Rombongan Organ Tunggal “Campur Sari” baru saja tiba di lokasi khitanan di sebuah kompleks perumahan daerah Kalibata, Jakarta Selatan. Pagi itu cuaca sedikit mendung. Mereka bergegas menurunkan alat-alat musik berikut perangkat suara (sound system) dari mobil pick up dan memindahkannya ke atas panggung yang sudah disediakan oleh si empunya hajat.

Empat buah pengeras suara berukuran besar, sebuah electone, gulungan kabel, sebuah gitar elektrik, empat buah mikrofon lengkap dengan monopodnya, dan sejumlah alat lain diturunkan beramai-ramai.

Dalam waktu setengah jam, semua peralatan sudah terpasang. Mereka lalu melakukan cek suara. Electone ditekan-tekan tutsnya, kadang dengan mode bass, lalu mode melodi atau mode pop. Gitar elektrik juga ‘diutak-atik’ agar suaranya ‘nyambung’ dengan electone.

Sekitar empat puluh lima menit kemudian, semuanya sudah siap. Seorang MC (pembawa acara) lalu membuka acara dengan ucapan singkat kepada yang punya hajat dan para undangan. Sejurus kemudian hajatan musik organ tunggal pun dimulai.

Organ tunggal identik dengan hajatan kampung. Tidak seperti konser musik dalam gedung, hajatan Organ Tunggal dengan segala kekhasannya tampil tanpa sekat. Menembus  batas-batas formal antara si penghibur dan yang dihibur.

Jangan harap ada akustik yang jernih atau bersihnya vibrasi suara. Nyaris semua suara yang keluar dari perangkat suara organ tunggal lebih sering memekakkan telinga, ketimbang memanjakan telinga. Biarpun misalnya suara si penyanyi sebenarnya bagus.

Organ Tunggal sejak sepuluh tahun telah menjadi mode. Ikonik (pencitraan-red) yang justru terkesan kampungan dan tidak bermutu, malah menguatkan identitasnya sebagai hiburan pelepas penat kaum jelata.

Orang kampung jelas tak mungkin membeli tiket pertunjukan konser musik, apalagi dengan cara ‘online’ seperti dalam situs-situs musik di ‘website’. Selain jenis musiknya tak satu selera—biasanya musik jazz, pop, atau rock—yang mereka tahu juga cuma datang, berjoget dan nyawer. Habis perkara.

Murni Kreativitas

Sari Wulandari (32) pemilik organ tunggal “Campur Sari” tak tahu persis bagaimana gejala organ tunggal ini bermula. Dia mengaku memulai bisnis organ tunggal sejak tiga tahun terakhir.

Namun menurut Sari, pertunjukan Organ Tunggal adalah murni bentuk kreativitas orang Indonesia, terutama dalam hal  pengorganisasian pertunjukan. “Kalau dari segi pertunjukan, mungkin di negara lain banyak yang melakukan (penyanyi diiringi organ tunggal-red), namun dari segi pengorganisasian, barangkali cuma ada di Indonesia,” kata Sari.

Ucapan Sari merujuk pada kenyataan, bahwa Organ Tunggal telah menjadi lahan bisnis yang menggiurkan. Banyak kelompok-kelompok organ tunggal tumbuh. Mereka mengorganisasi diri dengan tujuan tak lain dan tak bukan, mengais rezeki.

Sari sendiri ketika memulai bisnis ini hanya bermodalkan sebuah electone, “Ketika itu alat-alat lain masih sewa dari studio,” ujar Sari seraya mengatakan sekarang sudah punya peralatan komplit, kecuali mobil buat angkut barang. “Khusus mobil kami masih menyewa dari teman,” kata Sari.

Dengan berorganisasi, Organ Tunggal memang memiliki kesempatan lebih terbuka untuk diterima pasar. Hal-hal seperti pembagian tugas, fungsi, serta honor menjadi lebih terkoordinasi.

Uniknya, meski mengorganisasi diri, kelompok-kelompok Organ Tunggal bukanlah sebuah badan usaha yang berbentuk PT atau persero. Namun kelompok yang lebih menonjolkan sifat kekeluargaan. “Di kalangan pengelola Organ Tunggal biasanya sudah saling kenal dan seperti keluarga, jadi kami sering meminjam penyanyi dari kelompok Organ Tunggal yang lain,” kata Sari.

Untuk satu kali manggung yang lamanya sekitar enam jam, kelompok Organ Tunggal “Campur Sari” mematok harga minimal dua juta rupiah. Dalam seminggu, sedikitnya kelompok ini bisa manggung dua kali.

Dari Michael Jackson Hingga A Rafiq

Meski identik dengan musik ala kampung, jangan sekali-kali meremehkan pemain Organ Tunggal. Baik penyanyi atau pun pemain electonenya, semua memiliki wawasan musik yang luas.

Nardji, pemain electone “Campur Sari” mengaku, bahwa dia juga berprofesi menjadi pemain keyboard sebuah grup musik rock. “Kami wajib mengikuti perkembangan dan sebisa mungkin hapal semua lagu yang sedang ngetop, mulai lagi pop, rock, dangdut, keroncong hingga campur sari,” kata Nardji.

Sebagai bukti, Nardji menyodorkan tiga buah buku tebal yang berisi ratusan teks lagu. Teks-teks tersebut hanya berupa syair lagu tanpa notasi. “Ini kan cuma hapalan saja buat penyanyi,” kata Nardji.

Jangan salah, dalam buku-buku tersebut ada juga lagu-lagu ‘berat’ seperti Imagine-nya John Lennon, Heal The World-nya Michael Jackson, sampai I believe I Can Fly-nya R Kelly. Jadi bukan melulu lagunya Bang Haji Oma Irama atau A Rafiq

Demikianlah, Organ Tunggal telah menjadi semacam gaya baru dalam sebuah hajatan musik. Dia meramaikan dan menghibur. Dia merakyat dan menembus sekat. (yayat)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?35106

Untuk

melihat Berita Indonesia / Musik lainnya,
Klik

di sini

Klik di sini
untuk

Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di
bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported

by :