Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa utang besar bukanlah
bencana,  disesalkan banyak kalangan.  Sri Mulyani mengatakan, posisi utang Indonesia
memang bertambah namun rasio utang setiap tahun terus mengecil.

“Utang
memang bertambah, tapi GDP (Growth Domestic Product) juga bertambah,
rasio utang yang semula 89 persen turun menjadi 32 persen,” ujar Sri
Mulyani Indrawati, di Jakarta, Minggu (14/6).

Sri Mulyani menambahkan rasio ini lebih baik dibanding Turki dan Filipina,
bahkan dibanding dengan negara lain yang memiliki investment grade credit rating seperti Brazil dan Italia. “Negara seperti  Amerika Serikat, Jepang  bahkan Inggris sekalipun, punya jumlah utang
yang besar dan GDP mereka rendah, tapi NGO di Jepang enggak ada yang
marah-marah, padahal rasio utang mereka besar. Kalau di Indonesia walau rasio
hutang meningkat, tetap saja NGO marah-marah,” tuturnya.

Jepang misalnya kata Sri Mulyani,  rasio utangnya melonjak 30 persen pada periode
2003-2008. Sedangkan Inggris, rasio utangnya PDB meningkat 12 persen dan
Amerika Serikat naik 10 persen terhadap PDB.

Dari tahun 2003 ke 2008, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik
bruto atau PDB memang turun 30 persen. Hal ini menunjukkan ketergantungan Indonesia
pada utang untuk menggerakkan perekonomian semakin rendah.

Namun demikian, pernyataan Sri Mulyani tersebut dinilai beberapa kalangan
terkesan naïf dan mengentengkan utang Indonesia yang setiap tahun
meningkat.

Posisi utang luar negeri Indonesia
di penghujung pemerintahan SBY adalah 149,47 miliar dollar AS. Jumlah ini naik sebesar
 8,61 miliar dollar AS dimana pada posisi
utang Indonesia tahun 2004 sebesar 139,86 miliar dollar AS.

Beban Utang

Dengan jumlah utang yang sedemikian besar itu, maka menurut koalisi Koalisi
Anti Utang (KAU) dalam rilisnya, menyatakan bahwa, “Setiap penduduk Indonesia harus
terbebani dengan Rp 7 juta. Selain itu besarnya pembayaran utang tiap tahun
hampir   sama dengan 3 kali anggaran pendidikan, 11 kali anggaran
kesehatan dan 33 kali dari anggaran perumahan dan fasilitas umum,” ujar Yuyun
Harmono, Program Officer Sekretariat Nasional Koalisi Anti Utang (KAU) dalam
rilisnya, Senin (15/6).

Yuyun mengatakan penyataan Menkeu mencederai kenyataan bahwa utang Indonesia sudah
sangat membebani rakyat.

Yuyun juga manambahkan, meskipun terjadi penurunan rasio utang terhadap PDB
sebesar 54 persen tahun 2004 menjadi 32 persen ditahun 2009 namun, kajian dari
Komite Penghapusan Utang Negara Selatan (Committee for Abolition Third
World Debt
) utang jangka panjang (Long Term Public Debt)
pemerintah Indonesia mencapai 67 miliar dollar AS (2007).

Dan Yuyun menyayangkan bahwa ada semacam upaya justifikasi pemerintah bahwa
peningkatan utang adalah sesuatu yang wajar, “Ini sungguh menyesatkan.” kata Yuyun.

Terkait laporan dari Komite Penghapusan Utang Negara Selatan (Committee
for Abolition Third World Debt
) tentang Long Term Public Debt
pemerintah Indonesia, Yuyun mengatakan posisi tersebut menempatkan Indonesia menduduki
posisi 4 besar setelah Meksiko, Brazil dan Turki. “Bahkan diantara negara-negara
di Asia Tenggara yang lain utang jangka panjang   Indonesia masih yang paling besar. “jelasnya.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?33228

Untuk melihat Berita Indonesia / Utama lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Photobucket