KabariNews – Kesempurnaan fisik bukan menjadi ukuran untuk peduli terhadap sesama, Namun, diukur dari ketulusan hati ketika tergugah untuk peduli. Sebenarnya, ketulusan hati pun tidak boleh ditimbang, seberapa besar ketulusan untuk peduli. Yang terpenting adalah niat yang besar yang berujung pada ketulusan untuk peduli.

Ketika niat  yang tulus itu terbangun dari penyandang cacat akan berbeda maknanya. Karena orang normal ketika peduli terhadap orang cacat sudah wajar. Namun, ketika penyandang cacat memiliki kepedulian terhadap sesamanya (penyandang cacat-red) akan memiliki arti tersendiri, apa lagi ketika penyandang cacat memiliki kepedulian terhadap orang yang normal, menjadi hal yang luar biasa. Alangkah bijaksana jika hal itu tidak perlu dibeda-bedakan lagi.

Terinpirasi dari dirinya sendiri sewaktu buang hajat mengalami kesulitan karena Sapto Yuli Isminarti atau yang akrab di panggil Yuli, memiliki fisik yang tidak sempurna. Ia mengalami cacat fisik sejak lahir dengan kaki sebelah kiri lebih kecil dari kaki kanannya. Untuk jongkok terlalu lama, Yuli akan merasakan sakit pada kaki sebelah kanan. Karena semua beban tubuhnya akan tertumpu pada kakinya yang sebelah kanan. Apa lagi saat ia buang air besar.

Hal itu sebenarnya dirasakan sejak lama oleh Yuli, namun karena keterbatasannya keinginannya memiliki kloset khusus untuk dirinya belum bisa terpenuhi.

“Saya penyandang cacat kaki yang sudah lama sekali punya masalah kalau ke kamar mandi. Bahkan saya sering menahan ke kamar mandi, karena kamar mandinya kurang akses atau kurang pas”, tutur Yuli ketika di temui Kabari, Minggu (06/08).

Itu terus dialami oleh Yuli, Sering Yuli merasa kesulitan jika bepergian. Karena kebanyakan di area publik akses toilet diperuntukkan bagi yang normal dan sarana Kloset nya menggunakan kloset jongkok.

“Bahkan kalau airnya kurang, saya merasa kesulitan”, imbuh Yuli.

Wanita kelahiran Madiun, Jawa Timur ini, terus berjuang, berusaha untuk memenuhi keinginan dirinya dan teman-temannya sesama penyandang cacat. Menurutnya, apa yang dirasakan oleh dirinya, juga dirasakan oleh penyandang cacat lainnya, terutama penyandang cacat kaki. Kesulitan yang dialami Yuli tidak pernah ia tampakkan kepada orang lain. Bahwa penyandang cacat itu sebenarnya kesulitan untuk ke kamar mandi.

“Bahkan suami saya sendiri yang setiap hari bersama-sama tidak tahu, kalau saya istrinya waktu di kamar mandi itu sulit”, ungkap Yuli.

Apa lagi ketika dirinya sedang sakit, ia merasakan betul betapa susahnya untuk buang air besar. Ia pun berpikir, jika dirinya yang memiliki satu cacat kaki saja mengalami kesulitan, apa lagi teman-temannya yang memiliki cacat fisik lebih parah dari dirinya.

Selama ini, kata Yuli. Dirinya dan teman-temannya tidak pernah berkeluh kesah tentang kesulitannya. Namun, menjadi momok bagi Yuli dan penyandang cacat lainnya jika merasakan ingin buang air besar. Seolah-olah pergi ke toilet adalah sebuah tragedi yang harus ditemui terus.

Yuli menceritakan ketika dirinya sakit dan sewaktu berada di kamar mandi, teringat dengan seorang dokter yang mempunyai program WC4ALL yang merupakan gerakan swadaya sejuta jamban untuk Indonesia.

