protes-syarat-snmptn-penyandang-disabilitas-demo-di-kemendikbud-008-nfiPekik nyanyian “Maju Tak Gentar” berkumandang di depan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) rabu minggu lalu (12/3). Spanduk dan poster bernada protes pun terbentang.  “SNMPTN 2014, Melanggar Konvensi Hak-hak Disabilitas yang Sudah Diratifikasi Melalui UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas”, “Stop Diskriminasi Bagi Penyandang Disabilitas”. Aksi teatrikal tabur bunga pun dilakukan pada spanduk yang berbunyi, “Ini Makam Pendidikan”.

Keterbatasan bukan halangan di Rabu itu. Tak sedikit yang menggunakan kursi roda, alat pendengar dan tongkat. Sekitar 50 orang dari 10 yayasan atau organisasi penyandang disabilitas menyuarakan aspirasinya. Tuntutannya sederhana yaitu pendidikan yang adil dengan menghapuskan syarat yang tak mengizinkan penyandang disabilitas mendaftar SNMPTN 2014 untuk jurusan tertentu.

Wakil Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Mahfud Fasa salah seorang yang turut serta dalam aksi itu terlihat sibuk didepan layar monitornya seminggu kemudian di kantornya. “katanya sudah ada yang dirubah prasyaratannya kok saya belum nemu ya perubahannya” katanya kepada Kabarinews.com. Keheranannya  berkecamuk bukan tanpa alasan. Pasalnya, Mahmud mendengar kabar beberapa jurusan telah mengubah syarat-syarat soal disabilitas, namun dia belum menemukan secara kongkret perubahannya.

Menyoal perguruan tinggi dengan beberapa jurusannya tidak memperbolehkan untuk penyandang disabilitas, dikatakan oleh Mahmud  tak lebih dari bentuk pembatasan hak asasi bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya. Padahal menurutnya, Indonesia sudah menandatangi  UN CRDD ( Convention on the Rights of Person with Disabilities) tahun 2007 yang ditandatangi oleh menteri sosial yang mewakili Indonesia. Berdasarkan UU  no 19 tahun 2011 tentang pengesahan konvensi hak-hak penyandang disabilitas.

“Dalam isinya itu kan sudah tegas dijelaskan tidak boleh ada diskriminasi terhadap penyandang disabilitas” tuturnya. Tetapi kenapa malah dibatasi dengan jurusan-jurusan yang memberikan syarat-syarat tidak boleh penyandang disabilitas untuk masuk kedalamnya. “Kenapa dibatasi toh kami pun sadar diri dan akan membatasi diri dengan kemampuan kami sendiri” kata Mahmud yang juga seorang penyandang tundaksa.

Pendidikan, baginya bukan semata-mata dicari hanya secara fisik melainkan intelektual dan seluruh prasaratan SMPTN harus terbebas dari diskriminasi. “Dunia pendidikan orang Indonesia ini mau mencari orang yang gagah atau pintar? Kalau orang gagah cari yang koruptor,” katanya. Mahmud pun menambahkan silahkan saja jika para penyandang disabilitas itu mampu untuk mendaftar karena  pendidikan itu adalah  landasan awal bagi peningkatan hidup para penyandang disabilitas. “Kalau lapangan pekerjaan dibuka seluas-luasnya bagi para disabilitas tetapi di dunia pendidikannya dibatasi ini merupakan suatu kontradiksi tersendiri” sambungnya.

Tidak ada Diskriminasi?

Hanya saja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh tidak senada dengannya. M Nuh mengatakan bahwa tidak ada diskriminasi terhadap penyandang disabilitas untuk masuk ke perguruan tinggi.”Ada sejumlah jurusan dan program studi yang memang membutuhkan kemampuan seseorang untuk mengenali warna dan melakukan kegiatan tertentu” katanya.

“Misalnya untuk jurusan teknik elektro, mahasiswa enggak boleh buta warna. Ini bukan berarti diskriminasi. Bisa dibayangkan, kalau buta warna, dia tak bisa membedakan warna-warna tertentu. Padahal, kalau dia belajar resistor, dibedakan dengan kode warna. Kalau tidak bisa mengenali warna, itu justru membahayakan,” jelas Mendikbud. Bukan tidak boleh mendaftar, tetapi persyaratan teknis itu memang dibutuhkan dalam proses pembelajaran selama di kampus. Percuma saja boleh mendaftar, tetapi tidak bisa lolos, ya lebih baik disebutkan di awal,” ujarnya.

Namun, Mahmud menimpali balik seraya berucap mengapa selalu stigmanya seperti itu, pemerintah selalu saja membuat praduga menurut kehendaknya sendiri. “Saya melihat pemahaman akan disabilitas itu sendiri mereka tidak paham, tidak boleh tunarungu, tunanetra, tuna wicara, mereka tahu tidak sebenarnya apa itu disabilitas tubuh? Ya jelas kami selalu melihat kemampuan diri kami sendiri dan sebaiknya bebaskan semua prasyaratan itu untuk membuka pintu rekan-rekan kami yang mempunyai potensi karena pendidikan adalah hak setiap warga negara tak terkecuali kami penyandang disabilitas” katanya. (1009)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?62533

Untuk melihat artikel Pendidikan lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :