Dr. Taruna Ikrar
(University of California, School of Medicine, Irvine, USA)

Bencana Alam Sebagai Malapetaka

Setiap bencana pasti meninggalkan duka dan luka. Terbayang
penderitaan yang dialami masyarakat Jepang, khususnya di daerah bencana
(Sendai, Fukushima, dan sekitarnya), bencana gempa bumi dan tsunami yang
menelan korban lebih dari 10.000 jiwa ini tentunya akan membawa
perasaan pilu yang mendalam bagi seluruh keluarganya. Demikian pula
kejadian gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh 6 tahun yang lalu
yang menelan korban sekitar 200.000 jiwa. Tidak hanya itu, selain
kehilangan sanak saudara, para korban gempa juga kehilangan tempat
tinggal. Bangunan rumah mereka hancur, dan rata dengan tanah. (Gambar 1:
Kehancuran akibat bencana gempa bumi dan tsunami di Sendai, Jepang)

Akibat dari bencana tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat paska bencana, sebagai akibat perubahan yang terjadi dalam
hidup mereka yang terjadi secara drastis dan tiba–tiba, dan pada
akhirnya menimbulkan kelainan atau gangguan pada mental atau gangguan
kejiwaan sebagai buntut bencana. 

Pada fase awal bencana, akan membuat para korban menjadi khawatir dan
bahkan mungkin menjadi panik. Kepanikan itu berupa, seseorang akan
merasa sangat down, shock, karena kehilangan harta benda dan
sanak saudara. Demikian pula, mereka akan merasakan berbagai macam emosi
seperti ketakutan, kehilangan orang dan benda yang dicintainya, serta
membandingkan keadaan tersebut dengan kondisi sebelum bencana, mereka
kembali mengingat harta benda yang telah hilang atau rusak sekaligus
merasakan kesedihan yang mendalam. Hingga pada akhirnya merasa kecewa,
frustasi, marah, dan merasakan pahitnya hidup. (Gambar 2: Kehilangan
ribuan jiwa pada saat benca tsunami di Banda Aceh)

Selanjutnya, akibat tekanan mental tersebut, masyarakat korban bencana ini banyak menderita psikosomatik.

Definisi dan Gejala Psikosomatik

Gangguan psikosomatik ditandai keluhan fisik terutama pada sistem
saraf otonom. Umumnya keluhan psikosomatik banyak berhubungan dengan
sistem pencernaan, pernapasan dan jantung yang pada dasarnya juga
mengindikasikan terjadinya gangguan psikologis yang tidak seimbang.

Psikosomatik akan mempengaruhi sistem saraf dan hantaran listrik otak (neurotransmitter)
yang dapat berimbas pada keluhan fisik. Secara sederhana, gangguan
psikosomatik adalah keluhan fisik yang disebabkan faktor psikologis.

Beberapa penyakit fisik yang diyakini memiliki komponen mental yang
berasal dari ketegangan akibat bencana atau tekanan hidup sehari-hari.
Sebagai contoh, misalnya, rasa nyeri punggung bagian bawah dan tekanan
darah tinggi, gangguan dan perasaan berdebar-debar dan kecemasan yang
terkait dengan tekanan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, gangguan
psikosomatik, merupakan gangguan di mana faktor mental memainkan peran
yang dominan dalam mengekspresikan penyakit fisik. 

Misalnya, seseorang yang menjadi korban gempa akan merasakan adanya
getaran karena ada truk besar yang lewat di depan rumah lantas menjadi
berteriak histeris ketakutan dan mengira telah terjadi gempa besar lagi.

Demikian pula depresi lebih ditandai dengan hilangnya motivasi atau
semangat hidup. Mereka cenderung menyendiri dan menarik diri dari
orang-orang di sekitarnya, merasa sedih yang mendalam, merasa hidupnya
tidak lagi berarti, dan bahkan berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

Keluhan yang lain, seseorang korban gempa sesering merasakan keluhan
jantung berdebar dan sesak napas, keluhan lambung sering juga ditemukan
sebagai salah satu keluhan. Bahkan, penderita psikosomatik biasanya
mengeluh adanya keluhan lambung seperti rasa penuh, kembung, banyak gas
atau sering terasa ada yang ingin keluar dari mulut. (Gambar 3:
Mekanisme timbulnya psikosomatik)

Gejala keluhan lambung ini seringkali dalam bahasa kedokteran kita sebut Dispepsia Fungsional. Ulkus peptikum pernah dianggap sebagai murni disebabkan oleh stres, kemudian penelitian mengungkapkan bahwa Helicobacter pylori menyebabkan 80% dari luka yang terjadi dilambung tersebut. Namun 4 dari 5 orang terjangkiti oleh bakteri Helicobacter pylori tidak menyebabkan borok, dan berdasarkan Academy of Behavioral Medicine
menyimpulkan bahwa borok atau luka tidak hanya disebabkan oleh bakteri
tersebut, tetapi faktor mental, memainkan peran yang sangat penting.
Satu kemungkinan adalah bahwa stres mengalihkan energi dari sistem
kekebalan tubuh, sehingga stres mempromosikan infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh.

Pengobatan Psikosomatik


Jika pemeriksaan obyektif sudah dilakukan dan tidak menampakkan
adanya kelainan fisik, maka seseorang perlu menyadari, mungkin ini
adalah keluhan psikosomatik. Untuk itu perlu segera melakukan
pemeriksaan ke dokter atau psikiater yang memahami penyakit dan keluhan
psikosomatik.

Pengobatan keluhan ini akan berfokus pada kondisi fungsional otak dan
psikologisnya. Sebagai mana diketahui bahwa dalam kondisi terjadi
gangguan mental, akan berdampak pada gangguan fungsional otak. Sehingga
pengobatan biasanya dengan menggunakan obat-obatan dan psikoterapi.
(Gambar 4: Ilustrasi pengobatan psikoterapi)

Penggunaan obat anti-cemas (Alprazolam dalam beberapa merek di antaranya; Xanax, Alganax, Alviz, atau Zypraz), sebaiknya dihindari atau jika sangat perlu dipakai dalam waktu yang sangat terbatas.

Psikoterapi dan penggunaan obat antidepresan adalah yang utama.
Perawatan medis dan psikoterapi digunakan untuk mengobati gangguan
psikosomatik. Pengobatan awalnya biasanya menggunakan obat-obat seperti
Domperidone. Jika tidak ada perubahan maka sebaiknya mulai memikirkan
apakah ini merupakan keluhan yang didasari keluhan psikosomatik.

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?36556

Untuk

melihat artikel Amerika / Kesehatan lainnya,
Klik

disini

Mohon
beri nilai dan komentar di
bawah artikel ini

____________________________________________________

Supported

by :