SAN FRANCISCO – Sebagai co-founder dari Narika, sebuah layanan bantuan telepon untuk korban kekerasan dalam rumah tangga Asia Selatan di Bay Area, saya menemukan banyak insiden kekerasan seksual terhadap perempuan di komunitas saya. Hal yang terjadi membuat mati rasa perlahan-lahan.

Namun beberapa kejadian amat menyentak diri saya seperti kejadian pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi di bis Delhi 16 Desember oleh enam pria mabuk. Pemerkosaan hingga menimbulkan kematian pekan lalu memicu kemarahan luas di seluruh negeri. Kematiaan gadis itu diakibatkan kerusakan organ yang parah karena trauma. Bahkan setelah ia dikremasi pada hari Sabtu, ribuan orang terus turun ke jalan menuntut pemerintah mengambil langkah untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan.

Sejak lama, perempuan di India dipandang sebagai warga negara kelas dua. Mereka diharapkan berjalan beberapa langkah di belakang pasangan pria mereka. Kekerasan tidak hanya di depan umum, namun terjadi juga di rumah. Kekerasan terhadap perempuan merupakan kejadian yang terlalu umum, baik di India dan di antara komunitas India di sini, di Amerika Serikat.

Kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi di mana-mana, termasuk negara-negara seperti Kongo  yang dilabeli PBB sebagai ibukota pemerkosaan dunia. Serangan mengerikan di India tampaknya  menjadi titik balik bagi pemberontakan, yang kini meluas keluar perbatasan India.

Di San Francisco sekitar 70 aktivis sosial dari seluruh Bay Area dari berbagai ras dan etnis menyalakan lilin di luar konsulat India pada 28 Desember untuk menunjukkan solidaritas terhadap pengunjuk rasa di India. Narika, Trikone, ASATA (the Alliance for South Asians Taking Action) dan the Asian Women’s Shelter melakukan aksi damai bersama namun berubah menjadi upacara peringatan bagi korban yang meninggal karena diperkosa beberapa jam sebelumnya.

Sebuah poster yang diacungkan oleh salah satu peserta menyuarakan tuntutan mereka, ” Yang Terhormat Pemerintah Delhi, Lakukan kewajiban Anda.”

Papiha Nandy, aktivis dan jurnalis di Bay Area, mengamati kejadian di Jumat itu menyatakan bahwa apapun kebijakan dan undang-undang yang disahkan oleh pemerintah India untuk melindungi perempuan, hukum-hukum harus didukung dengan menggali lebih dalam budaya India.

Setelah serangan itu, enam pemerkosa ditangkap dan sejak itu didakwa dengan kejahatan pembunuhan, pemerkosaan dan lainnya. Sonia Gandhi yang dianggap politisi India paling kuat, baru-baru ini mengatakan kepada para demonstran, “Saya ingin meyakinkan Anda bahwa suara Anda telah didengar.” Dia mendesak negara itu untuk mempertimbangkan kembali perayaan Tahun Baru.

Namun, sejak 16 Desember terjadi 20 perkosaan lain yang dilaporkan di Delhi sehingga dijuluki sebagai ibukota pemerkosaan India. Tahun lalu saja, 24.206 kasus perkosaan dilaporkan secara nasional, naik 10 persen dari 2010. Aktivis mengatakan bahkan angka tersebut adalah bukanlah angka sebenarnya karena korban seringkali malu atau takut untuk melapor.

Yang paling menyakitkan bagi perempuan di India adalah sikap polisi terhadap korban perkosaan. Banyak aparat penegak hukum dan politisi tampaknya berpikir bahwa wanita yang tidak mengenakan pakaian tradisional sari atau salwar kameez sengaja mengundang pemerkosaan. Satu polisi baru-baru ini mengatakan kepada seorang reporter dari Tehelka, majalah berita mingguan online di New Delhi, bahwa alkohol dan kesempatan cukup menjadi alasan untuk terjadinya pemerkosaan. Reporter itu mengutip polisi pria sub-inspektur yang mengatakan, “Dia berpakaian yang bisa membuat orang tertarik padanya. Bahkan, dia ingin mereka untuk melakukan sesuatu padanya. ”

Seorang wanita 17 tahun, diperkosa oleh sebuah genk di Punjab pada bulan November, menelan racun dan meninggal pekan lalu. Kuat dugaan polisi menyuruhnya menghentikan tuduhan terhadap pemerkosa dan menyarankan dia untuk menikahi salah satu dari mereka.

Kebencian terhadap kejahatan tersebut – dan ketidakpedulian polisi dan politisi – yang kini meledak di seluruh India.

Pada akhir tahun 2010 penjual buah Tunisia bernama Mohamed Bouazizi membakar diri sebagai protes terhadap rezim otoriter negara itu. Ditenggarai mengawali perubahan Arab, tindakan Bouazizi ini didorong oleh gesekan masyarakat yang melawan pemerintah yang menindas. Sentimen serupa meluas ke banyak orang di seluruh wilayah. (Disarikan dari tulisan Viji Sundaram/ Video oleh: Min Lee)

Untuk melihat Video, Silahkan Klik disini

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?51706

Untuk melihat artikel Amerika / SF lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :