Gita Wiryawan Memusnakan Produk Ilegal

Gita Wiryawan memusnakan produk impor ilegal

Alih-alih ingin memutihkan kulit, Egidia (22) malah merintih. Kulit wajahnya terbakar dan melepuh setelah memakai krem pemutih yang dibelinya di pasar. Ingin menuntut pertanggungjawaban? Sulit! Karena itu produk impor liar dan tak jelas produsennya. Tak hanya kosmetika, makanan dan obat-obatan serta jamu ilegal pun marak.

Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, bersama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan pihak terkait lainnya giat memerangi masuknya produk impor secara ilegal ke pasar Tanah Air. Sudah nyata, terdapat banyak ribuan kosmetik, obat, makanan, dan bahan pembuat berbahan kimia berbahaya di pasar lokal. Tak terkecuali krem pemutih yang membuat kulit wajah Egidia rusak parah.

Semua produk temuan itu dimusnahkan. Gerakan ini dilakukan di mana saja, hingga ke semua provinsi. Dan tidak Cuma satu-dua kali dilakukan, melainkan telah sebanyak puluhan kali tindakan pemusnahan itu dilakukan. Namun, seperti jamur di musim penghujan, produk impor liar itu terus saja ada dan beredar.

Kosmetik Berbahaya

Kosmetik Ilegal

Kosmetik ilegal

Berita terakhir didapat, ribuan kosmetika yang tegolong melanggar ketentuan undang-undang. Dari penggunaan bahan berbahaya yang dapat berakibat gawat bagi kesehatan penggunanya. Kemudian, karena keberadaan kosmetik yang serupa itu, maka mereka tidak memeriksakan dan mendaftarkannya ke BPOM atau ke Kementerian Kesehatan. Kosmetika diedarkan begitu saja tanpa Notification Asean (NA) dan label BPOM.

Bahdar Hamid

T Bahdar J Hamid

“Dari 2.926 sarana yang diperiksa, terdapat 1.040 sarana tidak memenuhi ketentuan. Di antaranya tidak memiliki izin edar 633 item (42.248 buah) dan yang mengandung bahan berbahaya 52 item (2.529 buah),” demikian dijelaskan Deputi BPOM Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen, T Bahdar J Hamid, beberapa waktu lalu. “Menindaklanjuti hal itu, sejak Januari-Juni 2013, BPOM telah memberi peringatan kepada 680 sarana itu, lalu memusnahkan 44.777 kosmetik, dan merekomendasikan penutupan sementara kegiatan 6 sarana serta membawa 4 sarana ke jalur hukum.”Dibandingkan tahun lalu, memang terdapat penurunan jumlah impor kosmetik yang berbahaya itu. Namun BPOM, tambah Bahdar, akan terus mengawasi hiruk pikuk pasar kosmetik di seluruh provinsi di Tanah Air secara ketat. Pasalnya, akibat yang ditimbulkan kosmetik impor ilegal itu sangat merugikan. Terutama kandungan zat logam merkuri pada krim pemutih, hidrokuinon, dan zat pewarna tekstil rhodamin yang dapat merusak ginjal dan menimbulkan cacat permanen.”

Pada catatan BPOM, ragam kosmetik impor berbahan berbahaya zat merkuri raksa, hidrokinon, asam retinoat, dan resorsinol adalah Tabita (krim pagi, krim malam, lotion pelembut kulit), Green Aliva (krim burung walet, krim malam dan krim jerawat), Chrysant (krim pemutih ketiak, krim malam, AHA Toner No.1, AHA Toner No.2, AHA Toner No.2+), Hayfa (krim tabir surya dan krim jerawat, pagi-sore), Dr Nur Hidayat, SpKK (krim antijerawat, krim malam, krim jerawat) dan Cantik (produk pemutih dan krim bervitamin E).

Kebanyakan Dari Tiongkok Dan Negara Sahabat

Kosmetik Ilegal-1

Kosmetik Ilegal

Kosmetik impor berbahaya itu merambah hingga ke pasar tradisional di Jakarta, namun paling banyak terbesar di provinsi dekat perbatasan dengan free trade zone, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Sebut saja Pekanbaru, Aceh dan Pontianak. Bahkan di Batam, kosmetik ilegal tak berlabel BPOM itu dijual di mal-mal besar di sana, seperti di Nagoya Hill, Panbil, dan Mega Mall. Kebanyakan produk tersebut berasal dari Tiongkok, Thailand, Singapura, Korea, dan Malaysia.

