Bila berbicara soal bulutangkis di Indonesia, ingatan kita akan melayang ke Tan Joe Hok, Ang Tjin Siang, Ferry Sonnevile, Rudy Hartono (Rudy Nio), Liem Swie King atau Taufik Hidayat. Mungkin juga kita akan ingat pada Allan Budikusuma, Susi Susanti, Christian Hadinata, Icuk Sugiarto dan Tjun Tjun. Ada juga nama Markis Kido, Ivana Lie dan Ferawaty Fajrin.

Apakah hanya itu dan seputar nama-nama itu? Jawabannya ; tidak! Bulutangkis Indonesia adalah suatu rentangan waktu yang panjang, melibatkan banyak orang, banyak pihak, banyak kegembiraan dan banyak airmata.

Seberapa besar bulutangkis Indonesia?

Sampai tahun 2011, Indonesia memiliki 269 klub bulutangkis yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Hampir semua provinsi memiliki klub, meski tak semua kota memilikinya. Bali misalnya. Ada 7 kota di provinsi itu tapi hanya 3 kota yang memiliki klub bulutangkis yaitu Denpasar, Bangli dan Tabanan.

Biasanya sebuah klub dilatih oleh mantan pemain bulutangkis tingkat nasional, regional atau simpatisan yang berbakat. Sedangkan kepemilikannya bisa mantan pemain itu sendiri, simpatisan atau perusahaan/pihak yang menaruh minat pada olahraga ini.

Dari sekian banyak klub bulutangkis, Perkumpulan Bulutangkis (PB) Djarum, PB Tangkas Alfamart, PB Jaya Raya, dan Suryanaga yang terkenal. PB Djarum terletak di Kudus (untuk single) dan Jakarta (untuk ganda), Tangkas Alfamart dan Jaya Raya di Jakarta ,sedangkan PB Suryanaga di Surabaya. Di klub-klub besar itu kebanyakan para pemainnya dilirik oleh Pelatnas (Pelatihan Nasional). Dari Pelatnas mereka dilatih dan dipersiapkan menjadi pemain nasional dan internasional. Dengan kata lain, banyak pemain terkenal yang berasal dari klub-klub itu.
PB Djarum Kudus sudah menghasilkan Allan B, Ardy W, Christian, Eddy Hartono, Hariyanto dan Hastomo Arbi, Liem Swie King, Ivana Lie, Rudy Gunawan, Maria Kristin dan lain lain. Klub ini berdiri sejak 1974, berawal dari kecintaan karyawan PT Djarum berlatih bulutangkis sejak 1969. Mereka menggunakan barak (tempat buruh pabrik melinting rokok) di jalan Bitingan Lama Kudus.
Tahun 1974 klub hobi ini berkembang lebih serius untuk mencetak pemain dan dibuka untuk masyarakat umum. Didirikan resmi oleh Komisaris PT Djarum (waktu itu) Robert Budi Hartono. Saat ini PB Djarum adalah klub bulutangkis yang luar biasa besar dan memiliki dua tempat untuk latihan (di Kudus dan Jakarta) serta asrama yang memadai.

Ada klub yang jauh lebih tua dari PB Djarum, yaitu PB Tangkas (kemudian namanya menjadi PB Tangkas Alfamart). Klub yang berkedudukan di Jakarta ini pernah menghasilkan pemain-pemain internasional sekelas Ade Candra (pasangan dari Christian Hadinata), Verawaty Fajrin, Icuk Soegiarto, Joko Supriyanto, Ricky Soebagdja, Rexy Mainaky, Hendrawan, Nova Widianto , Lilyana Natsir dan Hermawan Susanto. Pemain Susi Susanti berasal dari PB Jaya Raya. Sedangkan di Surabaya, ada klub besar bernama Suryanaga Surabaya yang pernah menghasilkan pemain tunggal putra yaitu Sony Dwi Kuncoro.

Klub-klub itu secara berkala mengikuti kejuaraan-kejuaran di dalam negeri maupun luar negeri. Umumnya mereka mengikutkan pemain yunior. Pada tahun 2009 lalu misalnya mereka mengikuti turnamen kecil di daratan Eropa, Czech International 2009. Turnamen yang finalnya berlangsung pada hari yang sama dengan final Japan Open ini telah mengantarkan Indonesia merebut satu gelar juara melalui Indra Viki Okvana/Gustiani Megawati dinomor ganda campuran. Pasangan ini berhasil menundukkan seterunya Mads Conrad Petersen/Anne Skelbaek dari Denmark dengan skor 21-11, dan 21-13.

