KabariNews – Tidak dipungkiri, meraih prestasi adalah dengan bekerja keras. Tim Universitas Indonesia dari lintas fakultas membuktikan hal itu. Proyek penelitian mereka “Mission I[GE]MPOSSIBLE: Vibrio Espionage” di bidang Health and Medicine sukses memboyong medali emas dalam kompetisi International Genetically Engineered Machine (iGEM) 2014, sebuah ajang kompetisi biologi sintetik bergengsi diselenggarakan di MIT Boston pada 30 Oktober – 3 November lalu. Kabari: berbincang dengan tim juara yang membanggakan ini!

peserta IGEM 2014 dari seluruh negaraTahun ini merupakan kali kedua Universitas Indonesia mengikuti Lomba iGEM. Tahun lalu Tim UI ikut untuk kategori Health and Medicine dan berhasil memperoleh medali perak di iGEM Regional Jamboree di Hong Kong.

“Keikutsertaan UI di Lomba iGEM sendiri dipelopori oleh Muhammad Hanifi yang sekarang menjabat selaku President dari UI Synthetic Biology Club yang berdiri tahun ini. Hanafi yang memprakarsai kami ikut lomba ini lagi dan menjadi advisor dari Tim UI bersama beberapa tim iGEM tahun lalu yang lain seperti Wian, Taufik, Teguh, dan Danny,” kata Vanessa Geraldine, salah seorang anggota Tim UI kepada Kabari akhir November di Perpustakan Pusat UI, Depok, Jawa Barat.

“Dalam iGEM sendiri, kami tidak hanya meneliti, melainkan juga menekankan tentang pentingnya __human practice_, yaitu cara mengenalkan synthetic biology yang hingga saat ini masih asing di telinga orang. Diharapkan, masyarakat luas akan menyukai dan meminatinya. Oleh karena itu di UI sendiri sedang mengembangkan UI Synbio Club, yaitu komunitas untuk para mahasiswa peminat ilmu ini,” tambah Vanessa.

Untuk menghadapi lomba ilmiah ini, awalnya dilakukan seleksi untuk memilih anggota tim 2014. Mereka adalah Siska Yuliana (FMIPA), Anggoro Wiseso (FT), Yuda Sugiarta (FK), Etri Dian (FT), Vanessa Geraldine (FT), Diana Christina (FT), dan Robby Hertanto (FK). Kemudian, mereka melakukan brainstorming terkait ide penelitan.

Peserta IGEM dari IndonesiaDi awal mereka berencana membuat bakteri yang dapat mengakumulasi timbal. Hanya saja, mandek, karena terkendala soal gen apa yang harus dicari. Sampai suatu ketika ada salah satu anggota tim membawa ide tentang bakteri yang dapat mendegradasi biofilm dan membunuh kolera yang sifatnya akut dan vaksin. Saat ini yang ada hanya spesifik untuk strain bakteri tertentu. Proyek penelitian berlanjut dengan lingkup penelitian pada sintetik biologi.

Sintetik biologi hampir seperti rekayasa genetik, tetapi di dalam iGEM terdapat suatu database yang bersifat open source mengenai DNA yang akan digunakan, yaitu Registry of Standard Biological Parts. Misalnya, kita letakkan gen di sana dan siapa pun dapat mengambil atau menggunakannya. Sintetik biologi sifatnya multidisiplin. Untuk itu, proses penelitian melibatkan teman-teman dari lintas jurusan, seperti dari MIPA, biologi molekuler, teknik untuk meng-engineer bakteri, dan jurusan kedokteran mendalami soal klinisnya.

Peserta IGEM 2014Kompetisi yang berbeda sama sekali dari praktikum biasa yang dijalani tim di kampus. Jadi, benar-benar menguras pikiran dan tenaga seperti dinyatakan oleh Atri.

