Siang itu, Dessy Suprihartini ditemani temannya baru saja meninjau sebuah desa yang bernama Pasir Madang, Parung Panjang, Kabupaten Bogor. Raut wajahnya tak mensiratkan wajah yang lelah. Walau dirinya mengaku sedikit pusing mengingat cuaca saat itu sedang terik-teriknya.  “Ya lumayan jauh letak desa itu” kata Uun sapaan akrabnya. Berada di lokasi yang sangat tidak strategis. Untuk mencapainya dibutuhkan tenaga esktra, pasalnya jalur menuju desa tidak semulus jalan tol. Jalur berbatu beberapa  kilometer di depan harus dilalui. Jauhnya desa, tentu tak menyurutkan sedikit pun langkah Uun menapakinya. Setiap minggu dia berkunjung. “Masih mending sekarang jalurnya, dulu jalurnya cuma tanah saja bisa dibayangkan kalau hujan seperti apa“ kata dia.

Ironis, Uun berkata, desa yang menjadi binaannya ini baru saja dialiri listrik. “Ibaratnya desa ini baru merdeka  tahun kemarin” selorohnya. Dua tahun yang lalu, saat Uun blusukan, dia ‘menemukan’ desa ini dalam keadaan yang kalau malam sangat gelap gulita. Hatinya pun miris, desa yang letaknya yang tak begitu jauh dari rumahnya yang berada di Perumnas II Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat berada dalam kondisi yang ‘kurang’. “Listrik aja belum masuk, rumah penduduknya masih memakai bilik bukan tembok, MCK nya saja tidak ada yang seperti MCK yang biasa kita pakai” tutur Uun. Belum lagi dengan masalah kesehatan yang didera oleh desa tersebut yang menurutnya ada beberapa anak yang mengalami gizi buruk.

Lantas hati Uun tergerak dan berusaha membantu. Keluar masuk desa seorang diri atau beserta relawan yang tergabung dalam Relawan Sosial Bogor Barat. Secara perlahan desa itu pun berubah menjadi lebih ‘beradab’ dengan listrik yang diusahakan oleh Uun. Rumah-rumah pun mulai dibenahi berikut dengan fasilitasnya seperti MCK. Tak ketinggalan, musholla kecil berbilik bambu yang ada di desa tersebut tak luput dari perhatiannya. Dengan dana seadanya, mushola itu  kini mulai berbenah tidak lagi berdinding bilik bambu.

Peduli Rakyat Kurang Mampu

Uun Maskun kepada  kabarinews.com beberapa waktu yang lalu dirumahnya merasa hatinya tergerak karena pernah merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang dibantunya. “Latar belakangnya saya SMA biasa, saya pernah seperti mereka yang hidup dalam berkesusahan. Ditinggal wafat oleh bapak saya dari TK, ibu hanya pegawai negeri sipil dengan tiga anak yang diasuhnya” tutur wanita yang pernah mendapatkan Tupperware She CAN! Awards 2009 ini. Tahun 1988, dia pun mulai aktif sebagai relawan sosial dengan menjadi relawan di yayasan TBC Indonesia. Saat itu Uun menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) untuk orang-orang miskin. Kerjaannya datang dari satu pintu ke pintu rumah yang didiami oleh masyarakat kurang mampu. Dari banyak mengamati, dirinya pun semakin  merasakan penderitaan mereka

Pada tahun 2000, Uun memutuskan untuk berhenti bekerja,  karena pikirnya dia ingin menyelami lebih dalam tidak hanya penyakit TBC. Dan akhirnya membuat komunitas yang bernama Relawan Peduli Bogor Barat yang anggotanya terdiri dari  mantan-mantan pasien yang pernah ditanganinya, seperti orang tua yang anaknya dulu terkena gizi buruk dan yang lainnya. “Jadi teman-teman saya di relawan itu adalah mantan pasien yang hidupnya untuk membantu kegiatan kemanusiaan, tanpa pamrih dan gaji” tuturnya.

Lingkup kerja relawan ini meliputi wilayah Parung Panjang sampai Dermaga. Seberapa parah kondisinya? Uun menjawab banyak warga menderita penyakit kronis dan anak-anak yang kekurangan gizi. Penyakit yang diderita mereka, menurutnya, disebabkan oleh kondisi sanitasi yang buruk. Dari tidak memiliki sumur, sehingga warga  di sana memanfaatkan air sungai yang kotor untuk mandi dan cuci. Selain itu warga juga memiliki kebiasaan buang hajat besar di kebun dekat rumah, kebiasaan tak sehat yang menyebabkan penyakit TBC, kaki gajah, dan paru-paru.

Kondisi seperti yang ada di wilayah Tenjo tergolong inpres desa tertinggal. Banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, sarana air bersih juga tidak ada. Belum lagi banyak mereka yang putus sekolah. “Pemerintah seakan-akan tidak pernah masuk blusukan ke daerah tersebut” bilang Uun. Baginya program pengentasan rakyat miskin yang sering digemborkan seperti kata-kata yang diteriakkan oleh pahlawan kesiangan. Toh, nyatanya apa yang dilihatnya selama blusukan jauh dari harapan. “Karena rakyat miskin yang saya lihat belum merasakan program dari pemerintah” kata dia.

