Greenpeace memperingatkan bahwa uji coba nuklir Korea Utara baru-baru ini makin menegaskan hubungan berbahaya antara tenaga nuklir dan senjata nuklir, dan mendesak pemimpin-pemimpin ASEAN untuk meninggalkan ambisi nuklir mereka, atau membawa kawasan yang sebelumnya bebas dari senjata nuklir ini kepada resiko bahaya pengembangan senjata nuklir.

Desakan ini muncul di tengah-tengah kutukan dunia internasional kepada Korea Utara yang melakukan uji coba nuklir di awal pekan ini.

Menurut laporan, Korea Utara sudah mulai melakukan pemrosesan kembali tabung bahan bakar nuklir bekas untuk mengambil plutonium yang dibutuhkan untuk membuat senjata.

Korea Utara punya banyak fasilitas nuklir, mulai dari rantai keseluruhan bahan bakar nuklir, termasuk fasilitas pengayaan dan pemrosesan kembali yang digunakan untuk memisahkan plutonium dari uranium yang telah terpakai.

Diperkirakan, cadangan plutonium negara ini cukup untuk memproduksi setengah lusin bom nuklir.

“Tenaga nuklir dan senjata nuklir adalah dua sisi pada koin yang sama. Keduanya berhubungan sangat erat dan batas yang memisahkannya sangat mudah untuk diseberangi. Pengembangan senjata menakutkan Korea Utara ini mutlak harus menjadi peringatan bagi komunitas ASEAN bahwa pengembangan tenaga nuklir akan sangat potensial memunculkan negara yang punya senjata nuklir,” ujar Tessa de Ryck, Jurukampanye Nuklir Regional Asia Tenggara.

Negara-negara ASEAN memang telah melontarkan rencana ambisius untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir, dimana beberapa negara seperti Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Myanmar secara serius sedang mempertimbangkan untuk mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir dalam waktu dekat.

Padahal, 10 negara anggota ASEAN telah mendeklarasikan kawasan ini sebaga zona bebas senjata nuklir pada Bangkok Treaty 1995.

Uji coba Korea Utara telah menunjukkan, bahwa bila pembangkit
tenaga nuklir sudah ada, maka akan sangat sulit membatasi pengembangan senjata nuklir.

Makin meningkatnya cadangan plutonium yang digunakan untuk kepentingan sipil menimbulkan kekhawatiran yang makin memuncak. Pembangkit listrik tenaga nuklir standar memproduksi sekitar 20 ton limbah yang mengandung radioaktif tinggi per tahun, dimana satu persen diantaranya adalah plutonium. Mengingat bahwa hanya lima kilogram plutonium bekas reaktor sudah cukup untuk membuat satu kepala bom nuklir (bom yang digunakan untuk menghancurkan Nagasaki pada 1945 dimana 50.000 orang tewas mengandung 6, 1 plutonium) maka banyaknya cadangan plutonium tentu menjadi puncak kekhawatiran.

Diperkirakan, rencana pembangunan pembangkit tenaga Nuklir di seluruh negara-negara ASEAN akan mampu memproduksi hingga 200 bom nuklir per tahun. Selain itu fasilitas nuklir yang memerlukan pengamanan sangat ketat akan menjadi target dari serangan grup teroris dan ekstrimis.

“Uji coba senjata nuklir Korea Utara bisa memicu dimulainya lomba mengembangkan senjata nuklir di kawasan itu, yang akan mempengaruhi Asia Tenggara juga. Ini adalah arah yang sangat berbahaya. Asia Tenggara saat ini berada dalam posisi yang strategis untuk menjadikan kawasan ini bebas tenaga nuklir, termasuk resiko keamanan dan ekonomi, disamping ancaman kemungkinan pengembangan senjata nuklir. ASEAN harus memberi contoh dengan meninggalkan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, dan fokus pada efisiensi energi dan pengembangan energi terbarukan yang sudah terbukti bisa menjadi solusi,”de Ryck menutup percakapan.seperti dikutip siaran pers Greenpeace  yang diterima redaksi.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33155

Untuk melihat Berita Indonesia / Utama lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket