KabariNews – Dengan ketinggian 3.726 meter diatas permukaan laut, Gunung Rinjani menjadi gunung tertinggi ketiga di Indonesia setelah puncak Carstenz Pyramide di Papua dan Gunung Kerinci di Jambi. Gunung Rijani juga merupakan kawasan taman nasional dan menjadi lokasi konservasi yang diakui Wild World Foundation (WWF).

Terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Gunung ini memiliki tiga pintu masuk jalur pendakian, yaitu jalur Desa Senaru, jalur Desa Sembalun Lawang dan jalur Desa Torean. Bila melalui jalur Senaru, pendaki akan dimanjakan dengan panorama alam hutan tropis dengan hewan liarnya. Jika melalui jalur Sembalun, pendaki akan melewati padang savana, jalur ini merupakan jalur yang paling diminati para pendaki karena dapat memotong waktu pendakian, namun cuacanya sedikit lebih panas karena melewati padang savana. Sedangkan jalur Torean, adalah jalur yang diapit dua gunung di sepanjang jalur pendakian serta akan melewati sungai (Kokok) Putih, ladang penduduk setempat, padang pengembalaan, perkebunan dan hutan produksi.

Summit Attack

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya kami berlima memutuskan memilih jalur Sembalun untuk memulai pendakian. Jalur pendakian di sini lumayan landai sehingga tidak terlalu menguras fisik, namun sengatan sinar matahari langsung terasa bila kita memulai perjalanan di pagi hari. Meski begitu, musim kemarau ini adalah waktu pendakian yang disarankan, karena jika pendakian dilakukan pada musim hujan, selain jalurnya licin dan basah, biasanya pendaki akan berhadapan dengan cuaca buruk bahkan badai.

Sekitar pukul 11.00 WITA, pendakian kami mulai, cuaca panas dan terik matahari yang menyengat membuat sekujur badan penuh peluh, namun padang savana nan indah yang menyambut kami selepas Pos Pendaftaran membuat kami lupa panasnya terik matahari. Sepanjang pendakian sesekali kami melihat rusa dan banteng liar yang sedang merumput dari kejauhan. Sungguh pemandangan yang sangat jarang kami temukan.

Melalui jalur Sembalun ini, waktu tempuh pendakian kira-kira 9-10 jam dengan kondisi normal. Rute yang kami lewati nantinya Sembalun Lawang – Pelawangan Sembalun – Puncak Rinjani, pendakian yang melewati jalur ini harus berhati-hati, jurang di kanan dan kiri selama pendakian akan sering kita temui, namun medannya tidak terlalu terjal sehingga pendaki dapat berjalan santai.

Karena jalur ini di dominasi dengan padang savana, maka ada baiknya pendaki membawa sun block untuk mencegah terbakar matahari bila melakukan perjalanan siang hari.

Setelah 6 jam perjalanan, kami sampai di Pelawangan Sembalun atau Pos 2 sekitar pukul 17.00 WITA. Karena hari sudah sore dan kondisi fisik lumayan lelah, kami memutuskan mendirikan tenda dan bermalam di sini. Di kawasan Pelawangan Sembalun ini mata kami dimanjakan pemandangan indah Danau Segara Anak.  Danau Segara Anak berada di ketinggian 2.000 mdpl, danau ini merupakan danau kawah yang terbentuk akibat letusan gunung Rinjani. Danau dengan luas sekitar 1.100. hektar, kedalamannya sekitar 160-230 meter per segi ini dipenuhi ikan-ikan besar, seperti ikan mas, ikan tawes, ikan mujair dan ikan sepat. Tak jarang para pendaki memancing di danau ini. Saat sore hari, kami mulai disuguhkan pemandangan yang sangat cantik, yaitu melihat matahari terbenam, dari sini keindahannya sungguh luar biasa, rasa lelah seolah sirna digantikan ketakjuban akan keindahan alam. Makan malam kami diiringi suara serangga malam dan dinginnya cuaca malam, kami beruntung karena langit malam itu cerah, sehingga taburan bintang dan sinar rembulan dapat kami saksikan dengan bebas begitu tubuh kami rebahkan. Kata orang, cuaca di Gunung Rinjani terbilang ekstrim, karena sering berubah dan sulit diprediksi. Makanya malam itu kami gunakan untuk beristirahat sebaik-baiknya.  Sekitar pukul 02.00 WITA kami terbangun dari tidur kami karena kami harus bersiap untuk melakukan summit attack , atau perjalanan menuju puncak. Pendakian menuju puncak kami lakukan pada pukul 03.00 WITA dini hari, setelah sebelumnya melakukan persiapan dengan mengecek perlengkapan dan mengisi perut.

Hembusan angin malam yang kencang dan cuaca dingin yang menyentuh sampai ke tulang tidak menyurutkan kami untuk mencapai puncak gunung tertinggi ketiga di Indonesia ini.

