Pahlawan penggelora emansipasi perempuan Indonesia, RA Kartini (1879-1904), telah lama tiada. Tetapi jiwa perjuangannya terus hidup hingga kini. Kaumnya pun banyak yang mengisi berbagai sektor, dari menteri hingga Presiden RI. Namun, berbagai persoalan rupanya masih terus menggayuti kaki mereka. Apakah itu? Simak kupasan kabari berikut ini.

Perempuan adalah tonggak masa depan bangsa, demikian ungkap Ibu Negara Hj Ani Bambang Yudhoyono di suatu kesempatan. Di tangan perempuan, pendidikan anak sebagai generasi masa depan pertama kali diberikan. Pendidikan keluarga pun tak luput dari peranan perempuan. Dari keluarga batih yang satu dan lainnya, kelak akan menentukan masa depan bangsa. Tidak keliru jika perempuan dilibatkan secara aktif dalam memperjuangkan program millennium development goals (MDGs) di masyarakat dunia.

“Terutama dalam menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, serta memastikan kelestarian lingkungan hidup,” ujar Ibu Negara, dan menambahkan, “Mari wujudkan Indonesia sejahtera. Kita buktikan, bahwa perempuan Indonesia adalah perempuan unggul yang mampu berkarya dan menjadi tauladan bagi masyarakat dan bangsa.”

Berkiprah di Semua Aspek Pembangunan

“Saat ini perempuan Indonesia memang telah mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk berkiprah di semua aspek pembangunan. Terbuka luas peluang untuk maju, mengembangkan diri, ikut bersaing dengan kaum pria untuk meraih kedudukan yang baik di masyarakat. Kita lihat banyak perempuan telah menduduki jabatan publik yang strategis, baik di birokrasi maupun legislatif”, kata Wien Ritola Tasmaya,SH, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A kepada Kabari.
Dijelaskannya, bahwa maju-mundurnya perempuan di Tanah Air kita, sangat tergantung pada semangat perempuan itu sendiri dalam melakukan perbaikan dan perubahan yang positif.

Yang sangat disayangkan Wien, sekian banyak perempuan yang berhasil mencapai kedudukan setara dengan kaum pria itu, tetapi mereka kurang peduli untuk mengentaskan kaumnya yang lain dari kebodohan. Sementara untuk mewujudkan kesetaraan gender, salah satu kunci utamanya adalah keluar dari kebodohan. Dengan menjadi warga yang cerdas, perempuan akan mampu bangkit dalam profesionalisme, memanfaatkan kelebihannya, sekaligus melawan ketidakadilan yang menimpa dirinya.

Sisi Buram

Menurut Wien, emansipasi boleh dikatakan tidak lagi masalah di Indonesia, terbukti dengan pencapaian yang diraih oleh sebagian perempuan. Namun realitanya, gerak perempuan secara umum masih terjepit oleh perlakuan diskriminatif akibat tradisi patriarkis. Sebut saja, masih banyak keluarga dengan perekonomian terbatas, misalnya, peluang menempuh pendidikan diberikan kepada anak laki-laki. Sementara itu, anak perempuannya dikondisikan untuk mengurus pekerjaan rumah tangga saja. Bahkan masih ada tradisi yang diampu keluarga, melarang anak perempuan mengemukakan pendapat pribadinya, dalam kondisi apa pun.

Selain itu dari peliputan media, bisa dilihat makin meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan, baik dalam pola maupun modusnya. Seolah tidak ada tempat yang aman bagi perempuan. Di dalam rumah sendiri, perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Mereka telah disakiti, tetapi tak berani melapor ke polisi, karena malu atau diancaman pelaku, yang tak lain adalah suaminya sendiri.

“Dari pantauan P2TP2A DKI Jakarta, kondisi perempuan masih begitu kuat dibayangi oleh adanya kasus KDRT, kekerasan seksual, dan posisi yang minor di masyarakat. Tak sedikit yang menjadi korban dari orang terdekatnya, baik di dalam rumah tangga, sekolah, maupun lingkungan sosial. Pada 2012 lalu, angka kekerasan seksual meningkat tajam, dari kasus perkosaan, pencabulan sampai pelecehan seksual,” ujar Wien.

