KabariNews – Berwisata ke Bali selain jalan-jalan, berbelanja dan bersantai di pantai, sempatkanlah melihat ragam seni dan budayanya. Mendatangi tempat kerajinan, mengunjungi museum Bali atau menonton pertunjukan tari-tariannya. Sebagai satu hiburan sekaligus melestarikan kebudayaan bangsa. Salah satunya yang menarik ditonton adalah tarian Kecak di Uluwatu

TARIAN KECAK

Tari Kecak yang awalnya disebut juga dengan Monkey Dance atau Fire Dance ini merupakan hasil kreasi penari Bali, Wayan Limbak di tahun 1930-an. Wayan Limbak yang bekerja dengan pelukis Jerman Walter Spies ini mengadaptasi tari Kecak dari tari Sanghyang yaitu tarian tradisi yang bersifat religius di Bali sebagai tarian penolak bala atau wabah penyakit. Dalam tarian ini terdapat tiga unsur utama yaitu api atau asap, gending Sanghyang dan para penari. Dengan mengangkat cerita Ramayana, tarian warisan Wayan Limbak yang meninggal tahun 2003 di usia 106 tahun ini kini menjadi salah satu tarian yang sangat dikenal dunia dan menjadi tarian yang dicari saat berwisata di Bali. Selain tari Barong.

Meski tari Kecak berasal dari desa Gianyar tempat tinggal Wayan Limbak, tapi tarian ini telah dipentaskan di tempat-tempat lain di Bali. Salah satu tempat yang paling menarik untuk menonton tarian ini adalah di Uluwatu. Tari Kecak di sini ditampilkan oleh sebuah perkumpulan kelompok seni masyarakat Desa Pecatu, Denpasar, Bali. Di Uluwatu tidak hanya menyajikan keindahan pura yang dibangun di abad XI tapi juga keindahan pemandangan saat matahari tenggelam menghadap samudera hindia. Jika pernah menonton tarian Kecak di beberapa tempat lain, pasti akan menemukan sesuatu yang berbeda. Di sini tarian Kecak disuguhkan lebih menghibur dan interaktif meski
tetap berpegang pada ritual religinya.  Dengan ditampilkannya sosok kera putih, Hanoman, yang berlari-lari mendekati penonton serta obrolan dengan para penonton dalam bahasa Bali, Indonesia dan Inggris membuat tidak saja turis domestik tapi juga turis mancanegara pun terhibur.

AGAR NYAMAN MENONTON

Tarian Kecak ini disajikan setiap hari mulai jam 6 sore dan berdurasi satu jam. Kecuali hari raya Nyepi dan sehari sebelumnya. Tapi meski setiap hari tapi tak pernah sepi. Agar nyaman menonton, sebaiknya siapkan diri. Akan lebih baik jika membeli tiket sehari sebelumnya atau secara online agar menghindari mengantri saat di tempat pertunjukan. Kalau pun akhirnya memilih mengantri, datanglah lebih awal. Siapkan uang 100 ribu rupiah untuk tiket per orang dan 20 ribu rupiah untuk membayar tanda masuk dan menyewa sarung. Karena pertunjukan di dalam pura maka semua penonton diwajibkan memakai sarung.

Berhati-hatilah saat berjalan memasuki halaman pura karena kita dapat bertemu dengan kera-kera yang berkeliaran dan bergelantungan bebas di pepohonan. Jangan takut, mereka tidak akan mendekati dan mengganggu asalkan tidak ada barang-barang yang kita pakai yang mengundang mereka untuk menyerobotnya seperti topi, kacamata, anting besar atau sesuatu yang bergelantungan di badan. Keuntungan datang lebih awal, selain tidak terlalu mengantri di jalan masuk, mendapat tempat parkir, juga dapat memilih tempat duduk sambil menikmati pemandangan samudera lepas menunggu matahari tenggelam. Jika ingin duduk bersender, pilihlah tempat duduk paling belakang. Minuman air mineral dan makanan kecil macam kacang bisa kita bawa di dalam tas. Jangan lupa bawa kacamata, payung atau topi untuk menghalangi panas sebelum senja tiba. Saat selesai pertunjukan, para penari akan tampil kembali dan menyilakan jika ada penonton ingin berfoto bersama. Tahukah siapa yang paling laris diajak berfoto? Bukan Rama atau Sinta, tapi sosok kera putih yang mengundang tawa saat berinteraksi dengan penonton, Hanoman! (1004)