KabariNews – Febriana Firdaus, wanita kelahiran Jember, 21 Februari 1983 adalah  jurnalis yang memiliki keberanian. Febri panggilan akrabnya meliput beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

Sejak tahun 2007, ia memulai karir jurnalis di Jawa Pos,  lalu grup Femina, berlanjut di Tempo, dan kantor berita Rappler asal Filipina.

Alumni Universitas Airlangga ini baru saja menerima penghargaan dari Oktovianus Pogau. Penghargaan ini diambil dari nama seorang jurnalis dari Papua yang dikenal sangat berani untuk menulis tentang hak- hak asasi manusia di Papua.

“Saya pribadi menganggap diri saya belum sejajar dengan Oktovianus Pogau karena tentu saja daerah lokasi dari liputan Okto ada di Papua dan itu merupakan lokasi tersulit untuk peliputan hak –  hak asasi manusia, sedangkan saya masih disekitar di luar Papua, terutama di Jakarta, “ jelas Febri saat wawancara bersama Kabari di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Ragam hal telah ditulis Febri. Mulai dari mewawancarai tokoh Papua terkenal yakni Filep Karma, lalu meliput demontrasi Papua di Bundaran HI Jakarta, dan menulis profil seorang pahlawan pasar mama yaitu Rojid. Hal lain yang ditulis Febri adalah beberapa kasus yang menyangkut kaum minoritas. Mulai kaum Syi’ah, Gerakan Fajat Nusantara (Gafatar), dan GKI  Yasmin yang dilarang beribadah.

Kasus-kasus lain yang menarik minatnya adalah pembantaian massal G 30 S PKI tahun 1965 dan Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT).

“Saya belajar dari tragedi itu, saya pribadi merasa penasaran dengan apa sih yang terjadi pada tahun 1965. Akhirnya saya banyak berbincang dengan banyak sumber dan menulis tentang pelurusan sejarah 1965, “  ujar Febri.

Mengenai isu LGBT, masyarakat terbelah menjadi dua yaitu  bersimpati pada LGBT danlainnya yang sangat anti LGBT.

“ Jadi saat itu saya mengambil posisi menulis artikel – artikel yang mengedukasi masyarakat tentang apakah LGBT itu benar – benar penyakit  dan siapa LGBT. Bagaimana sebenarnya posisi LGBT di Indonesia bahkan sebelum kemerdekaan. Karena ternyata dibeberapa budaya orang Indonesia asli itu ada cerita atau kisah tentang komunitas LGBT ini, “ ungkap Febri. (Kabari1008/foto&video:1008)