Cindy Caroline Lim bercita-cita menjadi seorang perancang busana. Mimpinya itu bahkan sudah dipendam sejak masih di bangku sekolah dasar. Mendapat dukungan penuh dari kedua orang tuanya Caroline pun semakin mantap menekuni bidang fashion. Dan akhirnya memutuskan untuk menuntut ilmu di Raffles Design Institute, Singapore dan menyelesaikan program sarjana Jakarta Fashion Week-nya.

Tahun 2014 Caroline mulai mencari peluang di bidang fashion. Berpegang pada visinya ingin menggambarkan wanita berkelas dan ‘innocent’, Caroline terus mengasah bakat dan mengumpulkan pengalaman dari lingkungan sekitarnya. Kesempatan yang dinantikan pun tercapai, tahun 2017 ini, Caroline berhasil berpartisipasi dalam ajang fashion bergengsi.

Gaun menjadi pilihannya untuk menumpahkan kreativitas. Pada Kabari perempuan berusia 24 tahun itu bercerita tentang inspirasi dan bagaimana awalnya ia menyukai dunia mode. Caroline mengaku pertama kali terinspirasi membuat gaun dari melihat majalah mode yang ada di rumahnya. “Saya mengimajinasikan gaun-gaun itu pertama kali dipakai oleh saya,” tutur Caroline. “Sejak saat itu saya mulai untuk coba menggambar, lalu akhirnya jadi hobi yang saya tekuni sampai sekarang,“ imbuhnya saat ditemui Kabari di ruang kerjanya di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Setelah melalui proses panjang dengan tantangan yang tak mudah, tentu Caroline bangga bisa terlibat bahkan dipercaya untuk mengikuti ajang mode berkelas di Indonesia, Jakarta Fashion Week 2018. Yang mengesankan lagi, ini menjadi pengalaman perdananya sebagai pemula dalam dunia fashion.

Keinginan untuk melestarikan keindahan adalah inspirasi Caroline Lim. Desainer brand fashion Cherryn Lim ingin melakukan restorasi fashion yaitu pengembalian atau pemulihan ke keadaan semula. Hal ini ditampilkan dalam peragaan busana bertajuk ‘The Resoration Wedding Dress’ pada ajang mode bergengsi Jakarta Fashion Week 2018, Oktober lalu di Senayan City Jakarta. “Saya show di JFW 2018, mengangkat tema testorasi. Ada 30 gaun yang saya tampilkan beserta bridal” paparnya.

Dalam show tersebut, Caroline Lim ingin menceritakan keindahan dunia yang harus dikembalikan sebelum masa penciptaan. Konsep ini dituangkan dalam detail teratur di setiap helai kain evening grown dan bridal yang menjadi ciri khas Cherryn Lim. Tentunya, brand fashion ini tidak melupakan detail payet bernuansa feminim sebagai signature style-nya.

Semua koleksinya terasa moderen dan classy, terdiri dari 25 koleksi gaun malam dan 5 gaun pengantin yang menjadi highlight dalam show tersebut. Kesan romantis, suci, dan keanggunan seorang wanita terlukis dalam setiap desainnya. Uniknya lagi, Caroline Lim menambahkan cerita di balik warna-warna yang dipilih untuk koleksinya.

Warna ice blue menggambarkan keindahan langit. Emas melambangkan Tuhan sebagai pencipta serta putih lambang kesucian. Pink dengan sentuhan embroidery berarti alam. Warna nude merepresentasikan manusia dan merah sebagai darah. Caroline Lim juga menambahkan glittery effect untuk menambahkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Restorasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula. Maka dari itu, Caroline memutuskan untuk menceritakan bagiamana seharusnya keindahan dunia itu kembali pada masa penciptaan lewat setiap detail yang teratur di dalam setiap helai gaunnya.
“Tema dari inspirasi saya sebenarnya adalah permulaan awal dunia di ciptakan sehingga membuat saya ingin kembali lagi atau nostalgia kepada awal permulaan dunia diciptakan yaitu dengan segala makhluk yang ada,“ terang Caroline.

Dalam show-nya di JFW Caroline ingin memberikan pesan kepada penonton dan juga pemakai busananya. “Ketika Tuhan menciptakan semuanya di dalam harmonis, dan ketika sang pencipta itu sendiri berada dekat dengan kita,“ cerita Caroline penuh bangga.

Wanita berparas cantik ini berangan ingin memberikan pengaruh pada industri fashion di Tanah Air. “Saya ingin menampilkan sesuatu yang berbeda di dalam negeri yaitu dengan menampilkan gaun yang elegan untuk wanita-wanita Indonesia yang juga saya percaya menganut tradisi, yang pasti tetap sopan,“ tutup Caroline.