DSCN6954KabariNews – Diantara semua warisan budaya nusantara, topeng Indonesia cukup termasyur, salah satunya topeng Malangan. Topeng asli Malangan merupakan seni pahatan asli yang bercirikan Malang, Jawa Timur dan bertahan sampai sekarang.  Jika di lihat dari segi multidimensi, topeng itu sendiri mempunyai 2 fungsi. Selain sebagai aksesoris interior atau pajangan rumah, topeng dibuat tidak terlepas dari unsur seni tari topeng.

Topeng Malangan sedikit berbeda dengan jenis topeng yang berada di Indonesia, coraknya yang realis dan berkarakter kuat menggambarkan wajah seseorang atau tokoh. Terdapat berbagai ragam jenis topeng Malangan yang menggambarkan wajah jahat, baik, sedih, gurauan, kecantikan, dan ketampanan, bahkan karakter yang sifatnya tidak teratur.

Dalam perkembangannya, topeng Malangan dipengaruhi unsur kreasi sebagai ungkapan kreativitas seni dari para pengrajin topeng, artinya topeng Malangan tidak melulu harus mengikuti pakem seni pahatan topeng. Namun pengrajin topeng Malangan juga tidak meninggalkan pakem seni pahatan topeng asli Malang itu sendiri.

Menurut Maryono, salah seorang pengrajin topeng Malangan, warga Dusun Bendo Kecamatan Pakishaji, Kabupaten Malang, mengatakan, Seni topeng semula dipopulerkan oleh mbah Serun yang kemudian diteruskan oleh mbah Kiman. Pada tahun 1930, putra mbah Kiman atau yang bernama mbah Karimun, mulai membuat topeng Malangan yang di bantu putranya, Pak Taslan.

“Saya selaku generasi ke tiga dari mbah Karimun. Sampai saat ini saya masih membuat topeng Malangan, tapi berdasarkan pesanan saja. Awalnya memang saya membuat topeng sebagai aksesoris saja” kata Maryono.

Maryono atau yang akrab dipanggil Bandol, menceritakan sejarah perjalanan hidupnya sebagai seorang seniman pemahat topeng. Awalnya ia hanya membuat topeng berukurun kecil untuk aksesoris seperti bandol kunci (gantungan kunci). Karena itulah Maryono akrab disapa dengan nama Bandol.

Ia pun bercerita sedikit tentang sejarah seni topeng Malagan. Berdasarkan catatan sejarah, topeng Malangan merupakan kesenian kuno yang berusia ratusan tahun. Sebuah warisan tradisi yang tidak terlepas dari seni pewayangan dan tari topeng. Masyarakat Jawa semenjak zaman kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin Raja Gajayana pada abad 8 Masehi, menganggap seni topeng memiliki nilai religiusitas. Raja Gajayana sendiri mahir memerankan tarian topeng.

Saat itu, topeng Malangan dipengaruhi kuat oleh pola pikir India. Terlihat dalam sastra dan cerita tarian topeng dan wayang topeng yang membawakan cerita-cerita bernafaskan India seperti Mahabarata dan Ramayana. Selain itu, cerita pertapaan, kesaktian, lalu kematian yang kemudian menjadi moksa Bhatara Agung. Saat itu juga Masyarakat Jawa banyak yang menganut agama Hindu Jawa yang orientasinya masih India Murni.

“Pada saat itu kesenian topeng tidak diperuntukkan dalam acara kesenian-kesenian seperti saat ini. Topeng yang terbuat dari batu, pada saat itu dijadikan sarana persembahayangan”, tutur Bandol.

wawancara Kabari dengan Bandol pengerajin Topeng MalanganMelanjutkan cerita sejarah topeng Malangan. Ketika era Raja Airlangga, Kesenian topeng mulai dikenalkan ke dalam tarian topeng. Para penari memanfaatkan topeng untuk mendukung penampilan saat pentas, maklum pada masa itu sangat sulit untuk mendapatkan riasan. Untuk mempermudah, sang penari menggunakan topeng.

Sejenak Bandol menghentikan ceritanya untuk mempersilakan Kabari meminum kopi yang telah disajikan oleh istrinya Ratih yang merupakan seorang Sinden. Dengan suasana santai, Bandol meneruskan ceritanya yang sempat terhenti sejenak.

Menurut cerita Bandol, pada masa Raja Kertanegara yang mempunyai kekuasaan di kerajaan Singosari, wayang topeng digantikan oleh cerita-cerita Panji (kebesaran, red). Kala itu Raja Kertanegara menginginkan tanah Jawa ada di bawah kekuasaannya. Nah, Panji didalamnya mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran satria-satria Jawa, terutama pada masa kerajaan Jenggala dan Kediri.

Cerita Panji di munculkan sebagai identitas kekusaan raja-raja di tanah Jawa, terutama oleh Raja Kertanegara yang dimodifikasi sebagai suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singosari yang mulai berkembang dengan cara membangun komunikasi antara kawula dan gusti atau antara raja dan rakyatnya. Kemudian beralih pada masa agama Islam masuk ke tanah Jawa, hingga sekarang kesenian topeng masih tetap dipakai sebagai sarana komunikasi dan pendidikan budaya. (Yan-Jatim)