Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia selalu menarik disimak. Selain peristiwa dan pelaku, lokasi atau gedung-gedung tertentu juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari lika-liku proklamasi kemerdekaan RI.

Di antara banyak lokasi, gedung, atau bangunan, terdapat tiga buah gedung di Jakarta yang menjadi saksi paling ‘berdekatan’ dengan proses kemerdekaan bangsa ini.

Ketiganya adalah Gedung Joeang 45, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, dan Tugu Proklamasi. Meminjam judul antologi puisi Asrul Sani bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar, tiga gedung tersebut boleh juga disebut “Tiga Menguak Takdir”.

Sebab, gedung-gedung itu bukan saja bicara banyak tentang proses proklamasi RI, tetapi sekaligus seperti mengantar takdir kemerdekaan kepada Indonesia. Takdir yang telah lama  ditunggu-tunggu.

Ada satu lokasi lagi sebenarnya, sebuah rumah milik Djiaw Kie Siong, seorang keturunan Tionghoa, yang dipinjam para pemuda sebagai tempat ‘penyekapan’ Bung Karno dan Bung Hatta pada 16 Agustus 1945. Namun lokasinya di luar kota, di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.

Menariknya, jika kita membuat garis mengikuti titik lokasi tiga gedung tersebut, akan terbentuk segitiga imajiner. Tak ada sangkut pautnya mungkin. Tapi ini menarik, mengingat angka tiga kerap menjadi simbolisasi tertentu, seperti “Tiga Serangkai” (Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Suryaningrat), “Three Of Founding Fathers” (Soekarno, M. Hatta, Sutan Syahrir), atau propaganda Jepang “Tiga A” yang terkenal itu, dan sebagainya.

Dari tiga lokasi bersejarah tersebut, hanya dua yang masih menyisakan kisah patriotik masa  lalu. Yakni Gedung Joeang 45 dan Museum Naskah Proklamasi. Sementara rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, telah berubah menjadi Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi  Jakarta Pusat.

Sebagaimana kota Batavia masa lalu, pada dekade 40-an, tiga gedung tersebut dihubungkan dengan jalan tanah yang diratakan, belum diaspal, tapi cukup lebar. Jarak antara rumah Soekarno di Pegangsaan Timur dan rumah Laksamana Maeda (sekarang Museum Naskah Perumusan Proklamsi) sekira 500 meter. Sementara Gedung Joeang 45 lebih ke selatan lagi, dekat Tugu Pak Tani Keramat Bunder, Senen.

Menyimak kronologis sejarah terjadinya proklamasi di tiga bangunan tersebut, dapat diurutkan mula-mula dari Gedung Joeang 45 tempat dimana wacana kemerdekaan mulai bergulir. Tanpa bermaksud mengabaikan lokasi sejarah yang lain. Seperti Gedung Kramat 128 tempat para pemuda menggodok dan mengumandangkan “Sumpah Pemuda” tahun 1928.

Setelah wacana kemerdekaan bergulir kencang di sana, berikutnya adalah rumah kediaman  Laksamana Maeda, seorang petinggi militer Jepang yang sudah dianggap ‘teman’ oleh tokoh-tokoh Indonesia, di Jalan Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat.

Di sanalah naskah proklamasi dirumuskan oleh kelompok tua pimpinan Soekarno dan kelompok pemuda pimpinan Chaerul Saleh.

Usai dirumuskan, naskah kemudian diputuskan untuk dibacakan di kediaman Soekarno di Pegangsaan Timur No.56 keesokan harinya pada 17 Agustus 1945.

Urutan peristiwa tersebut menjadi begitu penting. Maka dalam berbagai upacara peringatan  proklamasi, sering diadakan napak tilas atau mengulang jejak dari Gedung Joeang 45, Museum Perumusan Naskah Proklamasi dan terakhir ke Monumen Proklamasi.

Ketiga bangunan tersebut bukan sekedar menyimpan sejarah tapi juga menyimpan romantisme tersendiri. Sejumlah peristiwa kecil terjadi ketika ‘takdir merdeka’ sedang berproses.

Ada perdebatan sengit antara Soekarno dan pemuda di kediamannya. Atau ketika bagaimana bijaksananya Laksamana Maeda yang memilih tidak ikut campur dalam rapat  penyusunan naskah proklamasi, meski rapat itu dilangsungkan di rumahnya sendiri. (yayat)

Untuk Share Artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?35250

Untuk

melihat artikel Utama lainnya, Klik

di sini

Klik

di sini
untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri
nilai dan komentar
di bawah artikel ini

________________________________________________________________

Supported by :