Perang panjang melawan terorisme belum tuntas. Osama tewas,
tapi ideologi yang dia tanamkan belumlah lumpuh. Banyak pewaris
ideologi kekerasan itu. Apalagi jika akar masalah terorisme seperti
kemiskinan, ketidakadilan, tak juga berhasil diatasi. Kondisi itu tetap
akan memicu kekerasan.

Apa yang dilakukan Amerika Serikat dan rakyatnya setelah tewasnya
Osama menimbulkan kekhawatiran akan maraknya aksi balas dendam oleh
pengikut dan simpatisan Osama.

Ada dua hal yang membuat masyarakat Islam mengurangi simpati
pascatewasnya Osama. Pertama, perlakuan terhadap jasad Osama yang tak
sesuai syariat Islam. Menurut sebagian besar umat Islam dunia, setelah
dimandikan dan disalatkan, jenazah tersebut harus dimakamkan sesuai
tata cara Islam.

Di Indonesia, setelah tewas, jasad Dr Azahari, Noordin M Top dan
Dulmatin diserahkan kepada keluarganya untuk dimakamkan. Begitu pula
dengan teroris yang dihukum mati seperti Imam Samudera dan Amrozi.
Pemakaman mereka tetap diselenggarakan sesuai tata cara Islam.

Kedua, reaksi sebagian rakyat AS yang menampakkan suka cita atas
tewasnya Osama, yang ditayangkan di layar kaca dan ditonton jutaan
pasang mata Sikap seperti itu dapat menimbulkan antipati dan
memancing aksi balas dendam.

Pertanyaan besar sekarang adalah, “makin amankah dunia dari terorisme dan kekerasan setelah ini? Bagaimana dengan Indonesia ?”

Bergeser ke Isu Lokal

Propaganda yang diperjuangkan kelompok teroris Indonesia diduga
mengalami pergeseran. Dari isu internasional ke isu lokal. Pergeseran
itu dinilai sangat efektif dalam menyebarkan, mempengaruhi, melancarkan
aksi kriminal. Hal itu juga mampu menarik para pengikut baru. Jaringan
teroris di Indonesia diduga makin berkembang dalam waktu yang singkat.

Mantan Kepala Badan Intelejen Nasional (BIN)
Hendropriyono mengemukakan, bahwa kelompok radikal yang dianggap
berbahaya dan memiliki ikatan ideologis dengan Osama adalah kelompok
fundamentalis yang beraliran Taqfiriyah. Yaitu orang yang memiliki
pemahaman dan kerap gampang mengkafirkan semua yang bukan kelompoknya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Ansyaad Mbai mengatakan penggunaan isu-isu internasional seperti
kekejaman Israel terhadap Palestina dan penindasan kafir Barat di
sejumlah negara muslim seperti Afghanistan dan Irak, dianggap propaganda
yang sudah usang. “Radikalisme di Indonesia, justru dengan mudah
berkembang dan menguat, didorong sejumlah isu lokal seperti kemaksiatan,
judi, perzinahan, korupsi dll”, katanya.

Menurutnya, contoh yang kasat mata untuk ini adalah aksi bom bunuh
diri di Cirebon. Mereka menganggap kepolisian adalah sarang maksiat
sehingga si pelaku [M. Syarif] menilai masjid Ad-Dzikra di kompleks
kepolisian itu adalah masjid kafir.

Teror bom buku yang dilakukan oleh tersangka Pepi Fernando juga
bermotif isu lokal. “Pepi menghadiahi bom buku kepada Ulil Abshar
Abdalla, seorang tokoh Islam liberal. Alasannya karena Ulil menyimpang
dari Islam. Pepi mengatakan Ulil mengakui kebenaran ada di semua agama,”
kata Mbai.

Pepi, juga mengirim bom kepada Yapto dan Ahmad Dhani, karena kedua
orang ini dianggap berdarah Yahudi. Sedangkan bom yang ditujukan kepada
Gories Mere karena tim antiteror ini senang menangkap para mujahid.

Memerangi para teroris di Indonesia, bukan hal yang mudah. “Tidak
mudah. Referensi mereka [jihadis] adalah Osama dan orang-orang yang
dianggap mereka bertempur di medan jihad. Salah satu buku bacaan Pepi
adalah karangan Abdullah Azam. Buku Osama juga ada, yakni Master Plan Al-Qaeda. Menurut Pepi, pada 2016 akan terjadi perang total antara Islam dan kekuatan Barat, “ kata Mbai.

Selain menggunakan isu-isu lokal, jaringan teroris saat ini tidak
bersifat sentralistik dan berkelompok karena mudah dipatahkan polisi.
Mereka justru telah berkembang menjadi gerakan yang tercerai-berai dan
bersifat individualistik, tapi memiliki motif ideologi yang sama dan
sebangun seperti Umar Patek, Hambali, Ali Imron dan Dul Matin.

Pendanaan tidak lagi dari Al-Qaeda


Pelaku teror domestik tidak lagi mengandalkan dana dari Timur Tengah,
khususnya dari kelompok Al-Qaeda pimpinan Osama. Kegiatan-kegiatan di
masyarakat banyak yang berpotensi dijadikan sumber pendanaan kelompok
teroris. Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang merekrut anggota baru, mencuci otak dan menarik infak dari para calon anggota sebagai sumber pendanaan.

Polisi juga sudah memperkirakan sejumlah aksi perampokan terhadap
bank dan toko emas yang terjadi beberapa bulan lalu di Indonesia
diperkirakan untuk menggalang dana guna melakukan aksi teror.

Sebelumnya, pengamat terorisme Wawan Purwanto mengatakan aksi
terorisme di Indonesia tak lagi didukung dana dari Timur Tengah,
khususnya dari kelompok Al-Qaeda. Sejak Bom Bali I pada 2002, aksi
terorisme dalam negeri praktis didanai secara swadaya oleh para teroris
dengan dibantu simpatisan mereka.
“Sekarang tidak ada lagi donasi dari Al-Qaeda. Mereka mencari sumber
dana patungan, dari simpatisan, dan teman yang simpati pada gerakan
mereka,” kata Wawan.

Apa yang harus dilakukan Indonesia? “Bersatu padu melancarkan
perlawanan dengan meningkatkan kewaspadaan, menebarkan kedamaian dan
tidak memberikan kesempatan kepada para tokoh fundamentalis untuk
menebarkan kebencian di berbagai forum dan kelembagaan sosial,” tegas
Hendropriyono.

Salah satu antisipasi aksi balas dendam pengikut Osama, Kapolri
Jenderal Pol Timor Pradopo telah mengirimkan telegram ke seluruh
wilayah, khususya tempat yang menjadi konsentrasi warga negara asing di
Indonesia, agar bersiap-siap memantau kemungkinan gerakan tersebut.

Sedangkan Pengurus Besar Nahdatul Ulama menjelaskan, langkah-langkah
yang harus ditempuh dalam membatasi ajaran radikal adalah melalui
pendekatan konsititusi. “Pendekatan sosial dan pendekatan keamanan
adalah langkah terakhir,” kata Said Agil Sirajd. Menurutnya, masyarakat
harus diingatkan kembali bahwa Indonesia dengan adat ketimurannya adalah
bangsa yang santun dan ramah, jauh dari radikalisme. (Indah)

Untuk share artikel ini klik www.kabarinews.com/?36719

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :