuno dengan mendidik dan membela hak perempuan. Selain itu Dewi
Sartika, sama halnya dengan R.A Kartini, wanita asal kota Bandung ini
berjuang memberantas kebodohan dengan memberi pendidikan kepada
anak-anak yang pada waktu itu tidak mampu bersekolah. Dan siapa tak
kenal pahlawan Nasional dan pejuang perang wanita Aceh Cut Nyak Dien,
perempuan gigih ini berani berperang dalam melawan penjajahan Belanda.
Di era modern, siapa yang tak lupa dengan buruh wanita bernama
Marsinah. Pada tahun 1990an almarhumah memimpin aksi protes kenaikan
gaji terhadap petinggi perusahaan pabrik tempat dimana ia bekerja
sebagai buruh. Sayangnya perjuangan Marsinal diakhiri dengan tragis,
Marsinah dibunuh oleh seorang pelaku yang sampai saat ini belum
tertangkap. Namun, perjuangan Marsinah membela haknya serta para buruh
yang lain, walaupun sudah meninggal menjadikannya seorang pahlawan.

Jika dilihat, sebenarnya banyak tokoh-tokoh wanita Indonesia yang
boleh dibilang perjuangannya atau karyanya memberikan insipirasi serta
aspirasi kepada kaum hawa maupun Nasional. Contohnya Mooryati Soedibyo
dan Martha Tilaar. Kedua pakar kecantikan ini telah dikenal sebagai
pelestari jamu dan obat-obat tradisional untuk kesehatan maupun
kecantikan. Hasilnya adalah merek kosmetik dan jamu Mustika Ratu dan
Sariayu yang meledak sukses di pasaran Indonesia maupun Internasional.
Kesuksesan tersebut menandakan, bahwa mereka juga ahli wirausaha. Di
bidang sosial, tepatnya membela hak asasi wanita, termasuk Ratna
Sarumpaet yang merupakan salah satu advokat di organisasi membela dan
membantu korban penganiayaan terhadap TKW
bernama Solidaritas Perempuan, dan Debra Yatim, seorang wanita salah
satu pengagas Komisi Nasional Perempuan, sebuah prganisasi yang
melindungi korban wanita dan anak-anak akibat kekerasan rumah tangga.
Di bidang pendidikan, ada pejuang wanita bernama Butet Manurung. Wanita
berusia 38 tahun ini selama beberapa tahun belakangan ini berusaha
keras demi mendidik anak-anak suku rimba yang berada di daerah hutan
pedalaman di Jambi. Didalam dunia sastra, tentu saja ada Ayu Utami.
perempuan ini pada tahun 90-an sukses menghebohkan dunia kesastraan
Indonesia dengan mengeluarkan novel berjudul “Saman”yang merupakan
tonggak kesastraan kontemporer, namun otentik dengan bahasa yang sangat
berani dalam menceritakan ranah seksualitas perempuan di Tanah Air.
Sebenarnya banyak sekali tokoh-tokoh atau pejuang wanita yang namanya
belum terdengar atau bahkan karyanya atau perjuangannya belum dikenal
dan diakui. Sayangnya juga, di Indonesia, Hari Perempuan Internasional
belum resmi ditetapkan. Akan tetapi, bukan berarti Anda tidak bisa
merayakannya dengan perempuan-perempuan terdekat di sekitar Anda. (Inna/berbagaisumber)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?34628

Untuk

melihat Berita Amerika / Amerika / Misc. lainnya,
Klik
disini

Klik disini untuk

Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di
bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported

by :