Dari konsumen setempat didapat keterangan, bahwa mereka merasa kebingungan melihat begitu banyak kosmetik di toko. Dari kosmetik rias wajah dan perona mata, pewarna rambut, perawatan kulit sampai kosmetik untuk mandi. Merek jualnya pun bermacam-macam, dan sebagian memakai nama produk yang telah lama mengisi pasar kosmetikadi Tanah Air. Sebut saja, ada Gadsby Pomade, Tancho, Super Natural Herbal Crem, Advocado Creambath Emulsion, Beauty Credit dan Silky Beauty.

Bahan-bahan pembuat jamu palsu

Bahan untuk membuat jamu palsu

Repotnya, meski sudah jelas-jelas tidak memiliki dokumen dagang resmi, mereka masih berani bersikukuh kalau kosmetik itu aman. Mereka berdalih kalau kosmetik itu aman dan bagus, karena terbuat dari bahan herbal alami, seperti ginseng dan bahan yang lain.

Para penjual kosmetik itu mengaku malas mendaftarkan produknya ke BPOM. Mengapa? Karena mereka tak mau repot dengan urusan yang berbelit dan panjang. Belum lagi ngeri disuruh buang bahan-bahan tertentu pada komposisi produknya. Aneh juga, karena jelas mereka salah menggunakan bahan berbahaya seperti telah disebutkan di atas.

Menurut BPOM sendiri, kini sudah diberlakukan peraturan Harmonisasi ASEAN 2010 dalam hal tarif, yang intinya memudahkan produsen mendaftarkan produknya masuk ke Indonesia. Mereka cukup mendaftarkan produknya, tanpa melakukan pengetesan, melainkan cukup memenuhi kelengkapan dokumentasi dan data pendukungnya. Mereka sendiri yang menjamin keamanan produknya. Jadi, produk dijamin di negara pembuat, bukan negara yang dituju. Sebagai contoh, produk dibuat di Malaysia, maka penjaminnya di negara itu, bukan dari BPOM di Indonesia.

Makanan Impor

Roy Sparingga

Roy Sparingga

Selain kosmetik, yang juga marak di pasar produk ilegal adalah berbentuk makanan. Roy Sparingga, Deputi Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM, sempat mengungapkan ada 3.037 unit makanan dengan 171.887 kemasan yang masuk dalam kelompok ‘Tidak Memenuhi Ketentuan’ (TMK) dan 76% di antaranya datang dari negara ASEAN ‘Tanpa Izin Edar’ (TIE). Ini jelas melanggar UU Pangan No 7 Tahun 1996 dan PP 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan.

“Dari jumlah 3 ribuan itu, nilai ekonomisnya Rp 6,9 miliar. Yang TMK Rp 5,2 miliar. Jangan dilihat nilai nominalnya saja, tetapi juga dampak yang ditimbulkan bila makanan tersebut tidak mengantongi izin,” ujar Roy suatu ketika kepada pers. “Produk itu sebanyak 89 persen memakai jalan masuk tersebut melalui Batam, Kepulauan Riau. Terbanyak datang dari tiga negara,27 persen dari Malaysia, 22 persen dari Thailand dan 11 persen dari Singapura, disusul oleh impor dari Italia 9 persen, Jerman 8 persen, dan negara lainnya 1 persen seperti Korea dan Tiongkok.”

Adapun produk yang paling banyak beredar berupa minuman kaleng, minuman energi, cokelat dan kembang gula. Sedikit catatan, misalnya, minuman energi ini telah diteliti ternyata sangat berbahaya. Kandungan kafeinnya mencapai 80 mg, sementara standarnya hanya 50 mg. Menurut Roy lagi, cara masuknya sama halnya dengan kosmetik ilegal itu. Caranya dengan memalsukan dokumen resmi, melalui pelabuhan ‘tikus’ (pelabuhan kecil) di seluruh garis pantai di Indonesia dan menyebarkannya sedikit-sedikit.