Sebuah gelar juara turnamen kecil sekelas ‘International Series’ memang tidak menggaung beritanya di Indonesia namun yang patut dicatat, bahwa mereka juara bukan dikirim oleh lembaga resmi PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia). Mereka bermain di Eropa dengan perjuangan sendiri dalam meniti karir sekaligus membawa nama Indonesia melalui klub masing-masing. Sebagian besar dari mereka bukanlah pemain yang sudah terkenal yang menarik sponsor-sponsor besar untuk membiayai tur ke luar negeri. Turnamen Czech International hanya sebuah contoh, karena banyak sekali turnamen-turnamen internasional yang diikuti oleh klub-klub.

Hal menarik dicermati adalah banyak sekali nama-nama Indonesia yang tetap berbendera Indonesia atau negara asal klub yang dibela pada turnamen-turnamen itu. Ada Wisnu Haryo putro yang membela Italia. Terdapat pula nama Rizky Kurniawan yang meskipun tetap menggunakan bendera Indonesia tetapi berpasangan dengan pemain, Alzbeta Basova di ganda campuran.

Nama-nama pemain itu adalah sebagian dari daftar pemain Indonesia yang lebih dulu berlaga baik untuk klub maupun negara Eropa. George Rimarcdi merupakan salah satu pemain Indonesia yang sukses menjadi juara nasional Swedia tahun 2006 dan Vidre Wibowo juara dua kejuaraan nasional Swedia tahun 2005.

Di negeri kincir angin, Belanda, tercatat pemain keturunan Indonesia, Dicky Palyama yang menjuarai kejurnas negeri setempat dari tahun 2005 sampai 2008. Ditambah lagi mantan bintang Indonesia yang kini berkewarganegara Belanda, Mia Audina yang juara nasional Belanda 2006. Dia telah menyumbangkan prestasi Internasional buat negara barunya termasuk medali perak Olimpiade 2004.

Perancis memiliki mantan pemain Indonesia bernama Weny Rahmawati yang menjadi juara nasional Perancis dari nomor ganda putri tahun 2005 dan 2007 serta ganda campuran 2005. Pemain-pemain Indonesia lainnya yang sempat membela negara Eropa antara lain pasangan Flandy Limpele/Eng Hian (Inggris), Darma Gunawi (Jerman), Ruben Gordown Khosadalina (Spanyol), Stenny Kusuma (Spanyol), Cynthia Tuwankota (Swiss) dan Yohannes Hogianto (Swiss). Juga Atu Rosalina yang melatih pemain-pemain di Liga Denmark dan Liga Perancis.

Bukan hanya benua Eropa saja yang tertarik menggunakan jasa pemain Indonesia. Benua Amerika terutama Amerika Serikat (AS) bahkan meraih juara dunia melalui seorang Tony Gunawan. Selain Tony yang juga maju di Olipimpiade London 2012, masih ada pemain lain yang membela negara AS diantaranya Halim Haryanto, Chandra Kowi dan Mona Santoso. Selain itu, Rudy Gunawan dan Ardy W juga bertempat tinggal di AS.

Singapura merupakan negara tetangga yang paling sering menarik pemain Indonesia. Singapura dibela pemain sekelas Ronald Susilo, Hendri Kurniawan, Hendra Saputra, Sari Shinta Mulia sampai pemain yunior, Ivannaldy Febrian. Sebenarnya pemain Indonesia yang telah memperkuat Singapura jauh lebih banyak, tetapi sebagian memilih pulang kampung karena keharusan memilih kewarganegaraan yang ditetapkan pemerintah Singapura. Padahal sebelumnya cukup dengan status permanent resident.

Sementara itu mantan pemain nasional Minarti Timur memilih melanjutkan karirnya di Pilipina, sedangkan Yohan Hadikusuma masih aktif membela Hongkong. Ada juga nama Dicky Susilo yang melatih klub San Chong di Taiwan.

Kepergian pemain-pemain Indonesia sebagian tercatat memang menunjukkan citra sebagai negara bulutangkis yang mempunyai dua sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah menunjukkan keberadaan Indonesia sebagai negara bulutangkis semakin diakui. Tetapi dari sisi negatifnya terdapat gejala pemain-pemain yunior potensial ikut dilirik negara lain yang tentunya mengurangi bibit-bibit bintang masa depan Indonesia.

Di sisi lain, banyak pemain Indonesia yang pergi keluar negeri karena dipersulit oleh negara sendiri, padahal mereka adalah pahlawan membela Indonesia dengan segenap hati mereka. Sebagian besar karena sulitnya memperoleh kewarganegaraan bagi pemain Indonesia yang keturunan Tionghoa.

Tapi, naik turunnya prestasi bulutangkis Indonesia menunjukkan, bahwa dunia bulutangkis Indonesia masih ada. Tak hanya ada, namun ada di mana-mana, meski sebagian meninggalkan negara ini dengan airmata. (1002)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?48914

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :