Kabari News – Dalam sebuah wawancara tanggal 10 September 1994, Rosihan Anwar menceritakan kepada Paul Gardner, mantan sekretaris politik Kedutaan Besar Amerika di Jakarta dan mantan Dubes AS di Papua New Guinea tentang rekan wartawan Amerika-nya bernama Ralph Conniston.

Ralph Conniston dalam buku 50 tahun hubungan Indonesia Amerika, merupakan sosok yang patut dikenang karena bersimpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Rasa simpatinya mendorong dia untuk pergi ke pedalaman yang dikuasai oleh kaum republiken. Tetapi malang, nasib berkata lain. Tugas jurnalistiknya terhenti saat dia hilang di dekat Cirebon. Dia tidak pernah dapat ditelusuri dan dinyatakan hilang. Lantaran pada masa itu banyak terdapat laskar rakyat di pedalaman, ada yang islam dan  ada yang komunis. Indikasi dia dibunuh olah laskar begitu kuat sebagaimana dialami oleh banyak orang Indonesia pada masa itu dan keadaannya seperti wild west disana.

Selain Ralp Conniston, ada pula seorang wartawan foto Majalah Life bernama Johnny Flora. Dalam buku Singa dan Benteng: Sejarah Hubungan Belanda Indonesia karya Rosihan Anwar, Wartawan berbadan gemuk ini selalu menjadi pusat perhatian khalayak tiap kali dia keluar dari kereta api. Saat itu dia mengunjungi kamp interniran Jepang di Malang Jawa timur yang di huni oleh orang Belanda yang belum dibebaskan.

Salah seorang Belanda itu berkata kepada Johnny Flora,”jika Belanda tidak pernah kembali untuk memerintah negeri ini lagi, saya lebih baik baik bunuh diri saja”, Dan Johnny pun menjawab, “ Kenapa tidak berbuat begitu sobat?” Rosihan Anwar dalam bukunya ini mengartikan ucapan Johhny sebagai humor hitam yang memperlihatkan perasaan Johnny di pihak bangsa Indonesia dan tidak di pihak Belanda.

Tak berbeda dengan kedua jurnalis di atas, Arnold Brackman salah satu wartawan Amerika Serikat yang lahir di New York City dan menerima gelar jurnalisme-nya dari New York University ini  memiliki masa tugas yang cukup lama di Indonesia. Lamanya bertugas membuatnya memperoleh kepercayaan penuh pemimpin-pemimpin Indonesia saat itu.

Arnold Brackman Charles yang lahir pada 6 Maret 1923 dan tutup usia pada 21 November   1983 menjadi koresponden kantor berita United Press International dan mereportase banyak topik yang terjadi di wilayah Asia. Ia kemudian dipekerjakan oleh The Christian Science Monitor dan The New York Times. Brackman tinggal di Brookfield Center, Connecticut, sebelum kematiannya.  Brackman dikenal sebagai reputasinya dari tulisan-tulisannya tentang negara-negara Asia, terutama di Asia Tenggara, dan arkeologi.  Ia juga merupakan seorang reporter di pengadilan militer Tokyo di mana para pemimpin Imperial Jepang diadili untuk kejahatan yang dilakukan selama Dunia perang II.

Rekan Amerika sezamannya melukiskan Arnold sebagai orang muda yang menarik, jujur, dengan simpati nya yang jelas terhadap kaum nasionalis Indonesia. Sifat-sifat ini membuatnya mudah diterima bagi para pemimpin republik yang memberikan kepadanya informasi mengenai kejadian yang akan tiba. Dan tentu bagi para pemimpin Indonesia mengakui Arnold dapat berguna bagi perjuangan mereka, tetapi tiada seorang pun kecuali Belanda.  Ia menikah dengan Agnes Brackman, dan pasangan itu memiliki satu anak perempuan. Pada tahun 1969 Brackman menerbitkan “The Collapse Communist In Indonesia”, sebuah deskripsi peristiwa menjelang dan setelah kudeta 1965 di Indonesia. Buku ini termasuk buku yang bernilai tinggi mengenai komunisme di Indonesia.(1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?68834

Untuk melihat artikel Serba-Serbi lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
____________________________________________

Supported by :

intero