KabariNews – Kondisi ekonomi, depresiasi rupiah, dan persaingan pasokan membayangi pertumbuhan sektor properti Indonesia selama kurun waktu 3 bulan belakang. Vivin Harsanto (Head of Advisory) mengatakan secara keseluruhan pasar properti mengalami perlambatan dimana sektor hunian adalah salah satu sektor yang mengalami penurunan paling signifikan di triwulan ini dibanding sektor properti yang lain.

“Adanya beberapa kebijakan baru terkait properti antara lain, pengenaan Pajak Barang Mewah (PPNBM), penggunaan rupiah untuk semua transaksi dan dibukanya kesempatan kepemilikan properti bagi orang asing, menyebabkan para developer maupun calon investor mengambil langkah “wait and see” dan mengatur strategi untuk menyesuaikan dengan kebijakan baru tersebut” kata Vivin seperti dilansir dari siaran pers Jones Lang LaSalle, Rabu, (8/7).

Sementara itu , Angela Wibawa (Head of Markets) memaparkan bahwa tingkat hunian perkantoran di CBD mengalami sedikit penurunan dikisaran 92%. Terjadi tingkat permintaan positif sebesar ± 7.800 m2 yang berasal dari ekspansi maupun tenant asing yang baru masuk pertama kali ke CBD dan sekitar ± 5.000 m2 tingkat serapan yang terjadi di gedung – gedung grade B . Di pasar perkantoran di luar CBD, penyerapan ruang perkantoran selama triwulan II adalah ± 8,900 m2 terjadi di gedung perkantoran grade B & C di Jakarta Selatan khususnya daerah TB Simatupang. Tingkat hunian gedung perkantoran di luar CBD mengalami penurunan 1% menjadi 87% akibat adanya pasokan baru ( ± 52.000 m2) di Jakarta Selatan (TB Simatupang) dan Jakarta Pusat (Kemayoran).

Harga sewa di pasar perkantoran CBD relative stagnan selama triwulan 2, kecuali pada gedung grade C yang mengalami kenaikan sekitar 3% dibandingkan triwulan sebelumnya mengalami kenaikan 5%–6%. Para pengembang memiliki tendensi untuk menyesuaikan harga rental di tengah kondisi kompetisi yang semakin ketat di sepanjang tahun 2015 ini.

Luke Rowe (Head of Residential) menyampaikan bahwa tingkat penyerapan pasar hunian kondominium menurun cukup drastis pada triwulan II 2015 mencapai 1.400 unit, sedangkan total penyerapan pasar kondominium di triwulan I 2015 mencapai ±4.600 unit dan pasokan mendatang (hingga 2018) mencapai ± 60.000 unit. Lambatnya penjualan selama triwulan 2 dikarenakan sikap wait and see para pembeli terkait kejelasan regulasi perpajakan . Namun sektor hunian vertical masih dianggap sebagai instrumen investasi yang menarik.

James Austen (Head of Retail) menjelaskan triwulan II 2015 tingkat hunian ruang ritel mengalami penurunan 1% mencapai 91% dimana tidak mengalami perbedaan signifikan terhadap tingkat hunian triwulan I 2015 . Turunnya tingkat hunian pada triwulan II dikarenakan masuknya pasokan baru di Jakarta Selatan dengan tingkat hunian yang masih rendah. Dengan kondisi ekonomi saat ini beberapa retailermengambil sikap wait and see dan menangguhkan rencana ekspansi mereka. Disisi lain peritel asing masih melihat positif terhadap pasar ritel di Indonesia ditandai dengan beberapa outlet baru dibidang fast-fashion dan F&B

Todd Lauchlan (Country Head JLL Indonesia), menyimpulkan bahwa walaupun kondisi saat ini properti mengalami perlambatan, namun para investor lokal maupun asing masih cukup positif melihat pasar properti di Indonesia, ditandai dengan beberapa kerjasama yang terjadi antara investor asing dengan pengembang lokal baik di sub-sektor hunian, komersil, maupun industrial. Pasar properti diharapkan membaik sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/78421

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

intero

 

 

 

 

kabari store pic 1