Di Lembaga Pemasyarakatan (LP)
Wanita Tangerang, Prita Mulyasari (32) terus menangis saat menceritakan
peristiwa yang dialaminya. Ibu dari Ananta Nugroho (3) dan Ranarya Puandida
Nugroho (1,3 tahun) itu mendekam dipenjara sejak 13 Mei 2009 dan harus rela
berpisah dengan kedua buah hatinya.

Semuanya berawal dari sebuah
e-mail yang ditulis Prita. E-mail itu berisi keluhan Prita atas layanan di
Rumah Sakit Omni Intenasional Alam Sutera, Tangerang, Banten.

Prita mengirim email tersebut ke
beberapa teman pada tanggal 15 Agustus 2008. Dalam e-mail Prita
menulis bahwa RS Omni Intenasional Alam Sutera telah berbohong dan merugikan
dirinya  selaku pasien.

Menurut Prita, RS
Omni telah membuat laporan hasil laboratorium fiktif. Prita menduga hal itu
dilakukan agar dirinya dirawat di RS tersebut.

Isi e-mail itu kemudian
oleh pihak Rumah Sakit dianggap sebagai tindakan pencemaran nama baik. RS Omni pun
menulis bantahan atas tuduhan Prita di dua surat kabar nasional pada 8 September 2008.

Dan masih berdasarkan e-mail
Prita yang beredar di mailing list itu, RS Omni lalu mengajukan tuntutan hukum atas
sangkaan pencemaran nama baik. Prita dianggap melanggar Pasal 310 Kitab
Undang-Undang hokum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik serta Pasal 27
Ayat 3 Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ancamannya, enam tahun penjara.

Pada 11 Mei 2009 turunlah putusan
Pengadilan Negeri Tangerang yang menyatakan Prita Mulyasari bersalah dan harus
mengganti kerugian immateril 100 juta kerugian materil 161 juta kepada RS Omni.

Atas putusan ini Prita mengajukan
banding yang sidangnya akan digelar pada 4 Juni mendatang.

Peristiwa yang dialami Prita ini banyak warga menganggap peristiwa ini telah mencederai hak
asasi manusia untuk mengemukakan pendapat. Anggota Komnas HAM, Mur Kholis yang
mengunjungi Prita mengatakan, “ Kalau ada persoalan hukum harus dibatasi pada
ranah perdata, bukan pidana. E-mail juga adalah salah satu sarana untuk
kebebasan mengemukakan pendapat  yang
dilindungi konstitusi dan Piagam HAM dunia.” ujar Nur Kolis.

Sementara itu ribuan dukungan dan
simpati juga diberikan oleh para aktivis blogger dunia maya kepada Prita. Saat ini
baik dalam mailing list, facebook maupun situs jejaring sosial lain, kasus ini
tengah marak didiskusikan.

Berikut e-mail yang membuat Prita
dijebloskan ke Penjara :

“Gaya
Penipuan OMNI
International Hospital
Alam Sutera Tangerang”

“Saya tidak mengatakan semua RS International seperti ini tapi saya mengalami
kejadian ini di RS Omni International.

Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB, saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala, datang ke RS. OMNI Intl dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.


Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit
saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000, saya diinformasikan dan ditangani oleh dr. Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib
rawat inap. Dr. Indah melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya
yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

Dr. Indah
menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan tapi saya meminta
referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi
dr. Indah adalah dr. Henky. Dr. Henky memeriksa kondisi saya dan saya
menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam
berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau ijin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr Henky visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?), saya kaget tapi dr. Henky terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan
berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa ijin pasien atau
keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya
sangat kuatir karena dirumah saya memiliki 2 anak yang masih batita jadi saya
lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat
sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard
Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apapun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, lebih terkesan
suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu box
lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.

Tangan kiri saya mulai membengkak, saya minta dihentikan infus dan suntikan
dan minta ketemu dengan dr. Henky namun dokter tidak datang sampai saya
dipindahkan ke ruangan.

Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39
derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa,
setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr. Henky saja.

Esoknya dr. Henky datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk
memberikan obat berupa suntikan lagi, saya tanyakan ke dokter tersebut saya
sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan
berarti bukan kena demam berdarah tapi dr. Henky tetap menjelaskan bahwa demam
berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan
kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak
napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya
berkata menunggu dr. Henky saja. Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus
padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya.

Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan
suntikan dan obat-obatan. Esoknya saya dan keluarga menuntut dr. Henky untuk ketemu dengan kami namun
janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari.

Suami dan kakak-kakak saya
menuntut penjelasan dr. Henky mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal
yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat
hidup saya belum pernah terjadi.
Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri saya. Dr, Henky tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan, dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai
kondisi saya dan meminta dr. Henky bertanggung jawab mengenai ini dari hasil
lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja.

Dr. Henky
menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan. Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat namun saya tetap tidak mau
dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis, diberikan keterangan bahwa BAB saya lancar padahal itu
kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow upnya samasekali.

Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang
181.000 bukan 27.000. Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000, kepala lab saat itu adalah dr. Mimi dan setelah saya
complaint dan marah-marah, dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab
27.000 tersebut ada di Manajemen Omni maka saya desak untuk bertemu langsung
dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan complaint tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Ogi
(customer service coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima
tersebut hanya ditulis saran bukan complaint, saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Ogi yang tidak ada service nya
sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda
terima pengajuan complaint tertulis.

Dalam kondisi sakit, saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen, atas nama
Ogi (customer service coordinator) dan dr. Grace (customer service manager) dan
diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan
saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000 makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.

Tanggapan dr. Grace yang katanya adalah penanggung jawab masalah complaint
saya ini tidak profesional samasekali. Tidak menanggapi complaint dengan baik,
dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr. Mimi
informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen dan dr.
Henky namun tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas
(Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat
tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular, menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak, kalau kena orang dewasa yang ke laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya
dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam
dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.

Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya
tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagiih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta
diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya
tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari
Omni memberikan surat
tersebut.

Saya telepon dr. Grace sebagai penanggung jawab compaint dan
diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya namun sampai
jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang kerumah saya.
Kembali saya telepon dr. Grace dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada
tanda terima atas nama Rukiah, ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan
sekali, dirumah saya tidak ada nama Rukiah, saya minta disebutkan alamat jelas
saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama.
Logikanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat
tertujunya kemana kan?

makanya saya sebut Manajemen Omni PEMBOHONG BESAR semua. Hati-hati dengan
permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang. Terutama dr. Grace dan Ogi, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard International yang RS ini cantum.

Saya bilang ke dr. Grace, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut
dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan
pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami, pihak manajemen hanya
menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai
kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181 000 dan
diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari
sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah FIKTIF dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada
suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.

Saya dirugikan secara kesehatan, mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal
mungkin tapi RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.

Ogi menyarankan saya bertemiu dengan direktur operasional RS Omni (dr. Bina)
namun saya dan suami saya terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka
dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing,benar…. tapi apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan, semoga
Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan
kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu
saat juga sakit dan membutuhkan medis, mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang
saya alami di RS Omni ini.

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan
atau dokter atau Manajemen RS Omni, tolong sampaikan ke dr. Grace, dr. Henky
dr. Mimi dan Ogi bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi
perusahaan Anda.

Saya informasikan juga dr. Henky praktek di RSCM juga, saya tidak mengatakan
RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.

salam,”

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33177

Untuk melihat Berita Indonesia / Utama lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Asuransi Kesehatan