KabariNews – Jajanan ini terkenal dari Sabang sampai Merauke. Namanya pun beragam. Ada yang menyebut Rambut Nenek, Gulali atau pun Arumanis. Warnanya pun beragam. Ada yang merah muda, putih hingga hijau.

Berdasarkan literasi yang dihimpun KabariNews, tempo dulu ada 4 macam jenis Gulali yang memiliki aneka macam bentuk dan warna. Pertama, Gulali Jawa. Gulali Jawa menggunakan bahan gula merah sebagai bahan utamanya yang kemudian dicampur dengan kacang tanah. Gulali Jawa memiliki rasa yang manis dan gurih dengan sensasi rasa kacangnya yang membuat kita tak ingin membagikan kepada orang lain. Kedua, Gulali colek. Gulali Colek berbahan sama dengan Gulali Jawa, namun perbedaan ada pada penyajian. Gulali Colek ini bertekstur lentur dan kenyal, dan disajikan menggunakan piring kecil dan dalam kondisi basah  kemudian ditaburi kacang yang telah dihaluskan sebagai topping.

Ketiga, Gulali Cetak. Gulali Cetak menggunakan bahan gula pasir yang diberi warna merah atau hijau dengan menggunakan bahan pewarna makanan. Cara membuatnya dicetak dengan mengunakan cetakan yang berbentuk binatang atau tanaman bunga. Yang terakhir, Rambut Nenek. Rambut Nenek sampai saat ini masih bertahan dan disukai.

Cara pengolahan Rambut Nenek ini mengunakan bahan utama gula pasir dan tepung terigu yang dicampur dengan bahan pewarna makanan. Teknik membuatnya pun sederhana. Pada umumnya, para penjual Rambut Nenek di Kota Surabaya memanfaatkan sepeda sepeda motor sebagai alat transportasinya dan menggunakan dinamo yang digerakan oleh baterai aki (accu) sebagai alat untuk membuatnya.

Kabari bertemu dengan penjual Rambut Nenek di Taman Budaya Jawa Timur. Namanya Abdul Karim. Pria berusia 41 tahun ini telah berdagang Rambut Nenek selama 10 tahun. Warga Jalan Kebangsren III kota Surabaya ini, berkeliling berjualan dengan menggunakan sepeda kayu sebagai alat transportasi sekaligus sebagai alat untuk membuat Rambut Nenek. Rantai pada sepeda, ia modifikasi dengan menghubungkan gigi rantai dan gigi poros yang dibagian ujung atas telah diberi tabung. Pedal pada sepeda, dihubungkan dengan tongkat kayu sebagai pengganti kaki untuk mengayuh. Jika tongkat kayu digerakan dengan cara turun-naik, maka sepeda juga akan terkayuh. Asal sepeda diposisikan tegak lurus dengan menggunakan sandaran agar roda belakang sepeda bergantung. Karena roda belakang akan ikut berputar. Rantainya pun akan ikut berputar. Kemudian menggerakan gigi poros dengan cara memutar searah jarum jam. Akhirnya tabung yang berada di ujung atas poros, juga akan ikut berputar. Dan di sisi-sisi tabung diberi beberapa sumbu api sebagai pemanas.

“Pertama-tama nyalakan sumbu api yang ada disisi tabung, api menggunakan bahan bakar spirtus. Jika panasnya dirasa sudah cukup, kemudian gula dimasukan ke dalam tabung. Lalu tongkat kayu digerakan turun naik kemudian keluar serat halus seperti sarang laba-laba,” kata pria yang akrab disapa Karim saat ditemui Kabari di Taman Budaya Jawa Timur, Minggu (09/04).

Setiap harinya, Karim berkeliling mencari tempat keramaian untuk menjual dagangannya. Untuk menarik minat pembeli, Karim menggunakan dua variasi warna Rambut Nenek. Warna putih dan merah muda. Dalam sehari, Karim menghabiskan minimal 1 kg gula putih untuk membuat Rambut Nenek. Harga Rambut Nenek per satu plastik Rp 5 ribu. Tak hanya berkeliling kota Surabaya, Karim juga sering diundang untuk mengisi booth dalam beragam event di kota Surabaya.

“Penghasilan bersih dalam sehari minimal Rp 100 ribu. Kalau ada acara, penghasilan bersih saya bisa lebih,” kata Karim.

Diceritakan Karim sebelum berdagang Rambut Nenek, ia berjualan aneka mainan anak-anak. Namun penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga. Kini setelah 10 tahun berjualan Rambut Nenek, ia bisa menyekolahkan ketiga anaknya.  “Saya bersyukur bisa menyekolahkan ke tiga anak saya dan bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga dari berdagang Rambut Nenek,” pungkasnya. (Kabari : 1003/foto& video: 1003)