KabariNews – Pemerintah Indonesia terus memacu pembangunan di segala lini yang menjadi skala prioritas agar pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Salah satunya adalah dengan pemerataan pembangunan untuk mempersempit ketimpangan-ketimpangan yang selama ini terjadi.

Pembangunan di Indonesia yang pada disektor tertentu cepat sekali perkembangan dan pertumbuhannya, namun disisi lain ada sektor di wilayah lain lamban dalam perkembangan dan pertumbuhannya.

“Ibaratnya Indonesia memiliki dua kaki. Yang satu bisa berlari, namun yang satu lumpuh tidak dioptimalkan. Sehingga tidak berjalan cepat dan seimbang”, Kata Prof. Dr. Ahmad Erani Yustika, Direktur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), saat ditemui Kabari disela-sela acara BUMN Hadir di Kampus di Universitas Brawijaya Malang, Sabtu (28/10).

Prof, Erani, sapaan akrabnya kemudian memberikan penjelasan, membangun Indonesia dari pinggiran, konteksnya itu adalah mempekuat atau memperkokoh kaki-kaki republik ini agar bisa berjalan layaknya negara-negara yang normal. Maka kemudian serangkaian program dikerjakan pemerintah dan hasilnya selama tiga tahun ini sudah mulai nampak.

Contohnya kata Erani, neraca perdagangan Indonesia yang pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014, masuk dalam zona defisit. Namun mulai tahun 2015 hinga saat ini, Indonesia mengalami perubahan dalam necara perdagangannya pada zona surpplus. “Jadi kita lama menjadi negara yang  memperoleh defisit perdagangan”, ungkap Erani.

Kemudian inflasi, inflasi selama ini dianggap sebagai monster ekonomi. Karena tanpa disadari, inflasi menggerus daya beli masyarakat. Inflasi kalau sudah diatas 5 pesen, apa lagi sampai dengan 10 persen, sangat berbahaya karena akan menggerogoti ekonomi masyarakat. Sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 ini, belum pernah inflasi di Indonesia belum pernah melampaui 4 persen dalam setahun. “Ini sejarah dalam kasus di Indonesia. Sekarang inflasi 2,57 persen. Tahun lalu 3,29 persen. Ini tidak mudah”, tutur Erani.

Selanjutnya Guru Besar Universitas Brawijaya Malang ini mengatakan, salah satu keberhasilnnya dengan mempercepat perbaikan rantai logistik khususnya di sektor infrastruktur dan hal itu bisa menekan harga-harga khususnya diwilayah kepulauan. Kemudian dengan adanya satu harga minyak yang diberlakukan diberbagai wilayah di Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2015 masuk kepada fase kenaikan kembali, setelah dibeberapa tahun sebelumnya mengalami kutukan pertumbuhan ekonomi makin turun dan kemudian mulai naik kembali, meskipun memang sangat tipis ketika ekonomi dunia ridak menentu.

“Saya kira itu bagian yang tidak mudah untuk di raih dan kita termasuk negara yang mampu memperoleh impresi pembangunan ekonomi semacam itu”, jelasnya.

Lanjut Erani, Gili Rasio atau angka ketimpangan merupakan perkara yang tidak mudah. Di tahun 2014 Gili Rasio Indonesia mencapai 0,35, kemudian tiap tahunnya semakin naik hingga tahun 2014 mencapai puncaknya diangka 0.42. Selama 10 tahun ada kenaikan yang konsisten. Tidak mudah untuk membalik arah ketimpangan itu. Karena sedemian banyaknya masalah.

Akan tetapi kemudian dengan aneka upaya, afirmasi kebijakan untuk mendorong agar pembangunan lebih pasti di watak keadilan lebih tampak dirasakan, maka sedikit-demi sedikit bisa berlalu.

Mneurutnya, selain infrasturktur, selama ini program pemerintah yang memiliki andil yang cukup besar di bidangnya, adalah Reformasi Agraia, Distribusi Lahan untuk emmperbaiki aset warga miskin, petani-petani tuna lahan atau petani yang memiliki lahan sedikit.