Kondisi trek menuju puncak terbilang sulit, bebatuan kecil yang mudah longsor dan cahaya senter yang terbatas serta jurang di kanan dan kiri, memaksa kami harus lebih waspada dalam melangkah. Sekedar perbandingan, empat langkah kaki kami di jalur biasa sama dengan satu langkah kaki di trek ini. Ditambah hembusan angin malam dan cuaca dingin yang terus menusuk tulang. Wuuih, benar-benar tak mudah! Sedikit demi sedikit cahaya malam mulai berubah berwarna oranye, menandakan matahari akan segera muncul. Segera kami mempercepat langkah kami dan tidak sabar untuk sampai di puncak Rinjani.

Untungnya cuaca bersahabat, sehingga perjalnan melelahkan itu sanggup kami selesaikan dalam waktu sekitar 6 jam. Mendekati puncak, hati kami begitu sumringah, bahkan beberapa puluh meter menjelang puncak kami berjalan adu cepat. Sambil tertawa riang kami saling menyemangati. Kami berlima begitu merasa lega, begitu kaki kami menginjak puncak Gunung Rinjani.

Rasa haru dan takjub segera menyelimuti perasaan kami. Sekitar pukul enam pagi kami tiba disana, matahari perlahan muncul malu-malu dibalik bentangan laut. Sinar cahayanya langsung menerpa tubuh lusuh kami. Udara di puncak begitu segar dan bersih. Bau embun di pucuk-pucuk daun juga terasa. Kabut perlahan-lahan mulai terangkat. Tersibaklah pemandangan luar biasa di bawah kami yakni padang savana dan hutan yang luas sepanjang lembah-lembah hijau di sebelah Timur Gunung Rinjani, juga pemandangan lautan lepas dan selat Alas. Kami serasa berada di negeri atas awan, karena sejauh mata memandang lurus kedepan, kita berada di atas awan yang mengitari kawasan taman nasional Gunung Rinjani. Luar biasa!

Jalur Senaru

Setelah berpuas-puas diri sambil tak lupa menancapkan bendera kelompok kami dan bendera Merah Putih. Tepat pukul 08.00 WITA kami turun kembali ke basecamp. Setelah sampai di basecampe, kami memutuskan untuk pulang menempuh jalur Senaru. Sekitar pukul 10.00 WITA kami sampai di basecampe dan mulai mengepak barang-barang kami. Perjalanan ke Danau Segara Anak kami mulai pukul 11.00 WITA, kali ini kami dihadapkan pada kondisi trek yang lumayan terjal.  Dua jam kemudian kami sampai di Danau Segara Anak, air danau yang jernih membuat ikan yang berenang di pinggiran danau terlihat dan siap untuk dipancing.  Spontan kami mengeluarkan perlengkapan pancing yang sengaja kami bawa. Makan siang ikan Mujair bakar dengan bumbu kecap, benar-benar mantap.  Di sini kami juga mendirikan tenda dan bermalam. Cuaca malam itu cerah sehingga di pinggiran Danau Segara Anak itu kami bisa membuat api unggun yang lumayan besar. Malam itu kami duduk berlima mengeliling api unggun menghangatkan badan. Kami berbincang ngalor ngidul ditemani secangkir kopi. Rasanya tenang sakali.

Oh ya, di tengah Danau Segara Anak terdapat anak gunung Rinjani yaitu Gunung Baru Jari yang kondisinya juga aktif seperti gunung Rinjani. Keesokan harnya kami mulai berkemas dan kembali melanjutkan perjalanan turun melalui jalur Senaru. Perjalanan pulang dari Danau Segara Anak ke Desa Senaru kami mulai pukul 10.00 WITA, jalur yang kami lalui cukup berbeda dengan jalur yang kami lewati saat hari pertama dari Desa Sembalun. Di sini jalurnya cukup menguras tenaga, apalagi carrier yang kami panggul cukup besar membuat tenaga kami cepat terkuras. Di jalur Senaru melewati hutan tropis yang masih asli. Tidak seperti jalur Sembalun, rimbunnya pohon melindungi kami dari sengatan matahari. Sepanjang perjalanan kami bertemu dengan berbagai satwa. Ada monyet ekor panjang, ayam hutan, aneka burung rusa, dan tetntu saja ular. Tapi untungnya semua berjalan lancar. Perjalanan menuju Desa Senaru kami tempuh dalam 7 jam. Sekitar jam lima sore kami tiba di Pos Senaru untuk melapor diri.

Sehari kemudian kami sudah berada di bus yang mengangkut kami kembali ke Jakarta, dalam hati saya berharap. Suatu saat kelak bisa kembali ke sana. Rinjani oh Rinjani.(arip)