Tujuh tahun setelah pegiat HAM Munir
dibunuh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan aparat hukumnya dianggap tidak
pernah serius mengungkap dan menangkap siapa otak di balik kasus pembunuhan
tersebut.

Ketidakseriusan pemerintah itu,
menurut istri mendiang Munir, Suciwati, antara lain terlihat dari sikap
Presiden SBY yang tidak aktif menanyakan perkembangan kasus Munir kepada aparat
hukumnya.

Ketidakseriusan pemerintah lainnya,
tambah Suci, terlihat dari sikap pemerintah yang mengurangi masa hukuman
Pollycarpus Budiharipriyanto, mantan pilot Garuda yang merupakan salah seorang
terdakwa pelaku pembunuh Munir.

Seperti tahun-tahun sebelumnya,
peringatan pembunuhan Munir kembali menitikberatkan kepada tuntutan agar
pemerintah serius mengungkap dalang pembunuh Munir. “Kalau SBY serius, dia
bisa bertanya kepada Jaksa Agung kenapa novum tidak adakenapa.  Rekaman
telepon yang sudah ditemukan polisi seharusnya menjadi bukti, tidak ada di
pengadilan?” katanya.

Hari Rabu (7/9), para pegiat
penegakan HAM serta orang-orang yang bersimpati kepada mendiang Munir menggelar
unjuk rasa di depan Istana Merdeka untuk menuntut kepedulian Presiden SBY dalam
menuntaskan kasus ini.

Pegiat HAM dan koordinator aksi ini,
Choirul Anam, menyatakan, dalam kasus Munir, tidak ada kemajuan proses hukum
yang telah dilakukan pemerintahan SBY. “Bahkan, saya mencatat ada
pelemahan,” kata Anam di depan Istana Merdeka.

Namun Kejaksaan Agung Indonesia anggap itu sudah tuntas. “Sebagaimana
Saudara-saudara sudah ketahui kasus Munir, Kejaksaan sebetulnya kalau ditanya
keseriusan, sudah sangat serius. Karena berkas perkara yang disampaikan oleh
penyidik pada Kejaksaan itu sudah tuntas. Artinya sudah dilakukan penyelesaian
kepada persidangan, sampai kita memberikan kekuatan hukum yang tetap,”
ujar Jaksa Agung Basrief Arief kepada wartawan di Kantor Kejagung, Jl Sultan
Hasanuddin kepada wartawan, Jakarta Selatan, Rabu (7/9/2011).”Jadi,
sebetulnya sudah tuntas dan kewenangan dari Kejaksaan sudah optimal,”
tegasnya.

Munir meninggal saat dalam
penerbangan Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, 7
September 2004 lalu. Rencananya, lelaki asal Kota Batu, Jawa Timur ini
melanjutkan studi di negara itu.

Otopsi yang dilakukan pihak
berwenang di Belanda atas jenazah Munir memperlihatkan adanya kandungan arsenik
yang tinggi. Muchdi PR, mantan pejabat Badan Intelijen Negara, sempat didakwa
terkait perkara pembunuhan Munir, namun kemudian dibebaskan oleh majelis hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tahun 2008 lalu.Upaya kasasi jaksa penuntut
ditolak Mahkamah Agung, yang tetap mengukuhkan pembebasan Muchdi PR.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37282

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :