KabariNews –  Paham radikalisme kini semakin subur berkembang, bahkan mengarah pada aksi terorisme. Ketidakadilan dan faktor ekonomi menjadi alasan kuat untuk tumbuh suburnya paham ini. Ketidak puasan dan rasa putus asa menjadi faktor penunjangnya. Perlu pengisian kekosongan yang dialami para penganut paham ini. Sehingga mereka tidak akan lari dan masuk dalam paham radikalisme.

Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidaklah cukup utnuk mencegah berkembangnya paham terorisme. Perlu dorongan kuat agar radikalisme masuk dalam amandemen revisi Undang-Undang  (UU) tersebut. Menjadi dasar yang kuat jika terorisme juga berawal dari paham radikalisme.

Harus ada penegakan hukum yang lebih tegas dan tepat untuk melawan radikalisme. Hukuman tidak hanya bersifat linier yang hanya beberapa tahun masuk penjara, namun hukumannya lebih berat agar bisa memberi efek jera kepada yang lainnya. Sisi lain, pemerintah harus memperhatikan cara untuk pencegahan agar mereka tidak kembali lagi ke paham radikalisme, misal membuka lapangan bekerjaan bagi mereka. Hal itu juga akan mencegah berkembangnya aksi terorisme.

Selain itu, pemerintah butuh strategi untuk menangkal radikalisme dan terorisme. Strategi ini tidak hanya melibatkan intitusi domestik, namun juga global. Artinya, bersama-sama dalam menangani radikalisme dan terorisme. Karena radikalisme dan terorisme sudah menjadi isu internasional.

Itulah pernyataan-pernyataan sikap dari para penalis dan peserta dalam pertemuan tahunan ASIA Islamic Universities Association (AIUA) yang ke-5. Pertemuan bertempat di Gedung Rektorat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, yang berlasung pada tanggal 12 hingga 14 Juli 2017.

Pertemuan yang dihadiri oleh 74 delagasi dari Universitas Islam Se-Asia ini, membahas upaya perlawanan terhadap radikalisme dan terorisme yang saat ini menjadi isu internasional, selain membahas interen dalam tubuh AIUA sendiri.

Seperti pernyataan sikap yang lainnya pada pertemuan AIUA,  Y. Bhg. Tan Sri Dato’ Prof. Nordin Kardi, Jawatan Naib Conselor Universitas Utara Malaysia mempunyai pendapat, permasalahan radikalisme dan teroris berhulu pada faktor pendidikan dan ekonomi. Ke dua faktor itu menjadi penyebab utama adanya paham redikalisme dan terorisme.

“Saya masih kuat berpendapat, untuk orang Islam dua perkare ini yaitu pendidikan dan ekonomi jika dikusai, Insya Alloh kite tidak berminat kepade keganasan”, tegas Nordin dengan menggunakan dialek Melayunya.

Kemudian pria asal negara Malaysia ini mengambil contoh, dirinya teringat akan sebuah kelompok zionis yang paling pintar pada tahun 1892. Saat itu, mereka tidak mempunyai negara, seperti dalam Surat Al-Baqoroh yang menceritakan bahwa orang Yahudi tidak mempunyai negara setelah mereka diusir dari negaranya oleh kaum Kristen karena mereka dianggap sebagai pembunuh Yesus. Mereka dianggap sebagai orang yang paling terhina dan tidak mempunyai hak dalam negara mereka sendiri.

Tetapi pada tahun 1892, mereka bersatu. Mereka tidak melawan kaum Kristen dengan senjata, meraka mempunyai banyak uang. Dengan uang dan dengan taktik membantu kaum Kristen untuk menang di segala medan peperangan. Terutama dalam perang dunia pertama dan kedua. Hingga akhirnya mereka diberikan negara di bumi Palestina (sekarang negara Israel-red) karena jasa-jasa mereka.

Lebih lanjut Nordin mengatakan, ada tiga perkara yang mereka kuasai, padahal mereka tidak punya negara dan pemerintahan. Tiga perkara yang mereka kuasai di dunia, yang pertama adalah sistim keuangan. Dimana, mereka mempunyai sistim perbankan. Yang kedua, mereka mengusai media yang bertujuan untuk memanipulasi otak manusia. Kemudian yang terakhir adalah mengusai bidang makanan. Sistim pertanian mereka kembangkan dengan cara membuat riset dan institute untuk mengolah dan mengembangkan menjadi komiditi makanan. Mereka juga memproduksi bibit pertanian unggulan, seperti bibit padi hybrida. Mereka pintar dalam strategi agar orang lain memiliki ketergantungan pada bibit hybrida dalam bercocok tanam padi.

“bibit padi hybrida memerlukan pupuk. Mereka juga memproduksi pupuk. Segala-galanya dikusai mereka melalui sistim pertanian modern”, ungkap Nordin.

Sekretaris Jenderal AIUA ini kemudian menjelaskan pendapat pribadinya, dalam pemikiran dirinya orang Islam juga bisa berbuat seperti itu. Kita harus bisa mengeksport pendidikan, sehingga orang akan berhutang pada kita.

Begitu juga dalam bidang ekonomi. Sebagai contoh, kata Nordin. Singapura adalah negara kecil, namun memiliki kekuatan ekonomi yang luar biasa, bahkan Singapura yang notabenenya negara kecil dapat mengalahkan negara besar.

“Karena pendidikan dan ekonomi yang kuat, orang akan bergantung pada kita”, kata Nordin.

Ditanya soal keterkaitan antara pendidikan dan ekonomi dengan paham radikalisme dan terorisme, Nordin menjelaskan, Jika ekonomi itu kuat, sekurang-kurangnya tidak ada orang kelaparan. Jika orang lapar pasti mempunyai pikiran yang dangkal. Tapi jika orang itu sudah tidak lapar lagi otaknya akan mempunyai pikiran yang jernih.

Jika sebaliknya, lanjut Nordin. Orang lapar secara spikologis akan terjerumus dalam keputusasaan. Mati pun tak jadi masalah.  sehingga orang akan gampang masuk dalam radikal membunuh.

Kemudian mengenai pendidikan, orang yang berpendidikan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Kalau orang berpendidikan dihadapakan pada suatu pilihan, mau membunuh atau mau menolong orang? orang berpendidikan tentunya akan memilih menolong orang.

“Kalau orang berpendidikan berpikir menolong orang lain akan lebih baik untuk jangka panjang. Tapi orang akan membunuh, sekali membunuh selesai”, imbuh Nordin.

Orang nomor satu di Universitas Utara Malaysia ini secara mendalam menjelaskan, Kalau kita kebaikan untuk orang lain itu akan berkepanjangan. Orang yang di beri kebaikan akan menularkan kebaikan pula pada orang lain Dan itu akan terus berkelanjutan.

“Oleh karena itu saya menekankan ekonomi dan pendidikan. Tidak ada jalan lain dan kita tidak boleh putus asa”, kata Nordin.

Namun Nordin mengakui, kadang-kadang orang tidak sabar sudah dapat pendidikan  tidak menenumui apa yang diinginkannya dan kita tidak boleh putus asa.

Masyrakat Islam tidak boleh putus asa. Kita sudah diberi otak dan di beri kepintaran untuk kembangkan ekonomi. Akhirnya orang tidak lagi berminat untuk membunuh orang.

Pengembangan ekonomi harus memiliki strategi, seperti Indonesia dan Malaysia jika secara ekonomi bersaing dengan negara Amerika Serikat dan Cina tak mungkin bisa. Tapi jika itu dilakukan bersama-sama itu bisa terjadi. Tidak berjalan sendiri-sendiri.

“Kita harus bersama-sama”, tegas Nordin kembali.

Itulah yang juga harus dilakukan dalam melawan radilakisme.

Disisi lain para pelaku radikalisme dan terorisme ada yang berpendidikan tinggi, namun tetap berpegang teguh pada paham redikalisme. Persoalannya adalah ideologi. Seperti halnya para pelaku Amalia (pelaku bom bunuh diri-red) yang percaya dengan melakukan bom bunuh diri dijamin akan masuk sorga.

Kembali dengan keras dan gambalang, Nordin menentang hal itu. Hanya orang yang tidak berpikiran sehat yang melakukan demikian. Tapi orang yang normal tidak perlu berpikiran begitu. Orang yang rasional akan berpikir kehidupan tidak begitu saja, ada banyak jalan untuk masuk ke sorga.

“Orang yang masuk sorga, bukan orang yang banyak membunuh. Tapi orang yang banyak memberikan faedah dan manfaat pada orang lain. Nabi diturunkan ke bumi untuk apa,  untuk menyebarkan kebaikan”, jelas Lelaki yang pernah mendapat gelar anugerah Tan Sri pada tahun 2007 lalu.

Orang masuk sorga pun tidak sendiri-sendiri dan tidak sendirian dan Alloh yang menentukan orang yang masuk sorga. Yang terpenting bagai mana caranya kita bisa membedakan golongan ideologi seperti itu dengan golongan orang yang normal.

Nordin dengan bebeberapa penalis juga tidak menyangkal bahwa pengaruh paham radikalisme sudah merebah ke dalam kampus-kampus perguruan tinggi dan diakuinya memang sulit untuk mencegahnya. Untuk itu peran anggota AIUA sangat penting untuk mecegah masuknya paham radikalisme ke dalam kampus.

Ia menjelaskan konsep yang diterapkan dalam kampusnyauntuk mencegah paham radikalisme masuk dikalanga mahasiswanya. Dulu orang muda datang kepada kita sebagai orang tua. Jaman itu sudah berlalu. Tetapi saya sebagai seorang rektor dikampus saya harus tahu persoalan anakmuda. Jika saya hanya berdiam diri di dalam ruangan, saya tidak paham persoalan anak muda. Saya harus turun ke dalam aktivitas anak muda. Teman-teman dosen pun dikampus saya juga seperti itu.

“Jadi orang dewasa akan memahami akan aspirasi-aspirasi. Kita peduli dan tulus menjawab  dan berinteraksi terus-menerus. Tidak hanya ada aksi demontrasi, itu sudah terlambat”, pungkas Nordin.

Inetraksi dibutuhkan sebagai jalan komunikasi antara yang muda dengan yang tua. Pemerintah juga harus demikian. Jadi kebersamaan akan selalu ada. (Kabari 1003/foto dan video 1003)