Bergabungnya Papua ke wilayah Indonesia melalui jalan yang
berliku. Pasca Konferensi Meja Bundar 1949 yang salah satu isinya berupa
penyerahan kedaulatan atas seluruh wilayah jajahan Belanda kepada
Indonesia kecuali Irian Barat (kini Papua), baik pemerintah Indonesia
maupun Belanda melakukan berbagai upaya agar Papua masuk ke dalam
wilayah masing-masing.

Indonesia mengklaim bahwa seluruh wilayah Hindia Belanda termasuk
Papua, adalah miliknya. Sementara pihak Belanda menganggap wilayah itu
masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda.

Saling klaim kedua negara terus berlanjut, lobi dan perundingan gagal
membuat kesepatakan. Justru kedua Negara berlomba membuat bermacam
kegiatan program di Papua, meski status wilayah Papua masih dalam
pengawasan PBB sejak Desember 1950.

Pada 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan
ibukota di Soasiu di Pulau Tidore. Sementara Belanda tak sejengkal pun
ingin menyerahkan Papua kepada Indonesia.

Konflik bersenjata Indonesia lawan Belanda akhirnya dimulai. Lewat
pidato 19 Desember 1961, Soekarno mencanangkan operasi Pembebasan Irian
Barat dengan sandi operasi Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta.

Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima operasi dengan tugas
merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk
menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.

Bentrokan bersenjata terjadi hampir tujuh bulan lamanya sejak akhir tahun 1961 hingga pertengahan tahun 1962.

Pada 15 Januari 1962 terjadilah pertempuran di Laut Aru. Tiga kapal
perang Indonesia yang sedang patroli terlibat kontak senjata dengan
pasukan Angkatan Laut Belanda. Dalam pertempuran yang dikenal sebagai
Pertempuran Laut Aru itu, Komodor Yos Soedarso gugur.

Akhir konflik Indonesia Belanda

Khawatir konflik tersebut dimanfaatkan komunis, Amerika Serikat mendesak
Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah
New York Agreement pada tanggal 15 Agustus 1962.

Pokok perjanjian menyebutkan Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada PBB melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada Indonesia. Indonesia dengan bantuan PBB,
akan memberikan kesempatan bagi penduduk Papua bagian barat untuk
mengambil keputusan secara bebas melalui penentuan pendapat rakyat
(Pepera).

Penentuan Pendapat Rakyat

Pada tahun 1969, diselenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
yang diatur oleh Jenderal Sarwo Edhi Wibowo. Menurut anggota Organisasi
Papua Merdeka Moses Werror, beberapa minggu sebelum Pepera, angkatan
bersenjata Indonesia menangkap para pemimpin rakyat Papua dan mencoba
membujuk mereka dengan cara sogokan dan ancaman untuk memilih
penggabungan dengan Indonesia.

Pepera ini disaksikan oleh dua utusan PBB,
namun mereka meninggalkan Papua setelah 200 suara (dari 1054) untuk
integrasi. Hasil Pepera adalah Papua bergabung dengan Indonesia, namun
keputusan ini dicurigai oleh Organisasi Papua Merdeka dan berbagai
pengamat independen lainnya.

Walaupun demikian, Amerika Serikat, yang tidak ingin Indonesia bergabung
dengan pihak komunis Uni Soviet, mendukung hasil ini, dan Papua bagian
barat menjadi provinsi ke-26 Indonesia, dengan nama Irian Jaya.

Namun dalam perjalanannya, terlepas dari segala faktor yang
menghadang, pemerintah Indonesia ternyata gagal membawa kesejahteraan
bagi rakyat Papua. Padahal setiap tahun kekayaan bumi Papua digali tiada
henti oleh Freeport McMoran, perusahaan tambang raksasa Amerika. (yayat/sumber : wikipedia)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?36218

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Klik di sini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
_______________________________________________________________

Supported by :