KabariNews – Rumah yang berada di belakang Holland Bakery Kampung Melayu, pada siang itu terlihat ramai. Nampak di ruang tamu, beberapa anak muda dengan kepulan asap rokok sedang asik bercengkrama ditemani sepiring cemilan gorengan hangat. Sekilas memang tidak ada yang aneh diantara mereka. Sampai selintingan kata terlontar dari salah seorang pemuda yang mengatakan bahwa dirinya pernah berlari-lari di tengah malam di kawasan Jatinegara seperti orang gila. Tak hanya lari-lari saja bahkan di saat orang lain sedang terlelap dalam mimpinya, dia malah  basah-basahan dengan sabun dan piring alih-alih seperti orang  mencuci. Janggal? Ya karena dia mengidap mood disorder.

Orang dengan gangguan mood  atau mood disorder mengalami gangguan mood yang luar biasa parah atau berlangsung lama dan mengganggu kemampuan untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara normal. “ Kalau lagi mood yang tinggi dia rajin, tapi kalau mood nya turun dia bisa down banget” kata Bagus Utomo (Pendiri Komunitas Peduli Skizrofenia Indonesia) kepada kabarinews beberapa waktu yang lalu. “Nah, salah satu kegiatan komunitas ini sharing-sharing seperti ini disini, sangat membantu karena kita semua dapat belajar dengan teman-teman lainnya yang  menderita skizrofenia, mood disorder atau lainnya”

SAM_2907

Kelompok sharing Komunitas Peduli Skizofrenia

Bagus bisa dibilang kenyang dengan para penderita gangguan syaraf, terutama skizrofenia. Bagus teringat dulu kakaknya sering teriak-teriak sampai pagi. Hampir sepuluh tahun dia mengalaminya.  Tak bisa dibayangkan derita setiap harinya,  Bagus merasa stres lantaran kakaknya ngamuk teriak-teriak. Pergi  entah kemana, pulang baru beberapa hari. Bawa motor berangkatnya, pulang jalan kaki tidak tahu motornya diletakkan dimana.  “Tidak mudah mendampingi orang dengan Skizrofenia karena dibutuhkan kesabaran yang tinggi” tutur Bagus.

Berbagai cara pengobatan ditempuh oleh keluarga Bagus, dari pengobatan alternatif yang tidak ada hasilnya sampai pergi ke dokter.  Perlahan, Bagus mulai menekuni pengobatan medis dan kakaknya berangsur normal. Dari pengalaman inilah yang ingin Bagus  bagikan dengan keluarga lainnya, yang salah satu keluarganya menderita skizrofenia. Walaupun  latar belakang Bagus tidak berasal dari bidang kesehatan jiwa, tetapi melalui komunitas ini, Bagus ingin membantu dengan membagi pengalaman dengan yang lainnya.

Komunitas skizrofenia berdiri saat Bagus membuat grup  yahoo di tahun 2001. Saat itu banyak orang masih sangat minim dengan pengetahuan skizrofenia, dan  masih lupa, bahkan sampai sekarang sangat sedikit yang terbuka  soal pengalaman skizrofenia-nya. Seiring jalannya waktu, di tahun 2009 Bagus membuat Facebook Grup. Nah, dari sini  banyak orang mulai terbuka. “Perkembangannya sangat pesat, dengan melihat profile orang lain yang menderita skizrofenia timbullah perasaaan untuk terbuka dan mereka merasa tidak perlu menyembunyikan penyakitnya” kata Bagus.

Kegiatan komunitas ini yang utama adalah membangun kelompok pendukung sehingga ada kegiatan sharing setiap dua kali seminggu dengan sesama penderita skizrofenia. Dan hari sabtu ada sharing untuk keluarga kegiatan sharing diharapkan akan menimbulkan rasa empati dengan penderitaan yang dialami oleh anggota keluarganya. Dan si penderita skizrofenia juga berempati dengan orang yang merawatnya.

Penderita Skizrofenia itu Bukan Orang Gila

Skizrofenia, menurut Bagus, berdasarkan atas hipotesis terakhir yang dia baca adalah gangguan ketidakseimbangan kimia di otak  dengan kadar dopamine yang berlebihan sehingga orang tersebut mengalami halusinasi atau delusi. Orang dengan skizrofenia berbeda dengan yang lainnya,  kalau dulu masyarakat bingung sebab minimnya pengetahuan lantas berpikir skizrofenia  merupakan fenomena karena disantet, karena gagal belajar ilmu gaib, kerasukan jin atau yang lainnya yang tidak berkaitan dengan medis.

“Sekarang kebanyakan masyarakat  juga masih berpikirnya diluar medis, faktor spiritual saja yang dipikirkan. Padahal saat kami berproses untuk menyembuhkan penderita skizrofenia, tidak hanya dibutuhkan spiritual saja melainkan juga harus ditunjang dari segi medis seperti obat-obatan, edukasi keluarga, pasien juga harus kita edukasi untuk mengenali gejala dan membangun teknik untuk mengelolanya” kata pria yang pernah diberikan anugerah Dr. Guislain Award dari Museum Dr. Guislain dan Janssen Research & Development, LLC tahun 2012 ini.