Yang kedua adalah, kehutanan sosial, ini memberikan akses kepada warga sekitar hutan untuk bisa memanfaatkan sumber daya yang ada di hutan. Selanjutnya, adalah Dana Desa dan masih banyak lagi program-program lain, seperti program untuk membuka akses terhadap modal, berusaha serta investasi.

Saat ini, Gili Rasio sudah turun menjadi 0,39 sudah berada didalam  zona 0,4 dan target di tahun 2019 adalah 0,36. Itu sudah kembali seperti di tahun 2004 dan 2005.

“Jadi kita lipat untuk membuat kembali ekonomi Indonesia wajahnya tampak manusiawi. Itu kurang lebih dua tahun lagi, kita akan bisa selesaikan”, kata Erani lagi.

Sekarang Kementerian PDTT mengawal pembangunan dan pemberdayaan dengan Dana Desa. Di dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 yang menyatakan bahwa desa nantinya pada tahun 2015 akan mendapatkan kucuran dana sebesar 10% dari APEN. Dimana kucuran dana tersebut tidak akan lewati perantara dan dana tersebut akan langsung ke desa. Namun, besarnay kucuran dana tidak sama tergantung dari geografis desa, jumlah penduduk, dan angka kematian.

Di Indonesia saat ini ada 74.910 desa. Pada tahun 2015 Kementerian PDTT membuat indek desa dan hasilnya tercatat 64 persen desa di Indonesia statusnya sangat tertinggal dan tertinggal. Disitu ada kaum perempuan dan masih ada 314 ibu yang meninggal saat melahirkan dari status tempo kelahiran. “Ini sebuah tragedi yang luar biasa”, Tegas Erani.

Kalau kita hanya membaca itu sebagai sekedar angka dan tidak merasakan getirnya tragedi itu, kita akan kehilangan momen penting dalam berkehidupan berbangsa.

Dsisi lain kata Erani, dialam kemedekaan ini, masih ada 20 juta rumah tangga di desa yang tidak memiliki jamban. Jamban saja tidak tidak memiliki, apa lagi dengan akses air bersih. “Ini menjadi sumber penyakit dengan jamban tradisional yang mengakibatkan angka kematian”, ungkap Erani.

Oleh karena itu, dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 berbicara masalah politik desa, yakni politik kedaulatan desa. Karena desa sekarang mempunyai kewenagan untuk merumuskan kedepannya sendiri.  Termasuk pembangunan secara fisik maupun sumber daya manusianya.

Tapi pembangunan itu berkaitan dengan ekspansi kapabilitas manusia. Pembangunan juga harus bisa merawat sistim nilai kekayaan dan pengetahuan desa dan pembangunan harus bisa memastikan agar sumber daya desa menjadi berkah bagi penduduknya.

“Desa saat ini surpplus sumber daya ekonominya, tapi defisit penguasaan atas sumber daya ekonomi itu. Semua tahu itu”, tutur Erani kembali.

Menurutnya, jika kita memilih diam, maka itu akan abadi dan akan tergerus untuk membuat desa itu lebih baik lagi.

Kemudian politik lain dari Undang-Undang Desa adalah politk literasi desa. Dalam hal ini, tidak hanya dibutuhkan kecedasan, kerja keras atas akses, tapi juga dana yang tidak sedikit. Ribuan warga Indonesia yang mempunyai kecerdasan namun tidak memiliki akses karena masalah-masalah informasi dan dana. Itu dirasakan oleh saudara kita yang berada di desa.

Saatnya kita membalas keberkahan dari negara ini untuk kita berikan kepada saudara-saudara kita yang ada di desa. Itu yang harus kita berikan.

Untuk itu, Erani berharap, kita harus bisa melampaui kepentingan dan kebutuhan kita sendiri. Dan Mahasiswa sebagai kaum cendikiawan untuk lebih mengerti terhadap lingkungan sekitarnya, tidak hanya berkecimpung di lingkungan kampus agar kehidupan dimasa yang akan datang lebih bermartabat. (Kabari 1003, foto 1003)

Save