Untuk menindak pelanggaran impor makanan tak berizin itu, BPOM menggandeng pihak-pihak terkait seperti Kementerian Pedagangan, Kementerian Pertanian, Bea Cukai, Kepolisian dan Badan Karantina. Hanya dalam praktiknya, banyak terkendala oleh situasi geografis Indonesia sehingga tak mudah mencapai daerah-daerah tersebut. Pengawasan juga dilakukan meliputi pemenuhan standar berupa pencatuman label, petunjuk penggunaan manual dan kartu jaminan dalam bahasa Indonesia pada produk kosmetik serta khusus untuk produk pangan olahan, dan kewajiban melampirkan label mutu dan gizi.

Jamu Oplosan Dan Obat Ilegal

Jamu Palsu hasil sidak BPOM

Jamu palsu hasil sidak BPOM

Jamu punya tempat tersendiri di hati masyarakat. Sayangnya, hal ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan sendiri sebanyak-banyaknya. Mereka menjual produk kesehatan berlabel ‘jamu’, padahal mengandung bahan kimia berbahaya, seperti CTM dalam dosis tinggi. Ini mereka lakukan dengan dalih untuk menekan harga produksi. Bagaimana tidak? Sebotol CTM isi 100 butir hanya Rp10 ribu.Tentu tak ada artinya dibandingkan harga rempah-rempah dengan kualitas layak konsumsi untuk jamu.

Pemerintah telah menindak mereka, tetapi sanksinya terasa sangat ringan. Denda dikenakan hanya sebesar Rp500 ribu sampai Rp 20 juta, padahal undang-undang telah mengatur, hukuman maksimal Rp1 miliar. Juga tidak ada ancaman kurungan penjara. Lemahnya sanksi yang diterapkan ini tak heran jika jamu oplosan terus saja menjamur. Yang sangat menyedihkan, masyarakat yang minum jamu ingin sehat malah sama dengan minum racun. Nyawa menjadi taruhannya.

Dani Pramono

Dani Pramono

Selain itu yang paling meresahkan adanya obat-obat tidak jelas dari luar negeri dijual bebas, tanpa ada kode BPOM dan Depkes RI. Seperti sempat dikhawatirkan oleh masyarakat di Tembilahan, Indragiri Hilir, Riau. Mereka ngeri sekaligus bingung untuk memilih obat yang aman. Di pasar bebas, mereka temukan dengan mudah obat tanpa kandungan yang jelas. Bahkan mereka menemukan kerabat mereka menjadi tergantung setelah meminum obat tertentu. Betul-betul membahayakan nyawa masyarakat.

Terkait hal itu, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Dani Pramono, mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dan teliti dalam minum jamu. Tiada kata lain dilontarkan untuk praktik impor obat dan jamu ilegal, selain meminta pemerintah untuk menindak hal ini demi keselamatan dan kesehatan masyarakat luas.

Barang Ada Karena Permintaan

Satu hal yang pasti, mengapa produk ilegal itu masih terus masuk ke Tanah Air, padahal rutin ditumpas, tentu karena adanya permintaan. Seperti hukum pasar, di mana ada permintaan (demand), maka di situ ada penyediaan barang (supply). Tak ada jalan lain, adalah membuka wawasan masyarakat agar tidak tergiur makanan, obat dan kosmetik impor yang harganya murah. Selain itu, hasil instan yang dijanjikan oleh produk itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Segala sesuatu membutuhkan proses, tidak instan.

Pemerintah wajib bertambah gencar menindak praktik ilegal impor produk berbahaya ini secara hukum. Tidak tebang pilih. Selain itu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) selaku ‘pembela’ kepentingan masyarakat sepatutnya lebih berperan nyata. Misalnya, aktif menanamkan pemahaman di benak masyarakat untuk menjadi konsumen yang kritis. Teliti barang sebelum membeli: lihat ada–tidaknya kode BPOM dan Depkes RI, tanggal kadaluarsa, dan kandungan produk. Bila tak jelas, jangan beli! Sebab, jika terjadi apa-apa tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ada baiknya lihat produk yang aman dengan membuka website BPOM di www.pom.go.id. Jadilah konsumen yang cerdas, teliti dan kritis! (1003)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?59833

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :

th_Alan180x180copy