“Lomba ini bukan lomba yang kecil. Tahun ini, tidak ada lagi Regional Jamboree seperti tahun lalu, melainkan langsung digabung menjadi Giant Jamboree yang diikuti negara-negara dari seluruh dunia. Kali ini digelar di Boston.”

Tim UI meneliti beberapa bakteri patogen. Sifat bakteri, berkumpul dan membentuk koloni dan biofilm. Biofilm ini dapat menyebabkan bakteri tersebut resisten terhadap antibiotik. Mereka mengusulkan ide untuk menjawab masalah biofilm dan resistensi bakteri dengan menggunakan ilmu sintetik biologi dan rekayasa genetik.

Cara memusnahkan bakteri patogen pun dilakukan dengan cara membuat bakteri GE (Genius E.coli) yang dapat merusak daya tahan biofilm tersebut dengan mensekresikan enzim Alpha Amylase dan Nuclease. Proses pemusnahan bakteri patogen dilakukan dengan mengeskpresikan gen pengkode enzim Nuclease, Alpha Amylase dan Peptide-1018 dalam tubuh Escherichia Coli rekombinan, kemudian E.coli dapat mengeluarkan toksik berupa Cationic Peptide-1018.

Peptide-1018 yang dikeluarkan dapat menjadi toksik bagi bakteri target. Setelah misi selesai, E.coli dengan sendirinya mati karena adanya overeskpresi Peptide di dalam sel E.coli tadi. Dengan adanya safety module ini, maka akan lebih menjamin keamanan penggunaan E.coli rekombinan ini di lingkungan nantinya. Adapun bakteri patogen yang mereka teliti adalah Escherichia Coli, Vibrio cholerae, Pseudomonas aeroginosa, Klebsiella pneumonia, Bacillus Subtilis, Staphylococcus Aureus.

Bakteri E.coli tujuan utamanya adalah mendegradasi biofilmnya, yang kemudian bisa mengeluarkan Peptide yang bersifat toksik. Namun, sistem yang dibuat oleh tim UI ini tidak hanya dapat diterapkan untuk membunuh bakteri kolera, bahkan bisa mengentaskan masalah lain yang ditimbulkan oleh biofilm dalam bidang lainnya. Sebut saja, seperti kerak pada pipa, reservoir air, dan sebagainya.

TIDAK HANYA SEKADAR MEDALI

Peserta IGEM dari Indonesia

Anggota tim UI sedang selfie bersama para peserta iGEM 2014

Keberhasilan Tim UI menerima medali emas punya cerita tersendiri. Tim dibentuk dalam 11 bulan dari multidisiplin ilmu, belum kenal satu sama lain dan harus menyiapkan diri. Ini memberi pengalaman amat luar biasa bagi seluruh anggota tim. Dari belajar teamwork, nge-lab, mencari dana, bekerja sama dengan tim-tim iGEM lain, mengenalkan synthetic biology kepada orang awam, bahkan terlebih lagi, harus mengurus sendiri, dan menyiapkan perjalanan ke Amerika Serikat dari berangkat, di lokasi hingga kembali ke Tanah Air.

“Dana benar-benar jadi halangan utama. Ide besar dan bagus, tanpa disertai dana juga sulit. Terutama masih banyak perusahaan yang sangsi terhadap penelitian kami. Akibatnya, tidak mudah mencari sponsor. Tidak heran setiba di Amerika, hampir semua juri bingung kami bisa sampai di Boston. Bagaimana kami memperoleh dana untuk keberangkatan kami, belum biaya riset juga besar. Mereka tahu Indonesia negara berkembang,” urai Vanessa.

Yang lebih seru lagi, dari seluruh anggota tim, tidak atau belum pernah ada yang ke luar dari benua Asia. Begitupun kami berempat (tidak jadi bertujuh, karena keterbatasan dana) harus berangkat sendiri. Tanpa pembimbing dan pengawas. Di Amerika, ke mana-mana, mereka hanya mengandalkan google maps dan peta yang diambil di stasiun. Bersyukur, mereka tidak sampai kesasar di negeri orang. Untuk bisa bertahan, mereka benar-benar berhemat, supaya uang saku cukup untuk makan, transportasi bus dan subway yang cukup mahal.