“Karena saya kenal, saya meminta bantuan ke dokter”, kata Yuli

Wanita 44 tahun ini mempunyai misi, dirinya dan penyandang cacat yang lain ingin terbebas dari kesulitan yang selama ini mereka alami. Penyandang cacat tidak takut lagi ke toilet.

Keinginan Yuli pun direspon dengan baik, Yuli diminta untuk datang ke Semarang, Jawa Tengah. Dengan hati senang Yuli bersama suaminya berangkat ke Semarang dan menceritakan misinya.

Apa yang menjadi misi Yuli membuat sang dokter terkejut dan bangga, karena selama ini tidak pernah terpikir oleh dokter untuk membuat jamban bagi penyandang cacat. Apa lagi, dokter memahami kesulitan yang dialami penyandang cacat ketika Yuli dan Mujiono (penyandang cacat-red) memperagakan tingkat kesulitan jika ingin buang air besar.

Seketika itu, Yuli pun langsung diangkat menjadi pelopor jamban orang cacat untuk seluruh Indonesia dan di percaya sebagai penanggung jawab untuk merealisasikan program jamban orang cacat di seluruh Indonesia. Secara pribadi, sang dokter akan membantu misi Yuli dalam merealisasikan program Jamban orang cacat.

Akhirnya Yuli pulang ke Malang dengan hati senang, karena misinya direspon begitu cepat oleh dokter. Bahkan ketika pulang ke Malang, dokter memberikan beberapa kloset duduk bekas untuk dirinya dan teman-temannya.

“Saya ingin membuat program WC4ALL Difabel, agar penyandang cacat tidak susah di kamar mandi”, harap Yuli.

Niat Yuli untuk membantu sesamanya mulai terwujud. Ia bersama suaminya membentuk tim yang terdiri dari penyandang cacat dan orang normal. Konsep pun dibuat untuk merealisasikan WC4ALL Difabel. Yuli bersama timnya mendatangi kediaman penyandang cacat guna mendata sekaligus survey untuk menentukan rencana selanjutnya. Karena dimungkinkan setiap penyandang cacat kondisinya berbeda dan disesuaikan dengan kondisi cacatnya. Dari mulai bangunan, akses ke toilet, posisi kloset, dan instalasi air agar terasa nyaman.

“WC-nya akan dibuat sesuai dengan kecacatannya, karena kami tidak sama cacatnya”, jelas Yuli.

Seperti juga Yuli, Juwadi salah seorang penyandang cacat asal Desa Wonorejo. Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang  yang mendapat bantuan program WC4ALL Difabel mengungkapkan kegembiraannya. Dimana jika dirinya ingin buang air besar harus pergi ke sungai yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya.

“Saya sangat senang mendapat bantuan program WC ini.  Karena aku setiap harinya kesulitan ke sungai. Aku sangat bersyukur”, tutur Juwadi saat ditemui Kabari di rumah Yuli.

Juwadi memang sengaja diundang oleh Yuli untuk mencoba kloset yang akan diterimanya. Juwadi yang selama ini bekerja sebagai seorang pengrajin alat-alat dapur, harus bersusah payah untuk buang air besar. Apa lagi jika musim penghujan.

Bagi penyandang cacat kesulitan yang terbesar ketika mereka akan ke toilet. Soal hinaan dan omongan orang yang menyinggung perasaan, itu sudah hal biasa. Namun ketika mereka dihadapkan pada masalah buang hajat, akan jadi masalah.

Yuli berharap agar program WC4ALL Difabel bisa terus berjalan dan membuka bagi siapa saja yang ingin membantu, terutama kloset duduk bekas. Bantuan bisa disalurkan langsung ke alamat Yuli, Jl. Bumi Kresna no. 23 Kaveling Bumi Kresna RT. 5 RW. 4 Wendit Barat Desa Mangliawan Kecamatan Pakis Kabupaten Malang, Jawa Timur atau menghubungi Yuli di nomor 081357551209. (Kabari 1003/foto&video )