parade juang surabayaKabariNews – Perobekan bendera Belanda di hotel Oranje yang dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan Surabaya menjadi sebuah cerita heroik yang sampai saat ini masih tetap lestari. Dalam sekelumit sejarah, Hotel Oranje sendiri di bangun oleh keluarga Lucas Martin Sakura, asal Armenia pada tahun 1910. Namun pada tahun 1942, Jepang merebut hotel tersebut dan kemudian mengganti nama Hotel Oranje menjadi Hotel Yamato Hoteru. Seiring menyerahnya Jepang kepada sekutu Amerika, bangsa Belanda mencoba mengambil alih Surabaya dengan membonceng tentara sekutu yang akan melucuti senjata Jepang di Surabaya. Namun usaha Belanda mendapat perlawanan sengit oleh para  pejuang Surabaya. Salah satunya adalah perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato Hoteru yang menjadi rangkaian kisah sejarah di bumi Surabaya.

Serangkaian kisah sejarah yang terjadi di bumi Surabaya menjadi ilustrasi dalam Parade Juang 2016 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam rangka memperingati hari Pahlawan yang diperingati pada setiap tanggal 10 November. Parade Juang 2016 digelar pada hari Minggu, (6/11).

Parade Juang diawali dengan aksi Teatrikal pertempuran 10 November 1945 diviaduk kereta api di jalan Pahlawan Surabaya. Kemudian dilanjutkan dengan aksi Teatrikal pertempuran masih di Siola, serta perang Benteng Kedung Cowek.

“Parade Ini menempuh jarak 6 km. Dimulai dari jalan Pahlawan dan berakhir di taman Bungkul”, Kata Hery Purwadi, Kepala Seksi Seni dan Budaya Dinas Pariwisata dan Budaya Pemkot Surabaya.

Hery menambahkan,  ketiga aksi teatrikal ini di setting sedemikian rupa mirip dengan kejadian saat terjadi serangkaian pertempuran  sebagai upaya perlawanan para pejuang kemerdekaan melawan aksi penjajah di bumi Surabaya. Parade Juang 2016, diikuti peserta dari kalangan pelajar, mahasiswa, TNI, POLRI, Veteran perang, berbagai komunitas, dan masyarakat Surabaya.

Dalam aksi Parade Juang 2016, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini hadir dengan mengenakan pakaian seragam ala pejuang kemerdekaan dan ikut berjalan menempuh rute dalam Parade Juang itu.

Ada enam titik untuk aksi teatrikal yang di rekonstruksi oleh Roode Brug Seorabaia bersama renaktor (pereka ulang sejarah) dari seluruh Indonesia, yakni perang di depan gedung Siola, perang di depan gedung negara Grahadi, perang di depan monumen Bambu Runcing, di jalan Polisi Istimewa, depan SMK Santa Maria, dan terakhir atraksi perang di Taman Bungkul.

Aksi tersebut menjadi semarak, tatkala ribuan penonton berjejer di pinggir jalan sepanjang rute untuk menyaksikan parade. Tak mau kalah  dengan peserta parade, sebagian penonton ikut manganekan pakaian ala pejuang lengkap dengan atribut beserta senjatanya dan sebagaian lagi mengenakan pakaian jadul (jaman dulu) sebagai partisipasi dalam Parade Juang 2016 dan dalam memperingati hari Pahlawan. Tak kalah menarik lagi, mereka juga membawa sepeda kumbang sebagai alat transportasi dikala jaman perjuangan.

Menurut Ketua Komunitas Juang Surabaya, Hery Lenthoe mengatakan, tema besar pada parade kali ini berbeda dengan parade di tahun-tahun sebelumnya. Jika dulu  direkontruksi difokuskan pada perang dialun-alun Contong, namun, kini direkontruksi perang besar di bulan November 1945 tema yang diangkat. Yakni, perang Benteng Kedung Cowek yang selama ini belum diketahui oleh masyarakat banyak.

“Kemudian Walikota Surabaya, Tri Rismaharini akan menerima plakat kemenangan perang Surabaya dari Komunitas Roode Brug Soebaia, saat pemberangkatan dari Tugu Pahlawan setelah rekonstruksi perang Viaduk”, tutur Hery Lenthoe.

Diharapkan pada ajang aksi Parade Juang berikutnya dapat menyerap animo masyarakat sebagai aksi pengenalan sejarah perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia. (Yan-Jatim)