KabariNews – Diusia yang sudah senja, Rasimun atau yang akrab disapa Mbah Rasimun (90), tidak membuat dirinya surut untuk berkarya. Justru diusianya yang sudah senja membuat dirinya semakin konsisten untuk mendedikasikan diri akan karya-karyanya sebagai pelastarian seni dan budaya.

Payung kertas yang menjadi obyek karyanya sudah dikenal dan diakui sebagai sebuah mahakarya. Dimana, payung kertasnya yang terbuat dari  bambu, kayu randu, kertas lamak, lem kanji, benang, dan cat hingga saat ini masih terus dipertahankan ditengah-tengah beraneka payung modern. Pembuatannya pun masih ia pertahankan dengan cara tradisional dengan menggunakan alat konvensional melalui 60 tahapan, mulai dari menebang bambu hingga siap untuk dipasarkan.

“Kulo ndamel payung mulai tahun kawandoso gangsal”, kata Mbah Rasimun dengan menggunakan dialek khas Jawanya (saya membuat payung mulai tahun empat puluh lima-red).

Lelaki kelahiran Tanggul Angin, Sidoarjo, Jawa Timur ini selanjutnya menceritakan sejarahnya, setelah hijrah ke Malang, ia memperdalam kerajinan payung yang di dipeoleh dari orangtuanya. Saat itu, payung yang ia buat masih sangat sederhana dan pasarnya terbatas untuk momen-momen tertentu, seperti ritual, kematian, dan acara pernikahan.

Seiring dengan perjalanan waktu, Mbah Rasimun mulai memperkaya karyanya dengan sentuhan beraneka warna dan motif pada payungnya. Hal itu, membuat karyanya mulai di buru pembeli dan kini payungnya tidak hanya untuk momen tradisi, namun karyanya diburu sebagai aksesoris interior maupun eksterior.

Tak pelak, pesanan pun berdatangan ke rumahnya di Jl. Laksamana Adi Sucipto Gang Taruna 3 RT. 04 RW. 03 Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing Malang. Baik yang dari daerah Malang maupun dari luar Malang. Bahkan pernah ada yang memesan hingga 30 kodi (1 kodi 12 payung-red). Karena ketangguhannya, kreasi payungnya dapat menembus pasar Intrnasional.

“Banyak pembeli yang ketempat saya, Ada yang dari luar negeri dan banyak juga dari daerah lain di Indonesia”, ungkap Mbah Rasimun saat ditemui Kabari disela-sela acara penghargaan untuk dirinya dari Dewan Kesenian Jawa Timur.

Saat ini, mbah Rasimun hanya bisa menyelesaikan tiga payung dalam satu bulan. Mulai dari awal hingg siap dipasarkan. Mengingat usianya yang sudah tua.

Beruntung, anak bungsunya yang bernama Rusikin (38) yang selalu membantunya, walaupun anaknya disibukan dengan pekerjaannya sebagai karyawan di sebuah rumah sakit di Malang.

Tak hanya sekedar membuat Payung, Mbah Rasimun juga membagi ilmunya kepada masyarakat disekitar tempat tinggalnya. Hingga pernah kampungnya di juluki sentra payung. Karena suatu hal, akhirnya hanya mbah Rasimun yang masih bertahan menjadi pengrajin payung hingga sekarang.

Karena dedikasinya, Mbah Rasimun mendapat penghargaan dari Keraton Kasunanan Surakarta dan Mataya yang diterima langsung oleh anaknya Rusikin serta Yuyun Sulastri dari Karya Ngalam (Kabunga) yang selama ini membantu mengembangkan karya sang Maestro ini.

Bahkan, kabarnya pemerintah Thailand akan mengundang mbah Rasimun dalam ajang festival payung internasional. (Kabari 1003)