Angpao atau angpau adalah
bingkisan dalam amplop merah yang berisi sejumlah uang. Biasanya
diberikan sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek. Angpao sendiri
berasal dari bahasa Hokkian yang berarti bungkusan/amplop merah. Dalam
budaya Tionghoa, warna merah pada amplop melambangkan kebaikan dan
kesejahteraan yang akhirnya akan membawa nasib baik.

Tradisi memberikan angpao sendiri bukan hanya milik tahun baru
Imlek, tetapi juga diterapkan di dalam peristiwa yang melambangkan
kegembiraan seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan
lain-lain yang bersifat suka cita.

Jumlah uang yang ada dalam amplop merah biasanya bervariasi. Untuk
acara yang bersifat suka cita, besar uang yang diberikan dalam angka
genap, sedangkan angka ganjil diberikan untuk kematian. Di dalam
tradisi Tionghoa, angka 4 berhubungan dengan ketidakberuntungan karena
pelafalan angka 4 bisa berarti “mati”, sehingga jumlah uang dalam
amplop merah tidak berisi 4. Selain angka 4, ada angka 8 yang
berhubungan dengan keberuntungan karena pelafalan angka 8 berarti
“kekayaan”. Inilah alasan kenapa uang dalam amplop angpao seringkali
berupa kelipatan 8.

Angpao yang diberikan pada tahun baru Imlek memiliki istilah khusus
yaitu “Ya Sui”, hadiah yang diberikan untuk anak-anak berkaitan dengan
pergantian umur atau pergantian tahun. “Sui” dalam “Ya Sui” berarti
umur dan memiliki lafal yang sama dengan karakter Sui lain yang berarti
bencana. Sehingga Ya Sui disimbolkan sebagai “mengusir atau
meminimalisir bencana” dengan harapan anak-anak yang mendapat Ya Sui
akan melewati satu tahun ke depan dengan aman tanpa halangan yang
berarti.

Zaman dulu, hadiah untuk anak-anak biasanya diberikan berupa manisan
atau makanan. Namun seiring perkembangan zaman, orang tua merasa lebih
mudah memberikan uang dan membiarkan anak-anak mereka memutuskan apa
yang akan mereka beli dengan uang tersebut. Penggunaan angpao untuk
membeli manisan, makanan dan barang-barang lainnya berarti membantu
peredaran uang dan perputaran roda ekonomi di Tiongkok pada masa itu.
Menurut sejarah, tradisi memberikan angpao telah ada sejak zaman
dinasti Ming dan Qing.

Dalam tradisi Tionghoa, mereka yang wajib atau berhak memberikan
angpao adalah orang yang telah menikah, karena pernikahan merupakan
pembatas antara anak-anak dan dewasa. Orang yang telah menikah dianggap
telah mapan secara ekonomi. Selain memberikan angpao kepada anak-anak,
mereka juga wajib memberikan angpao kepada orang yang dituakan.
Sedangkan bagi yang belum menikah, mereka tetap berhak menerima angpao
walaupun secara umur orang tersebut termasuk dewasa. Hal ini dilakukan
dengan harapan angpao yang diterima dari orang yang telah menikah akan
memberikan nasib baik kepada si penerima, dalam hal ini adalah jodoh.

Bila seseorang yang belum menikah ingin memberikan angpao, sebaiknya
memberikan uang tanpa amplop merah. Namun untuk saat ini tradisi
pemberian angpao tidak lagi mengikat. Zaman sekarang, para pemberi
angpao didasarkan pada kemapanan secara ekonomi. Selain itu makna
pemberian angpao bukan sekedar berapa besar uang yang diberikan,
melainkan makna dari diberikannya angpao tersebut dengan saling
mengucapkan dan memberikan harapan baik untuk satu tahun ke depan bagi
si penerima angpao.

Selain diyakini memberikan keberuntungan, angpao juga dipercaya
dapat melindungi anak-anak mereka dari gangguan kekuatan jahat (Ya Sui
Qian). Konon pada zaman dahulu ada kekuatan roh jahat bertubuh hitam
dan bertangan putih bernama Sui. Roh jahat ini selalu mendatangi warga
setiap setahun sekali dan merenggut kepala anak-anak kecil. Bila
terkena tangan Sui, anak-anak akan berteriak-teriak, berkelakuan
gelisah, dan bergumam sambil mengigau. Peristiwa ini membuat para orang
tua merasa takut dan gelisah memikirkan anak mereka.

Untuk mengusir roh jahat tersebut dilakukan dengan cara menaruh uang
dalam bungkusan kertas merah sebagai tumbal. Ajaibnya, setelah tumbal
diberikan, Sui berhenti mengganggu anak-anak yang di bawah bantalnya
diselipkan angpao. Konon ketika Sui berusaha meraih kepala sang anak,
keluar kilat cahaya dari amplop merah yang terselip di bawah bantal.
Hal itu membuat Sui ketakutan dan melarikan diri.

Tradisi inilah yang awalnya menggunakan angpao untuk mengusir roh
jahat, kemudian berkembang menjadi kebiasaan memberikan hadiah berupa
uang dalam amplop merah dengan huruf tinta emas yang dipercaya
memberikan keberuntungan pada saat tahun baru Imlek. (chika)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?34465

Untuk melihat Berita Indonesia / Sana-Sini lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :