KabariNews – Tak dipungkiri keberadaan Puskesmas menjadi  salah satu ujung tombak upaya promotif dan preventif terkait kesehatan masyarakat. Namun sayangnya, jumlah maupun kapasitas tenaga promosi kesehatan (promkes) di Puskesmas masih belum memadai dan belum semua Puskesmas memiliki tenaga promkes.

Frontiers for Health (F2H) dengan dukungan USAID/Program Representasi melakukan studi sejak akhir 2014, memotret penerapan kebijakan promkes di tingkat Puskesmas di Kabupaten Sumedang dan Cirebon. Salah satu temuan dalam penelitian tersebut adalah seiring diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terjadi lonjakan kunjungan ke Puskesmas untuk layanan pengobatan. Artinya, peran Puskesmas yang seharusnya lebih berat pada upaya kesehatan masyarakat preventif promotif, cenderung bergeser ke arah layanan perorangan kuratif dan rehabilitatif. Kurangnya informasi tentang cara menjaga kesehatan menjadikan masyarakat rentan terhadap penyakit atau kondisi yang sebetulnya bisa dicegah dengan perilaku hidup sehat, seperti diare, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan kurang gizi.

“Berbagai penyakit spesifik daerah termasuk solusinya erat berkaitan dengan budaya dan kebiasaan termasuk persepsi masyarakat setempat. Perubahan perilaku menjadi kunci untuk menurunkan kasus penyakit. Promosi kesehatan adalah upaya kita mendorong terjadinya perubahan perilaku tersebut,” tukas Prof. Dr. Anna Alisjahbana, dr., Sp.A(K), pembina F2H dalam siaran persnya, Selasa, (3/3).

Hasil penelitian F2H menyimpulkan bahwa promosi kesehatan belum menjadi prioritas. Jumlah tenaga promkes di Puskesmas masih timpang dibandingkan masyarakat yang harus dilayani. Di Kabupaten Sumedang dan Cirebon, hanya 44% dan 58% dari total Puskesmas di masing-masing kabupaten memiliki tenaga promkes. Walaupun anggaran belanja promkes meningkat signifikan pada tiga tahun terakhir, capaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Kabupaten Sumedang dan Cirebon (44,2% dan 52,9%) masih jauh di bawah target nasional tahun 2010-2014 yaitu 70,0%.*

“Jika promosi kesehatan dapat dilakukan secara tepat guna, akan semakin banyak masyarakat terpapar informasi kesehatan. Jika masyarakat memahami perilaku hidup sehat, kasus penyakit akan menurun. Itu berarti beban pembiayaan kesehatan yang ditanggung pemerintah melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga akan menurun. Promosi kesehatan adalah investasi yang murah namun masih terabaikan,” kata dr. Lies Zakaria, Direktur F2H.

F2H menyerukan kepada pemerintah untuk lebih serius berinvestasi pada promosi kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang. Beberapa rekomendasi kebijakan yang didorong oleh F2H adalah agar pemerintah mengatasi kekurangan jumlah dan kapasitas tenaga promkes melalui proses sertifikasi, dan memastikan instrumen akreditasi Puskesmas (khususnya program Promkes) lebih beriorientasi pada kinerja ketimbang sarana dan prasarana. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/75298

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Asuransi Kesehatan

 

 

 

 

kabari store pic 1