Beda keadaannya dengan tim-tim dari negara lain. Hampir seluruhnya didampingi pembimbing dan biasanya anggota tim sangat banyak, lebih dari 20 orang, dan mengenakan seragam pula. Sementara tim UI tidak punya seragam tim. Jadi, saking banyak yang harus diurus, mereka lupa membuat seragam.

“Pengalaman berharga mengikuti lomba internasional itu, kami bisa bertukar pikiran dengan banyak tim dari negara lain, melihat proyek-proyek mereka dan saling berbagi tentang apa yang dilakukan selama setahun terakhir. Kami sempat bertemu beberapa orang Indonesia yang mewakili tim iGEM dari negara lain, seperti Taiwan dan Hong Kong, serta belajar banyak dari mereka,” lanjut Vanessa

Beruntunglah, Tim UI mendapat giliran presentasi pada hari pertama, 31 Oktober 2014 sehingga tidak jantungnya tidak berlama-lama dag-dig-dug. Mereka sangat bersyukur, meskipun persiapan untuk presentasi sangat mepet, mereka berhasil menyelesaikannya dengan baik. Untuk hari-hari selanjutnya, mereka mengisi waktu dengan melihat presentasi dan poster tim lain, serta mengikuti berbagai workshop yang ada.

Dari pengalaman mengikuti kompetisi ini, satu hal yang tak terlupakan adalah mereka memetik pengalaman luar biasa dalam bersosialisasi. “Tim kami dibentuk sejak Januari 2014, dalam 11 bulan harus mengenal dan bekerja sama untuk mengejar tujuan. Tidak mudah, karena berasal dari multidispilin ilmu yang berbeda-beda, sehingga masing-masing memiliki pendapat berbeda, dan untuk mencapai konklusi terkadang sangat sulit,” ujar tim senada.

“Ketika pengumuman pemenang dilakukan pada hari terakhir dan kami mendapatkan medali emas, wah, rasanya lega sekali. Perjuangan panjang dan kerja keras setahun rasanya langsung terbayar lunas,” ujar Vanessa lagi, “Tetapi kompetisi iGEM ini bagi kami lebih dari sekadar untuk mendapatkan medali emas. Orang-orang yang terlibat dalam kompetisi ini adalah mereka yang benar-benar ingin mengembangkan ilmu. Jadi, kami semua sama-sama ingin mengembangkan diri. Suasana kompetisi di Amerika itu sangat kekeluargaan dan meninggalkan kesan yang dalam sekali.” Tentang rencana ke depan, apakah ingin melanjutkan kuliah di negara maju?

Tim serempak mengiyakan. Mereka ingin sekali beroleh kesempatan melanjutkan pendidikan di Amerika atau negara maju lainnya. Untuk itu dibutuhkan persiapan yang super ekstra. Belum lagi sistem pendidikan yang berbeda. Di luar negeri lebih menekankan softskill, praktik, bukannya condong ke teoritis seperti di Indonesia. Mereka sadar perbedaan ini dan berusaha sungguh-sungguh meningkatkan skill ke depannya.

“Kami semua satu pikiran. Setelah menimba ilmu di luar negeri, kami tetap akan kembali ke Indonesia untuk membangun negeri tercinta. Terlepas dari kekurangan di sana-sini, kami yakin, kita semua bisa melakukan perubahan. Kemenangan di Lomba iGEM 2014 ini setidaknya menjadi awal menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Semoga kelak bergaung samgat luas! (1009)

Klik disini untuk melihat majalah digital kabari +

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?73260

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

 lincoln

 

 

 

Kabaristore150x100-2