gedung DPRHasil riset terkini dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) mengungkap bahwa untuk dapat menduduki kursi legislatif, seorang caleg DPR RI harus mengeluarkan dana investasi kampanye sebesar 1,1 miliar rupiah. Angka ini naik empat kali lipat dari pemilu terakhir tahun 2009 yang hanya berkisar 250 juta per caleg, demikian paparan Teguh Dartanto, dari Policy Research Network (PRN).

Dalam releasenya (19/3), Teguh Dartanto, Associate Researcher LPEM UI mengatakan  perkiraan total dana yang akan bergulir pada pemilu 2014 diprediksi sebesar 115 trilyun rupiah atau naik tiga kali lipat dari pemilu terakhir. Dengan perputaran uang yang begitu besar, dampak ekonomi juga dirasakan oleh sejumlah sektor. Tiga sektor yang mendapatkan aliran dana terbesar yaitu industri Kertas dan Karton (18 persen), transportasi dan komunikasi (17persen), dan industri teksil, pakaian, dan kulit (12 persen). “Perputaran dana yang begitu besar menjelang pemilu itu tidak bisa dihindari. Pemilu 2014 merupakan sebuah peristiwa politik yang mampu memberikan stimulus perekonomian dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia,” tambah Teguh.

Dana kampanye yang demikian besar juga merupakan akibat dari tidak terpeliharanya relasi antara tiga pihak: anggota DPR, partai politik, dan para konstituennya. Survei dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menguak fakta bahwa delapan puluh persen responden tidak mengenal anggota legislatif dari daerah pemilihannya. Konstituen juga berpersepsi negatif terhadap wakilnya di DPR serta partai politik dan politisi didaulat menjadi lembaga dengan tingkat kepercayaan dukungan (trust) paling rendah di kalangan masyarakat.

“Biaya komunikasi antara anggota DPR per partai dengan konstituen mahal dan biasanya bersifat transaksional. Mereka (konstituen) bersedia bertemu anggota DPR jika ada imbalan, bukan karena saling membutuhkan,” ungkap Philips Vermonte, Kepala Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS. Kendala geografis juga disinyalir menjadi salah satu penyebab lebih dari tiga perempat warga (75,8persen) tidak pernah dikunjungi oleh wakil rakyatnya.

Pada tingkat lokal, anggota DPD kerap membonceng sentimen simbolisme-budaya seperti faktor kesukuan-etnis, keagamaan, dan kesamaan identitas kultural lainnya dalam mempengaruhi pemilih di tingkat akar rumput. Meski efektif untuk mendulang suara, proses ini tidak berpengaruh dalam perjuangan perubahan kebijakan demi kepentingan daerah di tingkat pusat.

“Dalam proses merumuskan dan memperjuangkan isu-isu daerah secara lebih vokal di tingkat pusat, anggota DPD RI perlu membangun aliansi strategis; berjejaring dengan forum warga, organisasi masyarakat sipil, organisasi politik, akademisi, jurnalis, politisi dan individu lain yang pro-perubahan,” kata Abdul Rozaki, Peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE). “Hanya dengan membangun representasi substantif semacam ini peran dan fungsi DPD RI makin terlihat dan bermakna sebagai agen representasi daerah di tingkat pusat,” tambah Abdul. (1009)

Untuk share artikel ini klik www.kabariNews.com/?62498

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

greatpremium

 

 

 

 

Kabaristore150x100-3