Ditambahkannya, bahwa belakangan ini gejalanya yang menjadi korban kekerasan bergeser ke anak-anak dan remaja putri. Data tertinggi yang terhimpun, ada sekitar 154 kasus dan kebanyakan terjadi pada kondisi sosial ekonomi yang berkekurangan.

Bangkit Membela Hak Sebagai Perempuan

Pemerintah, dalam hal ini melalui Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menneg PP-PA) RI, Linda Amalia Sari, terus berjuang menepis bayang-bayang suram yang menggayuti keberadaan kaum perempuan di Indonesia. Inti ikhtiar itu mencapai visi pembangunan pemberdayaan perempuan, yaitu mencapai keadilan dan kesetaraan gender dalam keluarga, masyarakat berbangsa dan bernegara. Sesuatu yang jelas dan diperjuangkan.

“Untuk menolong kaum perempuan Indonesia, salah satu yang utama adalah, meningkatkan kualitas hidup mereka dan memerangi segala bentuk kebodohan. Bagaimana membuat mereka menjadi manusia yang bermartabat dan maju dalam semua aspek kehidupan, serta mampu berperan aktif dalam pergaulan nasional maupun internasional,” urai Wien lagi yang tak berhenti berjuang melalui lembaga P2TP2A yang dipimpinnya.

“Di antaranya, dengan membuat berbagai kebijakan untuk mencegah dan menangani berbagai tindak kekerasan di masyarakat. Untuk mencapainya, tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan kerja sama dengan instansi dan lembaga terkait. Di samping itu mengembangkan kemitraan yang luas sesuai amanat dan kebijakan KPP-PA RI, yaitu tentang SPM (Standar Pelayanan Minimal) pada bidang pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan,” lanjutnya.
Pada tahun-tahun mendatang, tampaknya tugas pemerintah dalam memberdayakan perempuan semakin besar bila melihat makin rumitnya permasalahan di masyarakat. Yang patut digarisbawahi adalah pentingnya mencerdaskan kaum perempuan di Indonesia, agar mereka melek akan hak-haknya sebagai perempuan. Sejauh ini memang sudah terakomodasi hak perempuan di berbagai peraturan dan perundangan. Tinggal mencerahkan pemikiran kaum perempuan akan haknya. Keluarga memberi kesempatan bersekolah kepada anak-anaknya, tanpa membedakan jenis kelamin.

Perempuan Indonesia Sumber Kekuatan

Kaum perempuan di Indonesia sesungguhnya merupakan kekuatan besar yang belum terdayagunakan dengan maksimal. Bayangkan, dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia, separuhnya adalah perempuan. Andai setengah dari jumlah perempuan tersebut berkualitas dan mampu berperan, bisa dipastikan, sumbangsih mereka terhadap masa depan Indonesia cukup cerah. Pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab dalam memberdayakan kaum perempuan ini?

Tentu di sini menjadi tanggung jawab semua pihak, dari hulu ke hilir. Dari pemerintah, yakni pemerintah pusat dan daerah, lalu terus bergulir hingga ke individu-individu anggota masyarakat. Kita semua memegang tanggung jawab bersama dalam memberdayakan kaum perempuan. Penting sekali menghidupkan hati untuk peduli dan berempati kepada sesama. Berarti, kaum perempuan yang telah berhasil menggandeng kaumnya yang masih tertinggal.

Suatu ketika,Ibu Negara, Ani Bambang Yudhoyono, menggarisbawahi tentang pentingnya kepedulian sosial (social watch) dalam ikhtiar mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Jika melihat ada sesuatu yang tak beres di lingkungan tempat tinggal, bisa berbuat sesuatu untuk menolong, sehingga dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. Bila kepedulian sosial ini dimiliki oleh individu-individu maka gaung perubahan ke arah yang lebih baik akan meluas. Dan bukan tidak mungkin kaum perempuan Indonesia akan bangkit menyongsong masa depan yang cerah bersama-sama. (1003)

Untuk share  artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?54765

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :