Penumpukan Sampah di Sungai

Pencemaran di Indonesia sudah sampai di mana? Sebuah pertanyaan miris yang memerlukan upaya serius dan kerja keras untuk menjawabnya. Kondisi Indonesia yang dalam sebuah lagu digambarkan dengan ijo royo-royo, kini kian bergeser. Berbagai masalah lingkungan terjadi di mana-mana. Polusi air, udara, tanah bahkan suara sudah menjadi santapan sehari-hari warga yang tinggal di berbagai kota di Indonesia. Sampai kapan warga Indonesia harus bertahan?

Lingkungan hidup akan seimbang jika diperlakukan sesuai dan dijaga dengan semestinya. Lingkungan akan rusak jika terjadi pengrusakan yang terjadi secara alami atau karena ulah tangan kita sendiri. Kita kerap lupa bahwa lingkungan hidup yang terawat akan menciptakan tempat tinggal yang bersih dan nyaman.

Mimpi Indah Sungai Bersih

Musik

Apa jadinya jika seorang Gubernur Jakarta ‘blusukan’ ke berbagai kali atau sungai yang membentang di ibukota? Walhasil, bukannya keindahan yang dilihat sang Gubernur namun lautan sampah di mana-mana. Memang, sudah diketahui umum bahwa kali-kali di Jakarta menjadi tempat sampah besar untuk warga kota Jakarta.

Air kali dan selokan yang kotor serta berbau tak sedap seolah menjadi hal yang biasa. Apalagi di beberapa tempat, kali pun menjadi toilet umum. Tak pelak, berbagai kotoran bercampur dengan sampah menjadi sumber penyakit. Tak hanya itu, setiap kali musim hujan pun, sang tamu banjir kerap menyambangi Jakarta. Jika sudah demikian, masyarakat lah yang akan menuai akibatnya.

Pencemaran di Ibukota ini seolah menjadi gambaran bagi berbagai daerah di Indonesia. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dari penelitian terhadap ratusan sungai di Indonesia, 75 persen sungai di Indonesia sudah tercemar berat. Sungai yang tercemar paling tinggi ada di pulau Jawa, yakni Sungai Ciliwung di Jakarta dan Sungai Citarum di Jawa Barat. Pencemaran tersebut ditinjau dari beberapa parameter pencemaran air yakni tingginya kandungan BOD, COD, total Coliform, dan Fecal Coli.

Kali Sunter, Kali Pesanggrahan, Kali Ciliwung, dan Waduk Pluit adalah beberapa kali yang kini dibenahi pemerintah provinsi DKI. Upaya gubernur yang kerap blusukan ini memberikan secercah harapan akan adanya sungai yang bersih dan nyaman. Yang terpenting adalah berkurangnya banjir di ibukota.

Udara Bersih Bebas Polusi

Polusi UdaraSalah satu penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup bersama dengan UNEP US-EPA tahun 2012 mengemukakan fakta menyedihkan. Kajian tersebut memaparkan bahwa pencemaran udara menyebabkan membengkaknya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan. Pencemaran udara pun ditengarai dapat menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Produktivitas masyarakat akan menurun disebabkan oleh timbulnya berbagai penyakit berbahaya yang bersumber dari pencemaran udara. Setelah itu kualitas hidup masyarakat pun akan menurun sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Masih dari dampak pencemaran udara di Ibukota, sebanyak 57,8% warga Jakarta pada tahun 2010 menderita beragam penyakit terkait pencemaran udara, misalnya asma, bronkopneumonia, penyakit paru obstruktif kronis atau COPD (Cronical Obstructive Pulmonary Dieses) hingga Coronary Artery Dieses. Biaya yang harus dikeluarkan untuk masalah tersebut mencapai Rp. 38,5 triliun.
Jika kondisi Jakarta dibiarkan terus seperti ini, maka pencemaranan udara di Jakarta pada tahun 2030 akan meningkat 4 kali. Mau tidak mau, pemerintah harus berupaya mengendalikan pencemaran udara dan reduksi gas rumah kaca. Tak lupa untuk menata kebijakan terkait bahan bakar bersih dan teknologi kendaraan bermotor ramah lingkungan.

Harus Diatasi Bersama

Penggunaan Kantong PlastikGubernur Jakarta yang akrab disapa Jokowi ini mengajak seluruh masyarakat Jakarta untuk mengatasi masalah kebersihan kota bersama-sama. Untuk itu, Jokowi menggandeng Slank untuk menjadi Duta kebersihan di Jakarta. Jokowi pun membuat gerakan Jakartaku Bersih. Dengan terjunnya Slank, tentu diharapkan makin banyak masyarakat yang menaruh perhatian akan isu kebersihan lingkungan.

Selain peduli akan kebersihan lingkungan di sekitar, perilaku kita sehari-hari mau tak mau harus berubah. Ternyata perilaku kita turut memberikan andil kepada pencemaran lingkungan. Perilaku tersebut misalnya seperti penggunaan kantong plastik secara berlebihan, pola konsumsi makanan yang kita santap sehari-hari dan penggunaan alat elektronika dengan freon dan pemakaian transportasi yang tidak tertata baik.

Penggunaan kantong plastik yang berlebihan berdampak buruk untuk alam. Plastik merupakan produk yang sangat sulit untuk didaur ulang. Untuk bisa hancur atau terurai dibutuhkan waktu sekitar 100 tahun. Jika dibakar pun akan akan menimbulkan berbagai zat kimia yang beracun dan mengakibatkan berbagai pernyakit yang berbahaya bagi tubuh. Jadi, dengan mengurangi penggunaan kantong plastik saja, kita sudah turut membantu menyelamatkan bumi ini.

Kemacetan

Pola konsumsi makanan kita selama ini mungkin luput dari perhatian. Dengan terbiasanya kita mengkonsumsi makanan yang berasal dari tempat lain yang jauh menyumbangkan potensi pencemaran udara dari alat transportasi. Sekitar 49,3 makanan yang didatangkan dari luar daerah dan bahkan import akan meningkatkan emisi gas karbon dan metana. Akan lain halnya jika kita terbiasa mengkonsumsi makanan asli daerah yang notabene tak memerlukan alat transportasi terlalu jauh.
Begitu juga dengan penggunaan alat transportasi pribadi yang berlebihan. Jika kita melihat di jalan, tentu terlihat jelas banyaknya alat transportasi pribadi mulai dari motor hingga mobil. Hal ini menjadi penyumbang berbagai polusi dan pencemaran. Masih belum tertatanya alat tranportasi umum yang nyaman akan membuat kondisi ini tidak akan berubah.

“Ini siapa yang mau menghentikan?” tanya Pak Jokowi menanggapi kebersihan Jakarta. Sepertinya kita semualah yang harus menjawab pertanyaan tersebut demi bumi Indonesia yang lebih bersih dan nyaman. (1008)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?59212

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :

Rosy Law