Untuk nonton Video Part 2, Klik disini
Untuk nonton Video Part 3, Klik disini
Untuk nonton Video Part 4, Klik disini
Untuk nonton Video Part 5, Klik disini
Di usia 17 tahun, Ima Matul, satu perempuan asal Malang, Jawa Timur, merasa senang sekali mendapat tawaran kerja di Amerika Serikat.
“Seperti dapet lotto(lotere) aja,” ujar Ima yang putus sekolah saat kelas 1 di SMA Gondang Legi ini.

Begitu senangnya, Ima sampai mengajak sepupunya turut serta. “Calon majikan menyiapkan semuanya. Mulai dari paspor, visa, tiket pesawat. Mereka menjanjikan saya gaji $150 per bulan dan satu hari libur dalam seminggu agar bisa ketemu sepupu”, ungkapnya.

Sampai di Los Angeles, California di tahun 1997, Ima dipisahkan dari sepupunya untuk bekerja di lokasi lain. Dan, Ima dibawa ke satu rumah mewah berlantai dua di kawasan WestWood, L.A. bagian barat.

Sang pemilik rumah adalah “stay at home mom” asal Indonesia, bersuamikan orang Amerika berdarah Asia.Pasangan ini punya dua bayi kecil. Nyonya rumah segera saja memberitahu tugas-tugas Ima di rumah tangga itu.

“Nyonyahe menjelaskan pekerjaan-pekerjaan saya di sekitar rumah” kata Ima. Mulai dari masak, bersih-bersih, nyuci, setrika baju, momong bayi, siram tanaman, nyuci mobil. Rata-rata saya kerja 18 jam sehari, kadang 7 hari tanpa libur. Musti bangun kalau bayinya rewel di malam hari,” ungkap Ima dengan aksen Jawa.

Karena hormat majikan, Ima pasrah dan menurut saja apa kata majikan barunya. Ima dilarang bicara dengan orang luar. Gaji bulanan dan paspor Ima ditahan oleh majikan (trafficker) dan status imigrasi Ima praktis gelap (illegal)setelah sekian bulan di Amerika.

Ima yang berperawakan mungil ini seringkali dimarahi dan dicaci-maki si bos. Mulai dari soal “kurang bersih” sampai alasan yang tidak jelas. Tidak hanya itu saja, tangan si nyonya rumah seringkali mendarat di wajah dan kepalanya.

“Awas kalau melapor, kalau mau kabur bisa ketangkap polisi, dijebloskan penjara, bisa diperkosa karena banyak orang jahat di penjara,” jelas Ima mengenang.

Ima sebetulnya punya kunci ekstra untuk keluar rumah. Meski tidak disekap dalam rumah, Ima punya tugas membawa anjing jalan sekitar kompleks, mendorong bayi dengan stroller dan mencuci mobil. Karena tidak paham bahasa Inggris, tidak kenal siapa-siapa di Amerika kecuali sepupunya, tak punya uang satu sen dan tidak mengerti hak-haknya, Ima memilih tetap bertahan terisolasi di rumah itu.

Sampai suatu sore di bulan September 2000. Tanpa alasan jelas, si nyonya rumah menghajar Ima dan memukul kepalanya dengan salt pepper shaker. Darah segar mengucur di kepalanya. Sejurus kemudian, Ima harus dilarikan ke Ruang Gawat Darurat di downtown L.A. Itu pun, dia masih diancam si nyonya rumah bahwa kepalanya bocor karena kecelakaan. Majikan lelakinya bilang, kalau dia bisa lihat kulit kepalanya menganga dan melihat lapisan putih otaknya!

Setelah sembuh dan setelah tiga tahun, Ima sudah merasa tidak tahan lagi. Perlu waktu lama Ima menjalin kata demi kata dan dengan gemetar dia menulis surat kepada tetangga sebelah, perempuan kulit hitam asal Belize.

Please help me. I cannot take it anymore”, begitu tulis Ima dengan kemampuan bahasa Inggris pas-pasan.

Akhir tahun 2000, dengan bantuan Pembantu Rumah Tangga Belize tadi, Ima nekad hengkang dari rumah neraka itu dan dilarikan dengan mobil ke penampungan (shelter) CAST (Coalition Against Slavery and Trafficking).
Ima tidak tahu kemana dia dibawa pergi, karena memang tidak pernah pergi ke-mana-mana. Asalkan bisa keluar dari rumah itu, dia sudah merasa lega.

Singkat cerita, melalui program CAST, Ima dibantu oleh Pekerja Sosial untuk belajar bahasa Inggris, komputer, bahkan menyelesaikan pendidikan SMA-nya (GED) di Amerika.
Karena bekerja sama dengan otoritas hukum Amerika Serikat (LAPD, FBI dan Imigrasi) dengan kasusnya, Ima yang korban trafficking majikannya sendiri ini, mendapatkan Visa T untuk tinggal dan bekerja secara legal di Amerika sejak tahun 2000.

Di tahun 2005, Ima mengikuti Program Kepemimpinan CAST untuk belajar menjadi pembela hak-hak korban trafficking seperti dirinya. Sejak itu, Ima Matul mulai aktif berbicara di berbagai pelatihan dan konferensi di seluruh penjuru Amerika. Perempuan yang dulunya pendiam dan pemalu ini getol melakukan kampanye, menciptakan Awareness (kewaspadaan) dan melakukan berbagai lobbying untuk menggolkan agenda hukum yang memberikan perlindungan kepada pekerja domestik, seperti Pembantu Rumah Tangga.

Ima Matul sering memberikan kesaksian dan bertemu selebritis, kalangan akademisi, bahkan pejabat negara bagian dan federal di AS untuk isu-isu trafficking, termasuk kesaksian untuk mendukung “Undang Undang Perlindungan Korban Trafficking 2011”

27 September 2012 lalu, Ima Matul diundang dalam satu forum Clinton Global Initiative di New York. Presiden Obama mengakui kerja keras Ima Matul sebagai CAST Survivor Organizer, dan mengumumkan inisiatif pemerintahan Amerika untuk memberantas trafficking.

Dalam pidatonya Obama bilang, “Memaksa Pembantu Rumah Tangga 18 jam sehari adalah Perbudakan Modern”. Kepada Ima matul, Obama berterima kasih atas karyanya yang memberikan inspirasi.

15 tahun setelah menginjakkan kaki di Amerika, saat ini Ima Matul memegang Green Card, bekerja di CAST dan tinggal bersama suami dan 3 anaknya di Los Angeles. (1006)

Untuk share  artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?50216

Untuk melihat artikel Amerika / Main Story lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :