Masalah Taman Yasmin, seperti tak putus. Yang mengerti
masalahnya, berkeyakinan sang Wali Kota Bogor sudah mengunci soal ini.
Yang tak terlalu paham masalah, bertambah bingung. Sebenarnya apa yang
terjadi?

Gereja Kristen Indonesia (GKI) resmi berdiri pada tahun 1988 di Jakarta. GKI kini memiliki sekitar 400 ribu Jemaat yang tersebar pada 150 gereja di Jawa, Sumatera dan beberapa gereja di luar negeri. GKI memiliki kebiasaan manamai gerejanya sesuai dengan nama wilayah atau jalan. GKI Manyar , GKI Panglima Polim, atau GKI Yasmin, karena terletak di jl Manyar, jl Panglima Polim dan di perumahan Taman Yasmin.

Sekitar awal tahun 2002, pengurus gereja GKI
Jl.Pengadilan, Bogor membeli sebidang tanah di jalan arteri menuju
perumahan Taman Yasmin Bogor Barat. Berdekatan dengan Rumah Sakit (RS)
Ibu dan Anak, Hermina. Tanah itu seluas 1750 m2 memang ditawarkan
pengembang Taman Yasmin. Harganya waktu itu adalah 300 juta rupiah.

GKI Yasmin ada, karena kebaktian di GKI
Jl. Pengadilan Bogor tak lagi bisa menampung jemaat yang beribadah.
Taman Yasmin sendiri memiliki jemaat sekitar 500 orang, cukup banyak
untuk ukuran gereja cabang. Dari jumlah itu sekitar 300 orang bertempat
tinggal di Taman Yasmin.

Pada tahun 2005, pendeta Sumantoro mendaftarkan permohonan mendirikan gereja GKI
di Taman Yasmin. Semua syarat sudah beres termasuk izin lingkungan.
Bukti sosialisasi sudah ditandatangani oleh masyarakat sekitar. Tercatat
dua kali ada sosialisasi. Pertama tahun 2002 dan kedua tahun 2003.
Sekitar 170 dan 127 orang menandatangani pernyataan tak keberatan atas
pembangunan gereja. Setelah itu ada beberapa kali sosialisasi lagi.

Surat izin mendirikan bangunan yang terletak di kecamatan Curug Mekar
itu turun pada tgl 13 Juli 2006. Ketika peletakan batu pertama untuk
gereja itu, Wali Kota Bogor, Diani Budiarto memuji ketaatan gereja untuk
menempuh prosedur yang ditetapkan, meski menghabiskan banyak waktu. “
Konstitusi kita menjamin setiap kelompok agama bebas mendirikan rumah
ibadah,” kata Diani yang sambutannya dibacakan oleh Asisten Daerah I.

Gereja pun dibangun. Panitia dan pihak gereja kembali bertemu dengan
masyarakat sekitar, terutama untuk mengetahui harapan mereka bila gereja
telah berdiri. “Antara lain mereka ingin ada balai pengobatan dan
beberpa pihak masyarakat sekitar yang bekerja untuk gereja ini,” kata
seorang pengurus gereja, Fatmawati.

Namun kelegaan panitia pembangunan tak berlangsung lama. Pada bulan
Februari 2008 Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan membekukan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) GKI
Taman Yasmin. Alasannya ada permintaan dari sebuah Organisasi Islam
kota Bogor yang tak setuju ada gereja di sana. Pejabat itu mengutip
perjanjian tertanggal 15 Februari 2006 yang menyebutkan, bahwa izin akan
batal jika di kemudian hari ada pihak yang keberatan atas pendirian
gereja.

Para pengurus gereja pun lantas menemui Wali Kota Bogor. Pada
pertemuan itu Diani sebagai Wali Kota mempersilahkan pengurus gereja
menggugat ke pengadilan. Dalam hitungan sang Wali Kota yang waktu itu
berniat mencalonkan (menjadi wali kota) lagi, pihak gereja akan
mengajukan ke pengadilan perdata. Bila itu yang ditempuh, Wali Kota
sudah menyiapkan jurus solusi; ganti rugi atau pengalihan lahan.

Namun tak disangka, para pengurus GKI sangat paham hukum. Mereka membawanya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
bukan ke Pengadilan Umum (Pidana dan Perdata) “ Saya tak pernah
menyangka mereka menggugat ke Tata Usaha Negara dan bukan ke perdata,”
kata Diani. Tahun itu juga (2008) GKI menang dan permohonan banding dan kasasi Kepala Dinas Tata Kota Bogor, ditolak.

Pejabat terkait tak putus asa dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK)
kepada MA. Selama kasus diproses di tingkat MA, Wali Kota Diani (yang
terpilih kembali pada Oktober 2008) membatalkan rekomendasi pembangunan GKI Yasmin. Pada 28 Agustus 2008, gereja pun dikunci.

Dalam kurun waktu setengah tahun itu gembok gereja pernah dibuka,
namun disegel lagi karena protes oleh Forum Komunikasi Muslim Indonesia
(Forkami). Forkami menyoal sosialisasi pada Januari 2006 , yang menurut
mereka bermasalah.

Menurut Forkami, surat itu dipalsukan oleh Munir Karta, ketua rukun
tetangga (RT) di Curug Mekar. Pada Januari 2011, Karta telah dijatuhi
hukuman 4 bulan penjara dengan dakwaan penipuan. Di pengadilan ada tiga
saksi yang menyatakan, bahwa mereka mendapat uang 100 ribu rupiah dan
menandatangani daftar hadir itu karena Karta mengatakan, bahwa itu tanda
persetujuan untuk perluasan RS Hermina.

Juru bicara GKI Yasmin, Bona Sigalingging menyangkal adanya pemalsuan surat izin. Menurutnya pemerintah kota telah menerbitkan IMB
dengan berpedoman pada sosialisasi tahun 2002 dan 2003, tanpa memakai
sosialisasi Januari 2006. “Selama empat tahun berkas itu tersimpan di
laci lurah Curug Mekar,” katanya. Sang Lurah, Agus Ateng membenarkannya.

Sebulan sebelumnya yaitu pada Desember 2010, MA memenangkan GKI Yasmin . MA juga menolak permohonan PK yang diajukan Kepala Dinas Tata Kota Bogor tentang pembekuan IMB gereja. Alih-alih menaati keputusan MA, pada 8 Maret 2011 Wali kota Diani mencabut surat pembekuan IMB GKI Yasmin. Itu berarti, IMB gereja aktif kembali, tapi tanpa pembukaan segel. Namun tiga hari kemudian datang surat lagi dari Walikota untuk pengurus GKI Yasmin yang dengan resmi mencabut IMB
gereja secara permanen. Surat itu tertanggal 11 Maret 2011. Semua surat
itu diterima oleh pengurus gereja pada hari yang sama : 14 Maret 2011.

Diani mengatakan, bahwa pembekuan tersebut adalah bukti, bahwa ia
telah menjalankan putusan MA. “Tak ada perintah hukum yang tak saya
taati,” katanya. Pencabutan surat izin, menurut dia, sesuai dengan
kewenangan kepala daerah dengan mempertimbangkan protes warga di sekitar
rumah ibadah.

Tak berhenti sampai di situ, pada bulan Maret itu juga GKI mensomasi Wali Kota Bogor atas pencabutan gereja dan memohon kepada MA untuk mengeluarkan fatwa atas pencabutan IMB. Pada Juni 2011, Hakim Agung Paulus Effendi Lotulung (MA) mengeluarkan lima poin fatwa. Poin kelima berisi saran agar GKI menggugat kembali pencabutan IMB. Tak hanya itu, Ombudsman Nasional merekomendasi agar Wali Kota Bogor melaksanakan keputusan MA.

Bagi GKI Yasmin, persoalannya menjadi lebih
pelik. Fatwa dari MA itu terbit pada 1 Juni 2011, yang berarti sudah
lewat dari masa tenggang 90 hari sejak pencabutan IMB untuk mengajukan gugatan ke PTUN. Kini, jika GKI
Yasmin kembali menggugat pencabutan itu, yang paling mungkin hanya
secara perdata. Gugatan semacam itu akan berarkhir dengan ganti rugi
yang ujungnya adalah pengalihan lokasi gereja atau tanah milik GKI itu dibeli.

Makin pelik memang. Sementara ini jemaat menggelar kebaktian di
trotoar, kadang di rumah salah satu jemaat. Setiap minggu lokasi gereja
penuh dengan polisi dan kelompok yang protes. Berbagai rundingan dan
rapat gabungan di DPR sudah dilakukan.

Tak kurang pemerintah pusat dan Presiden pun sudah menegur Wali Kota
Bogor. Namun menurut Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, pemerintah
pusat tak bisa mencampuri, karena masalah izin sepenuhnya wewenang dari
pemerintah daerah. Bagi GKI Yasmin, mungkin untuk sementara harapan mereka, pupus. (Indah/dari berbagai sumber)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?37954

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :