Komisi Ombudsman RI memberikan waktu sebulan kepada pemerintah dan DPR untuk segera menyelesaikan permasalahan GKI Yasmin yang tak kunjung selesai. Waktu enam bulan yang dijanjikan Mendagri Gamawan Fauzi, dirasa terlalu lama.

Jika dalam waktu sebulan, belum ada kemajuan berarti, Ombudsman meminta kepada DPR untuk kembali memanggil seluruh pihak terkait. “DPR harus punya inisiatif,” kata anggota Komisi Ombudsman, Ibnu Tricahyo.

Ibnu juga menyarankan, dalam waktu sebulan ini, pemerintah harus secara gamblang menjelaskan kepada publik apa yang sebenarnya terjadi pada kasus GKI Yasmin. Pemerintah harus membuka semua informasi mengenai kasus ini. “Karena sebenarnya menurut saya ada yang tidak terbuka dalam kasus ini. Masalah perizinan dan sengketa itu sendiri adalah dua hal yang berbeda,” papar Ibnu.

Rapat Gabungan tanpa ada kejelasan Sikap

Rapat antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Pemerintah soal GKI Yasmin Bogor, Jawa Barat pada Rabu (8/2) berakhir tanpa kejelasan sikap. Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung itu, hanya berkesimpulan dan meminta Pemerintah Pusat dan Daerah segera menyelesaikan permasalahan GKI Yasmin.

Awalnya, kesimpulan itu memuat ketentuan lebih jelas. DPR mencantumkan penyelesaian kasus GKI Yasmin harus berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 127/PK/TUN/2009, yang menolak gugatan Pemkot Bogor atas surat ijin membangun (IMB) gereja tersebut. Namun, klausul yang menyertakan putusan MA itu langsung diprotes oleh politisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Ketua Fraksi PPP, Hazrul Azwar, menyatakan kalau putusan MA disebutkan di kesimpulan, seharusnya dibarengi dengan putusan PN Bogor soal dugaan pemalsuan syarat keluarnya IMB gereja GKI Yasmin.

Akhirnya, Pramono Anung, sebagai pimpinan sidang menyetop perdebatan. Dia meminta rapat mendengarkan sikap pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Di muka rapat, Gamawan menjelaskan, Pemerintah Pusat dan Pemkot Bogor sebenarnya menghormati putusan MA.

Menurut dia, Pemkot Bogor sudah melaksanakan putusan MA tersebut dengan cara mencabut SK tentang pencabutan IMB GKI Yasmin. Namun, Wali Kota Bogor langsung justru bertingkah lain, dengan mengeluarkan surat keputusan baru tentang pencabutan IMB GKI Yasmin.

Atas masalah itu, kata Gamawan, MA akhirnya mengeluarkan fatwa bahwa GKI Yasmin harus mengajukan gugatan hukum baru bila keberatan dengan SK terbaru Wali Kota Bogor itu.

“Di situlah pemerintah dan GKI sekarang posisinya. Pemerintah sendiri memilih untuk dirundingkan saja, dan kami siap memfasilitasi. Inilah yang kita harapkan,” kata Gamawan.
Dia melanjutkan bahwa pihaknya diberi kesempatan memfasilitasi perundingan GKI Yasmin dan Pemkot Bogor demi mendapatkan solusi dan titik temu.

“Kami sangat berharap bila Pemerintah pusat diberi kesempatan memfasilitasi. Kami ingin tahu siapa yang mewakili GKI Yasmin, supaya bisa intensif berbicara,” kata Gamawan.

Pernyataan Gamawan akhirnya dimaknai oleh mayoritas anggota dewan dan Pimpinan sidang untuk sekaligus menghapus klausul putusan MA atau mempertahankannya dengan catatan memasukkan soal putusan PN Bogor.

Pramono Anung lalu menawarkan apakah kedua putusan dicantumkan, atau dihapuskan sekalian, dan dijawab oleh peserta sidang untuk menghapusnya. “Kalau disetujui dihapus, maka dihapus,” tutur Pramono, sembari selanjutnya menutup sidang itu.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37862

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :