KabariNews –Diaspora Indonesia merupakan harta karun dan komunitas yang berpotensi besar untuk memajukan perekonomian negara Indonesia. Jumlah diaspora yang terpencar di berbagai negara sendiri sampai sekarang belum diketahui berapa banyak persisnya. Namun Dino Patti Djalal (Mantan Dubes RI untuk AS) mengatakan  walaupun jauh dari tanah kelahirannya,  mereka para diaspora yang tinggal di luar negeri rasa ke-indonesian masih begitu kental.

Diaspora ini, sambung Dino, merupakan komunitas besar di dunia yang harus diperhatikan. Beda dengan orang Korea, jika orang Korea pindah ke Amerika Serikat. Mereka menanggalkan identitas Korea-nya dan lebih memilih menjadi warga negara Amerika. “Tapi diaspora Indonesia ini berbeda karena selalu menempatkan ke-Indonesiaan dalam hati” katanya kepada kabarinews.com di sela acara seminar nasional Diaspora dan Dinamika Kewarganegaraan di Indonesia, Rabu, (22/10), di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Dan soal dwi kewarganegraan adalah Isu nomor satu dalam diaspora ini. Dino berkata,  pernah ada stigma yang menyebutkan orang yang keluar dari negara asalnya berarti sudah lepas dari identitas asalnya. Seperti perantau yang pergi ke tempat yang baru, namun perantau di abad ke-21 itu berbeda sebab mereka mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk memberikan sesuatu kepada tanah airnya.  Dino melihat dwi kewarganegaraan adalah suatu kebijakan yang harus diusung. “Sudah waktunya pemerintah Indonesia memikirkan dwi kewarganegraan, hanya saja terlebih dahulu harus dilakukan analisa. Seperti  apa untungnya jika kita melakukan dan apa ruginya jika kita melakukan”tuturnya.

Setelah dianalisa secara kasat mata olehnya, Dino berpendapat untungnya jauh lebih besar dari ruginya. Dwi kewarganegaraan memberikan diaspora kapasitas penuh untuk beraksi secara transnasional, karena merekalah yang mempunyai akses penuh terhadap kesempatan kerja di luar negeri dan di tanah airnya. Status ini dapat menstimulasi investasi dalam negeri terkait dengan kapasitas ekonomi.

Kendati begitu penerapan dari Dwi kewarganegraan tidak dilakukan secara global, akan tetapi diterapkan secara selektif berdasarkan analisa untung dan rugi. Sedikit negara yang telah melakukan penerapan dwi kewarganegaraan with permission. Negara yang sedang menerapkan itu seperti Mesir, Pakistan, Afrika Selatan, Turki dan negara lainnya.

Nah, Dino memberikan contoh di Amerika Serikat, diaspora yang keturunan Indonesia yang telah menjadi Warga Negara Amerika diluar berjumlah 150 ribu dan yang WNI taruhlah jumlahnya sekitar 50 ribu. Dari 50 ribu kalau diadakan dwi kewarganegaraan dengan Amerika. 50 ribu plus anak-anak keturunannya yang berhak, akan tetapi dari jumlahnya itu tidak semuanya menjadi warga negara Indonesia. Sebab yang akan menjadi WNI adalah yang mempunyai pekerjaan, modal, teknologi, dan network sehingga akan menjadi nilai tambah bagi Indonesia..  “Kita tidak bisa bilang semuanya, maksudnya diaspora itu untuk kembali ke Indonesia karena membutuhkan strategi insentif dan strategi integrasi yang nyata” ujarnya.

Namun Dino melihat peluang di-goalkan kebijakan dwi kewarganegaraan ini asalkan diaspora Indonesia terus tetap aktif menyuarakan isu dwi kewarganegraan ditambah dengan dukungan politik terutama pemerintah dan legislatif.  “Yang penting ada dukungan politik dari dalam, dan pemerintahan baru nanti mudah-mudahan mendukung kebijakan diaspora karena akan membawa keuntungan bagi semuanya” kata Dino.

Senada dengan Dino Patti Djalal, Imam Santoso (Dosen Pasca Sarjana FKUI) mengatakan penerapan Dwi Kewarganegraan harus selektif dan nantinya kedua negara harus melakukan perjanjian secara bilateral menyangkut hal ini. Hanya saja, Imam menambahkan usulan tentang kewarganegaraan ganda rasanya masih jauh untuk diwujudkan dalam waktu dekat ini. Pasalnya, tidak ada design politik untuk itu dan tak tertutup kemungkinan malah menyulut perdebatan panas khususnya menyangkut nasionalisme, hak memilih dalam pemilu, hak di bidang perekonomian, kewajiban bela negara dan yang lainnya.

Oleh sebab itu, Imam mengatakan apabila suatu saat hal itu menjadi kebijakan pemerintah, maka sosialisasi massif dan cermat perlu dilakukan jauh-jauh hari dengan melalui pendekatan yang tepat dan intensif artinya harus dipersiapkan segala sesuatunya secara masak sehingga hasilnya menjadi tidak kontraproduktif. (1009)

Klik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?72147

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :

 jason_yau_lie

 

 

 

Kabaristore150x100-2