10418969_10203329169012095_4088692425279276549_n

Bagus Utomo sedang memberikan penyuluhan kesehatan

Bagus menambahkan Indikasi awal skizrofenia  adalah delusi dan halusinasi, halusinasi biaasanya adalah rangsangan pada panca indera namun tidak ada sumbernya. Halusinasi pendengaran, seperti mendengar suara yang tidak jelas sumbernya darimana. Suara orang itu dirasa sangat asli namun susah membedakan suara itu asli atau tidak. Halusinasi visual, merasa ada binantang yang melata di tubuhnya padahal tidak ada. Sementara delusi atau waham adalah keyakinan yang salah namun tidak bisa dikoreksi dengan fakta yang terang benderang sekalipun. Umumnya masyarakat, waham itu merasa dirinya seperti nabi, seperti mendapat wahyu, titisan ratu adil, atau yang lainnya.

Hidup dengan gangguan seperti ini sangat tidak nyaman bahkan menyiksa. Bagus bercerita, terkadang ada juga penderita yang mendengar suara adzan di mesjid, seperti suara tentang kejelekan dirinya yang diumumkan ke publik. “Jadi privasinya hilang, terancam dan Ini yang perlu diketahui, rasanya menyiksa seperti itu harus kita tumbuhkan empati dan kepedulian terhadap mereka. “ kata dia.

Dari beberapa temannya yang menderita skizrofenia, gangguan itu datangnya bisa setiap detik dan tidak bisa dikendalikan. Jika tanpa pengobatan, penderita tidak memiliki kontrol terhadap gejala-gejala. Selain obat biasanya kalau akut, Bagus menyarankan terapi pengobatan sambil belajar menggunakan teknik lainnya seperti mengalihkan, misalnya saat mendengarkan suara  alihkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan misalnya mendengarkan musik.  Bagi pasien tertentu ini dapat berguna, atau  dengan cara memaki agar gangguannya menjauh.

Skizrofenia  tidak memandang strata sosial hanya saja kalau dari yang strata yang bawah biasanya lebih mau berobat, tetapi kalau keluarga mampu malah dianggapnya aib dan berjarak dengan masyarakat lainnya. Penyebab skizrofenia sendiri sifatnya  multifaktor, misalnya faktor biologi seperti genetik, psikologis, sosiokultural, dan spritual. Skizrofenia biasanya menyerang orang yang berusia remaja akhir yang mau memasuki dewasa awal.

Skizrofenia Dapat disembuhkan

Namun pulihnya seseorang yang didiagnosa skizrofenia sangat dimungkinkan.  Bagus bilang, mereka bisa sembuh jika penyakitnya dideteksi sedini mungkin,  adanya pengobatan medis, dukungan keluarga, ada edukasi agar dia bisa menerima kondisinya dengan ikhlas, dan membangun teknik mengelola terhadap gangguannya. Namun jika penanganannya lambat, pada pasien tertentu harus minum obat selama yang dibutuhkan.

Skizrofenia ini tidak mempengaruhi kecerdasan atau intelegensia, justru pengobatan mengakibatkan pasien dapat membaik. Pun dengan fungsi sosial dan fungsi berpikirnya dapat kembali baik. Kecerdasannya dapat dipakai buat bekerja, dibandingkan jika mereka hanya berkutat terus dengan gejala halusinasi. Oleh karena itu, Bagus terus mencoba mendorong penderita Skizrofenia untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.

Tentu, apa yang dilakukannya dalam memberikan pemahaman skizrofenia terbilang berat. Pasalnya,  skizrofenia selalu dihubungkan sebagai orang gila dan stigma inilah yang ingin dihapusnya.  Tantangan yang terkadang menghadang adalah isu tentang kesehatan jiwa belum dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Respon yang sering didapatkannya adalah angapan buat apa mengurus orang gila sedangkan orang waras saja banyak terlantar. Banyak komentar seperti itu diperolehnya, sehingga Bagus melalui komunitasnya harus mempopulerkan terlebih dahulu apa istilahnya skizrofenia, gejala-gejalanya, dan sebagainya kemudian  menunjukkan ada harapan untuk pemulihan.

“Kita sudah membicarakan ke berbagai pihak agar mau mempromosikan. Bahkan jika kita sudah memaparkan pentingnya kesehatan jiwa belum tentu mereka memprioritaskan untuk investasi di bidang kesehatan ini. Kami selalu kalah dengan prioritas penyakit fisik. Namun karena penggerak komunitas ini sifatnya swadaya,  tak jadi soal  karena kita terus mengedukasi masyarakat” katanya.

Dan Bagus berharap stigma atau pandangan terhadap Skizrofenia dapat dihapuskan agar masyarakat tidak malu untuk berkonsultasi, masyarakat lebih peduli, toleransi, dan kemudian Bagus sangat berharap kelompok pendukung bisa ada di seluruh propinsi di Indonesia dan Indonesia menjadi negara yang ramah terhadap orang dengan gangguan Skizrofenia. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/74954

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

asuransi-Kesehatan

 

 

 

 

kabari store pic 1