Berbicara Bali mungkin akan selalu tentang keindahan dan
keselarasan. Bukan saja alam, tapi juga keindahan rasa, suasana dan
semangatnya. Kali ini, keindahan dan keselarasan juga menjadi nyawa bagi
kegiatan yang memadukan yoga, keindahan tari dan musik bertaraf
internasional yang bernama Bali Spirit Festival.

Tahun ini Bali Spirit Festival memasuki tahun ke 5. Berlangsung dari 8 Maret sampai 1 April 2012 di Purnati Center,
Batuan, Ubud Bali. Lokasi festival ini memenuhi syarat karena memiliki
kolam renang yang besar, 5 ruangan pelatihan dan 3 penginapan. Sebuah
tempat sempurna untuk mengikuti kegiatan workshop dan menikmati tari dengan iringan musik berenergi lembut. 

Batuan terletak sekitar 10 kilometer utara kota Denpasar, tepatnya
sebelum Ubud. Salah satu desa di Gianyar ini, telah lama menjadi salah
satu pusat aliran di seni lukis Bali, yang bernama gaya Batuan. Desa
yang banyak sekali terdapat pelukis ini menampilkan gaya Batuan yang
khas, yaitu lukisan hitam putih disertai bayangan berupa titik-titik di
sekitar lukisan.

Acara ini berlangsung selama 5 hari dan 5 malam dan menawarkan lebih
dari 100 kelas pelatihan, mendatangkan puluhan guru yoga dan tari
internasional serta musisi kelas dunia dan menarik beberapa ratus
pengunjung dari seluruh dunia. Festival yang berlangsung hampir sepekan
itu,masing-masing peserta dikenai harga tiket mulai 1,3 juta hingga 5
juta rupiah, tergantung berapa banyak pelatihan yang diambil.

Kegiatan ini lebih pada perayaan kekayaan budaya, kesucian lingkungan
dan keselarasan segala bangsa. Mereka menampilkan karya para seniman
hebat dunia. Serangkaian konser yang dihadirkan meliputi musik
tradisional Afrika, Indonesia, Australia serta musik modern dari seluruh
dunia dan bertujuan membangkitkan semangat dan membawa perubahan
positif bagi peserta.

Semangat kearifan lokal yang dibawa dalam festival adalah Tri Hita Karana yang artinya selaras dengan Tuhan, selaras dengan masyarakat, dan selaras dengan alam.

Penyelenggaraan festival ini berawal dari kebutuhan bagi pikiran dan
hati yang jernih, jiwa yang sehat, serta perasaan yang nyaman yang
ditemukan di Bali. Terlebih bila dilakukan sembari melakukan yoga,
menikmati musik dan tari. Itu yang menjadi inspirasi bagi I Made
Gunarta, Meghan Pappenheim, dan Robert Weber untuk menyelenggarakan Bali Spirit Festival untuk pertama kali pada tahun 2008. Ketiga nama itu akhirnya dikenal sebagai pendiri utama dan penyokong bagi kegiatan ini.

Festival ini dimaksudkan untuk mendorong perubahan yang positif di
tingkat pribadi peserta dan juga kelompok yang ikut serta dalam berbagai
program. Seperti diketahui bersama, banyak pihak telah melakukan wisata
spiritual di Bali. Banyak tempat di pulau dewata ini yang menyediakan
tempat dan pengajaran untuk yoga dan meditasi, semisal Ashram di
Denpasar dan Karangasem.

Beberapa tokoh tampil di festival ini adalah tokoh yang sudah terkenal di bidangnya, seperti Danny Paradise (Ashtanga Yoga dan Shamanism_- Amerika Serikat), Vinn Marti (Soul Motion Dance-AS_), Mark Whitwell (Heart of Yoga – Selandia Baru) dan Carlos Pomeda (Meditation & Tantra Yoga), Simon Low (Inggris). Sementara untuk penari ada, Angel dan Mat (Australia), serta Maya (Rusia).

Musisi tanah air Saung Angklung Udjo juga turut serta bersama musisi
Luminaries (AS), dan Rocky Dawuni dari Ghana. Sementara pakar meditasi
yang ikut di antaranya Ellen Watson (AS), Insiya Rasiwala (Kanada), dan
Satya Berger (Australia).

Festival tahunan telah berlangsung meriah. Angklung Indonesia telah
menyita banyak perhatian penonton. Tak hanya karena dimainkan secara
tunggal, tapi ketika dipadupadankan dengan musik modern. Sekali lagi,
lokasi penyelenggaraan sangat mendukung untuk pelaksanaan kegiatan ini.

Masing-masing peserta diperbolehkan mengambil kelas sesuai keinginan,
baik yoga, tari, maupun musik. Mereka juga dimanjakan dengan fasilitas
berupa lima paviliun workshop, panggung megah bertaraf
internasional, kolam renang, serta bentangan pemandangan sungai dan
sawah di udara terbuka. Pada pagi hari peserta mendapatkan materi yoga
yang bervariasi, siang hari belajar musik dan tari, kemudian malam hari
jadwal untuk menonton pertunjukan musiknya. 

“Di lokasi yang sama, peserta juga menikmati Dharma Fair, yakni
sebuah pasar yang lengkap menyediakan makanan, minuman, produk gaya
hidup sehat holistik, serta layanan konsultasi penyembuhan dan spa,” ujar Meghan.

“Peserta festival yang terdiri dari wisatawan asing, warga Indonesia,
dan kelompok di sekitar Ubud yang menyatu dalam berbagai kegiatan
festival. Kami melihat dari tahun ke tahun, peserta pulang membawa rasa
puas dan sejahtera yang penuh inspirasi,” demikian Made Gunarta.
Pendapatan festival ini sebagian disumbangkan untuk pekerjaan sosial
seperti di bidang penanggulangan HIV/AIDS
dan juga untuk klinik Bumi Sehat milik Robin Liem. Budidaya tanaman
bambu yang mulai langka di Bali juga mendapat sumbangan dari kegiatan
ini yang disalurkan lewat Bamboo Foundation.

Salah seorang peserta dari Jakarta yang berlibur khusus untuk acara
ini mengungkapkan, bahwa festival ini memang ideal untuk menemukan jati
diri, hiburan dan persahabatan. “Saya selalu menemukan keindahan rasa
setiap usai mengikuti festival,” katanya. Menurutnya, itu adalah bekal
energi baik untuk selalu menyelaraskan sibuknya dunia kerja dan
kebeningan jiwa yang harus di hadapi di kota besar.(1002)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?38038

Untuk melihat artikel Seni lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :