KabariNews – Jatuh bangun dirasakannya dalam menjalankan usaha kerajinan bersama para penyandang disabilitas.  Bermodal tekad akan keyakinan bahwa semua orang ditakdirkan memiliki kemampuan walau keterbatasan  fisik menjadi penghalang. Tiara Handycraft, bisnis usaha yang menjadi tumpuan Titik beserta para difabel pun mampu bertahan merentang waktu yang tidak sebentar.  Ya 19 tahun, memang  bukan waktu yang pendek untuk berjuang. Namun apa yang dilihat  dari kehidupan difabel di tiap perjuangan menjadi bagian dari semangatnya.  “Kekuatan mereka adalah vitamin dan obat bagi kelelahan saya  dalam berupaya” kata wanita yang pernah meraih penghargaan International Visitor Leadership Program bertajuk ‘Women and Enterpreneurship’ dari USA . Nah, bagaimana serpak terjang Titik Winarti, simak petikan wawancara kabarinews.com dengan Titik Winarti, pemilik usaha Tiara Handycraft dari Surabaya, Rabu (17/9).

Kabari:Dari yang pernah kabari tahu, Anda pernah berbicara di sidang umum PBB bagi para pengusaha Mikro. Lantas bisa diceritakan, bisnis handycraft yang didirikan bergerak dalam bidang usaha apa? dan tentu dalam membangun usahanya ini pasti banyak hambatan atau katakanlah jatuh bangun dan mengalami berbagai ujian, bisa diceritakan bagaimana melalui proses itu?

Bisnis Handicraft saya adalah Olah Textile. Dan sewaktu PBB waktu itu dalam rangka Pencanangan Tahun Keuangan Mikro. Saya terpilih diantara ± 600 pengusaha kecil di Indonesia. Programnya Internasional di 8 Negara yang telah di tentukan oleh PBB. Dan dari Nominasi 8 negara itu akhirnya Indonesia di pilih mewakili di acara sidang PBB-nya. Hambatan saya rasa umum seperti pengusaha kebanyakan. Namun yang detail dalam usaha saya  lebih sering karena sebagai usaha yang memiliki tanggung jawab secara sosial dimana tenaga kerja dan tenaga yang masih latihan adalah mereka yang Tuna Daksa maka bisa dikatakan nilai subsidi kami terhadap mereka seringkali tidak masuk akal. Inilah yang menjadikan usaha saya tidak mampu berkembang pesat bahkan lebih sering dikatakan mati enggan hidupun tak mampu.

Tetapi pekerjaan/ pesanan kami selalu ada bahkan lebih cenderung banyak,  sedangkan hasil kerja usaha kami bukan sebagai penunjang upaya bisnisnya tapi lebih sering masuk sebagai subsidi bagi keberadaan mereka di tempat kami. Tidak ada dukungan dari pihak luar. Jika bekerja dengan profesional tenaga kerja hanya butuh 1 orang sedangkan bersama mereka terwakili 2- 3 bahkan bisa lebih. Harga jual produksi kami tetap harus masuk akal di market secara umum. Nah, dapat dibayangkan beban subsidinya. Namun tetap kami syukuri bahwa Tuhan masih berkenan memberi pekerjaan pada kami bahkan sering kali melimpah ruah.

Kabari:Jadi melalui usaha itu, Anda terus berjuang dengan beban subsidi yang terbilang berat?

Inilah ujian terbesar bagi kami., mundur atau maju terus walau harus  berjuang melawan arus usaha yang umum. Kami masih terus berkomitmen melayani difabel  walau terseok-seok. Bahkan persyaratan tenaga kerja yang hadir adalah “ Kalau nggak cacat (difabel) kami tidak bisa terima sebagai tenaga kerja.” Alhamdulillah dengan inilah kami jadi lebih kuat dan lebih terlatih dalam kebertahanan  usaha kami yang sekarang sudah 19 tahun dan memang bukan waktu yang pendek untuk berjuang  namun bagi kami saat ini 19 tahun adalah waktu yang pendek dalam usaha berkembang, bertahan dan tentunya lebih bermanfaat. Kami masih punya waktu lebih panjang lagi untuk semakin bermanfaat.

keluarga besar TiaraKabari: Melalui usaha Anda yaitu Tiara Handycraft, Anda mempekerjakan atau memperdayakan penyandang disabiltas, bisa diceritakan awal mulanya seperti apa sehingga memutuskan untuk menggunakan tenaga para penyandang disabilitas?

Awal mulanya adalah wujud dari keprihatinan saya terhadap mereka dimana yang normal saja sulit untuk bisa dapat pekerjaan apalagi mereka dengan keterbatasannya tersebut. Ternyata semakin hari bisa lebih jelas penglihatan saya terhadap mereka,  dimana kehadiran diffable sejak awal di keluarganya saja sudah menjadikan pemikiran tersendiri. Sejak kecil yang seharusnya kehadirannya bisa membuat keluarga itu berbahagia ceria menyambutnya namun setelah melihat keberadaan tersebut, orang tua pastinya hanya berpikir “Bagaimana nasib anakku dengan keadaannya yang seperti ini,  bagaimana 15- 17- 20 tahun akan datang padahal harusnya ditimang-timang dengan suka cita.

Bagaimana kalau orang tua sudah tiada, jauh banget mereka membayangkan hal ini. Inilah yang menjadikan saya lebih semangat lagi karena saya pun seorang ibu pasti merasakan hal yang sama jika terkondisi sedemikian. Maka saya memutuskan berkonsekwensi bersama para difabel. Kebahagiaan tak terkira jika bisa menyaksikan para orang tua mereka ini “ jadi berkenan dengan kehendak Tuhan atas kehadiran  anak-anak diffable ini. Maha besar Allah dengan Kehendaknya.  Sayapun jadi lebih sehat karena vitamin-vitamin dari mereka-mereka ini. Apapun yang saya lihat dari kehidupan mereka di tiap perjuangannya bisa menjadi bagian dari semangat saya, kekuatan mereka adalah vitamin dan obat bagi kelelahan saya dalam berupaya.

Kabari:  Anda juga pernah meraih penghargaan International Visitor Leadership Program bertajuk ‘Women and Enterpreneurship’ dari USA, bisa diceritakan Anda bisa sampai mendapatkan pernghargaan ini?

Kalau terpilihnya saya kurang tahu sebenarnya. Ketika pihak konsulat USA survei ketempat saya pun saya belum begitu tahu tujuannya. Namun ketika dinominasikan, saya pun masih gak percaya. Tapi Alhamdulillah saya bisa merasakan kesempatan tersebut. Walau masih sering saya pertanyakan “ kok bisa ya saya diberi kesempatan tersebut. padahal kesempatan itu setara dengan kesempatan peng-gede2 di Indonesia ataupun negara lain.” Wuiiih.. jauhlah dgn keadaan saya dan jauh dari angan2 saya. Sayangnya pada saat itu saya masih belum terlalu mengerti tentang program itu sehingga baru 2 tahun setelahnya saya bisa me-real kan hasilnya.  Nyesel saya kok belum pintar saat di USA waktu itu. Wah itu adalah waktu yang sangat berharga bagi kehidupan saya, bukan karena pergi ke Luar Negerinya namun banyak hal yang bisa menjadi pembelajaran saya.

Kabari: Tentu memperkerjakan para penyandang disabilitas tentu berbeda dengan orang normal lainnya, adakah suatu kendala tertentu, misalnya dalam hal komunikasi atau lainnya?

Justru kendalanya bukan karena fisiknya tapi lebih ke mentalitasnya. Dimana keterbatasan mereka ini senantiasa menimbulkan belas kasihan  di keluarganya atau  pun linkungannya. Yang mana berdasar belas kasihan ini mereka lebih sering dapat pertolong dari orang-orang sekitarnya. Namun pertolongan ini menjadikan mereka bergantung dan bahkan cenderung malas maka nyamanlah mereka (difabel) di zona ini.  menikmati kekurangannya sebagai aset belas kasihan bukan sebagai pemicu perjuangannya. Jadi kesulitan saya yang terbesar adalah mengalahkan kemalasannya mereka.

Kabari:Lantas bagaimana dengan adaptasinya? adakah suatu hal yang Anda ajarkan kepada para penyandang disabilitas?

166432_1640966276359_1251490_nKetika mereka memutuskan keluar dari zona nyamannya, saya akan memberi apresiasi atas keberaniannya tersebut. Kita buka link-nya bersama Tiara tanpa syarat ataupun aturan yang memberatkan,  tidak di pungut biaya apapun walau mereka belum berkemampuan apapun. Biaya makan dan tinggal saya tanggung. Dia harus berupaya cocok teman, cocok tempat dan kemudian cocok sama pekerjaan dan pastilah nantinya dia harus berani mengalahkan kemalasannya.

Kabari: Bagaimana dengan hasil kreasinya menurut Anda, adakah suatu perbedaan hasil yang dikerjakan oleh para penyandang disabilitas?

Karena segmen pekerjaan saya adalah handicraft maka pengaruh perbedaannya tidak menjadikan masalah asalkan secara kualitas bisa di pertanggung jawabkan. Quality adalah bagian terpenting dari prioritas produk kami, teknik menjahit adalah andalan kami dimana dengan kemampuan teknik pada pekerjaan mereka akan merupakan produk yang memiliki kekhususan ekslusif. Secara percepatan memang mereka kalah namun ekslusif produk lah yang mampu mereka perjuangkan.

Kabari: Bagaimana menurut Anda, penyandang disabilitas adalah manusia normal selayaknya namun terkadang masih mendapatkan diskriminasi yang berujung pada hak untuk mendapatkan kerja karena keterbatasan yang dimilkinya? bagaimana menurut Anda?

Diskriminasi harus diperjuangkan bukan hanya sekedar diprotes. Di perjuangkan dengan mengkualifitaskan hidup mereka. Walau mereka dengan keterbatasan tetapi hidup dan kehidupan mereka tidak boleh terbatas. Meningkatkan kualitas skill mereka sehingga layak mereka bertanding dengan yang normal. Sehingga masyarakat pada akhirnya juga tahu dan mau mengakui dengan sendirinya bahwa para difabel itu juga punya kemampuan yang sama dengan orang normal bahkan bisa lebih lagi. Pengakuan datang secara nyata dari masyarakat bukan berdasar protes ataupun demo itu lebih baik. (1009)