Sidang Majelis Umum PBB merupakan sidang tahunan yang dihadiri seluruh Negara anggota PBB. Saat saat ini jumlahnya tercatat 192 negara. Selama berdiri sejak tahun 1945, PBB telah menggelar tak kurang 64 sidang umum dan 44 sidang khusus tambahan.

Sidang khusus tambahan dapat dilakuan atas permintaan Dewan Keamanan
atau mayoritas anggota untuk membahas isu-isu yang lebih spesifik.
Misalnya, tentang bencana banjir di Pakistan yang terjadi pertengahan
Agustus lalu.

Sidang Majelis Umum PBB dihadiri oleh seluruh pemimpin negara anggota PBB, dan mereka semua mendapatkan kesempatan berpidato.

Karenanya, kesempatan berpidato di depan anggota majelis ini menjadi
ajang kepala negara untuk unjuk gigi, memaparkan visi dan misi negara
masing-masing. Bahkan tak jarang saling kritik.

Dalam pakem diplomasi tingkat tinggi, kesempatan berpidato di depan
para pemimpin dunia harus dimanfaatkan secara maksimal. Karena dapat
meningkatkan citra negara.

Fidel Castro 4,5 Jam, Soekarno Membangun Dunia Kembali


Salah satu pidato yang mungkin tak dilupakan orang adalah ketika
pemimpin Kuba Fidel Castro unjuk gigi menyampaikan pidato berjudul
“Masalah dan Kebijakan Politis Revolusioner Kuba” pada tanggal 26
September 1960.

Selain isinya yang mengecam negara-negara barat, durasi pidato
tersebut mencengangkan, yakni 4,5 jam! Ini adalah rekor pidato
terpanjang di Sidang Umum PBB.

Fidel ketika itu mendapatkan sambutan cukup meraih dari anggota
majelis, terutama dari negara-negara kiri yang mendukung dirinya. Surat
kabar setempat pernah menurunkan judul “Melelahkan namun mengaggumkan”
atas pidato Castro ini di harian mereka.

Empat hari kemudian, tepatnya pada 30 September 1960 giliran
Presiden Indonesia Soekarno yang membuat publik terkesima. Dalam pidatonya Soekarno membawa misi memperjuangkan nasib negara Asia
Afrika. Bung Karno mengkritik negara-negara besar yang hendak meneruskan kepemimpinan mereka di dunia secara eksklusif dan mengajak seluruh hadirin diforum PBB itu untuk bersama-sama “Menyusun Pembaharuan Dunia (To Build The World Anew)”

Bung Karno yang berpidato sekitar satu jam itu mengatakan, bahwa “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Tidak ada satupun yang boleh menentang hak dasar tersebut. Kita bertekad bahwa nasib dunia kita, tidak akan ditentukan tanpa kita. Nasib itu akan ditentukan dengan ikut serta dan kerja sama kita. Keputusan-keputusan yang penting bagi perdamaian dan masa depan dunia dapat ditentukan disini dan sekarang ini juga. Lima negara besar itu saja tidak dapat menentukan masalah perang dan damai. Lebih tepat, barangkali, mereka mempunyai kekuatan untuk merusak perdamaian, tetapi mereka tidak mempunyai hak moral, baik secara sendirian maupun secara bersama-sama, untuk mencoba menentukan hari depan dunia. Bangunlah dunia ini kembali. Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat. Bangunlah satu dunia dimana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia yang sesuai dengan impian dan cita-cita umat manusia. Putuskan sekarang hubungan dengan masa lampau, karena fajar sedang menyingsing. Putuskan sekarang  hubungan dengan masa lampau, sehingga kita bisa mempertanggung-jawabkan diri terhadap masa depan.” Demikian antara lain presiden Soekarno yang mendapat sambutan tepuk-tangan hadirin.

Persis setahun setelah pertemuan kepala-kepala negara/pemerintahan bertemu disidang umum PBB bulan September 1960 itu, maka ketua majelis umum PBB pada tanggal 25 September 1961 atas nama semua negara-negara anggota PBB menyatakan dasawarsa enampuluhan sebagai “United Nations Decade of Development (Dasawarsa Pembangunan PBB).” Indonesia pada waktu itu berhasil meningkatkan kredibilitasnya di mata dunia.  (ed)

Untuk Share Artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?35478

Untuk

melihat artikel Utama lainnya, Klik

di sini

Klik

di sini
untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri
nilai dan komentar
di bawah artikel ini

________________________________________________________________

Supported by :