Oleh karena itu  jemput bola merupakan cara yang efektif. Tiap hari dia masuk kampung ke kampung. Menurutnya, rakyat miskin itu butuh sentuhan kasih sayang. Caranya adalah dengan mendatangai mereka satu persatu, sebab dengan cara itu dirinya dapat mengetahui permasalahan yang ada. Namun bukan berarti blusukan-nya tidak terkendala. Uun bilang ada saja yang merasa takut karena dianggapnya membawa misi dan visi aliran sesat. Hanya saja, pendekatan humanis Uun melunturkan anggapan seperti itu. “Pakaian yang saya pakai sama dengan mereka, tidak berjarak dan saya tidak pernah pilh-pilih” kata Uun. Alhasil, mereka pun percaya kepadanya.

Selain anggapan miring,  masyarakat yang sering ditemui Uun masih percaya adanya kepercayaan mistis di kalangan masyarakat, apalagi jika berhubungan dengan sakit. Seperti misalnya ada anak sakit panas bilangnya kesambet,  ada juga  ibu hamil delapan bulan mengalami pendarahan tidak mau di USG karena dibilangnya karena kesambet kuntilanak. Baginya tidak ada kata kesambet, itu hanya persoalan medis. Uun coba menghilangkan secara perlahan mitos-mitos tersebut. Pendekatan kekeluargaan pun dia pilih untuk mereduksir anggapan seperti itu.

Orang miskin baginya harus dibuat pintar misalnya juga bagaimana cara mengakses Jamkesmas dan yang lainnya. Karena baginya, pengetahuan itu penting jika satu warga pintar, yang pintar itu dapat membantu warga kampung lainnya. Uun punya prinsip kebahagiaan itu tidak dimiliki oleh dirinya saja. Sebab, kebahagian warga miskin yang ditolongnya adalah kebahagiaan dirinya juga yang tak ternilai oleh materi. “biar bagaimana pun  saya anggap mereka saudara saya juga bahkan ada yang pernah bilang saya ini seperti Malaikat keluarga” bilang wanita kelahiran Yogyakarta, 6 Desember 1966 ini.

Maju Terus Pantang Mundur

1472914_4860278044666_432082307_nDalam rentang tahun 2000 sampai 2014, kegiatan sosial yang Uun lakukan meliputi pembinaan balita anak gizi buruk, penyuluhan kesehatan untuk lanjut usia, bakti sosial,  penyuluhan cacingan untuk anak SD, membantu advokasi dan evakuasi rakyat miskin.  Tentu dalam melayani rakyat miskin ada saja masalah yang dihadapinya oleh Uun,  mulai dari yang kontra terhadap apa yang dilakukannya seperti tanggapan kurang mengenakkan dari puskesmas, aparat pemerintah. Hal itu sangat terasa olehnya manakala di tahun 2000, Uun masuk ke wilayah Parung Panjang dan mulai beraktivitas sosial. “Semuanya langsung gerah, kalau dingat-ingat perjuangan awalnya bisa dibilang seperti itu” kata Uun. Dia pun pernah mengalami patah tulang karena ada orang yang menabraknya, ada pula nada ancaman yang ingin menculik anaknya dan lain-lainnya.

Hanya saja kendala itu dihadapi dengan hati yang tabah dan tanpa ada rasa takut sedikit pun. Uun mengatakan empat tahun yang lalu punya program perbaikan gizi di parung panjang. Nah, selama satu tahun ada balita yang menderita dan diurusnya sehingga sehat. Namun sayangnya ada yang tidak suka dengan aktivitasnya. Uun pun harus berurusan dengan pihak berwajib.  Mulai  tahun 2013 perlahan yang kontra dengannya mulai melunak. Sebab, Uun mengatakan apa yang dilakukannya hanya  untuk menolong rakyat miskin sekaligus meringankan beban pemerintah.  “Mereka pun mengakui juga hasil kerja saya yang nyata wujudnya, bukan sekedar omongan saja yang tidak ada buktinya” tuturnya.

Akan halnya, kepeduliannya terhadap yang kurang mampu didukung oleh keluarganya. “Cinta saya kepada dunia sosial ini membuat saya berkata kepada calon suami yang saat itu melamar. Saya mau menikah, tetapi ada syaratnya izinkan saya untuk terus melakukan kegiatan sosialnya karena saya tidak mau terhalangi manakala saya berumah tangga” kata Uun. Dan suami yang bekerja sebagai engineering pesawat ini  menerimanya sampai sekarang. Anak-anaknya pun tak jarang Uun bawa waktu blusukan ke kampung-kampung. “Tujuannya supaya mereka tahu ada yang lebih susah hidupnya di sekeliling kita” katanya.

Nah, ada satu hal yang dia inginkan saat ini yaitu memiliki mobil ambulans sendiri untuk membantu membawa warga yang sakit atau mengangkut jenazah.  Mobil L 300 bertuliskan Relawan Sosial Bogor Barat yang persis diparkir di depan rumahnya kini  teronggok tak berdaya seperti besi tua. Padahal mobil itu, kata Uun, sedianya untuk membawa pasien yang setengah koma tanpa dipungut biaya sekalipun. Tetapi karena kondisi jalanan Parung Panjang sangat parah dan berlubang, mobilnya menjadi rusak dan harus diperbaiki. “Selama ini, orang kan sering menyewa ambulans di rumah sakit. Yah, harganyanya lumayan mahal bagi warga yang tidak mampu.  jika ada yang ingin membantu menyumbang sesuatu bisa add saja facebook saya di www.facebook.com/dessy.suprihatini” pungkasnya. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?66884

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

asuransi-Kesehatan