Nurohim tak pernah menyangka niatnya mengubah nasib dengan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri malah berbuah petaka. Pria asal Desa Pakunden, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, itu menjadi korban kecelakaan kerja di Malaysia. Tangan kanan pria 26 tahun itu putus dan uang pesangon yang didapatkan habis karena usahanya bangkrut.

Kisah sedih itu bermula saat dia bekerja di perusahaan kayu lapis, Manuplywood Industry Sdn Bhd, di Serawak, Malaysia. Pagi itu, 30 Juni 2008, sekitar pukul 07.30 waktu setempat, dia mulai bekerja di bagian servis mesin, memperbaiki mesin pemisah debu yang rusak akibat terbakar. Tak disangka, ada seorang pekerja lain yang menghidupkan mesin tersebut. Nurohim tidak sempat lagi menarik tangannya. ’’Tangan kanan saya masuk ke mesin tersebut hingga putus seketika di atas siku,’’ jelasnya.

Upaya pengobatan dilakukan perusahaan. Dia ditangani rumah sakit selama tiga hari, kemudian istirahat total di klinik perusahaan selama 75 hari. Namun, tangan kanannya yang hancur tidak bisa disambung lagi, sehingga dia hanya memiliki tangan kanan sepanjang sekitar 15 cm.

Saat itu dia baru teringat untuk mempertanyakan asuransi kerja kepada perusahaan yang mengirimnya ke negeri tersebut. Betapa terkejutnya dia ketika mengetahui perusahaan yang memberangkatkannya pada Januari 2007 itu sudah tidak ada lagi. Penyebabnya, perusahaan itu sudah bangkrut. Dia pun tidak menemukan surat asuransi dalam dokumen surat-suratnya.

Sedikit beruntung, perusahaan tempatnya bekerja masih mau mempekerjakan dia. Namun, dia harus pindah menjadi kasir di bagian penjualan hingga masa kontraknya selesai. Perusahaan juga membuatkan tangan palsu yang hanya untuk estetika. ’’Tapi, setelah kontrak habis, saya memilih pulang Desember 2008,’’ kata Nurohim.

Anak pasangan Suwarno, 46 dan Tuminem, 43, tersebut mendapatkan santunan dari kesultanan di wilayah itu sebesar 20.000 ringgit atau sekitar Rp 60 juta ketika itu. Uang tersebut serta gajinya selama bekerja, dijadikan modal berbagai usaha setelah tiba di kampung halamannya. Dia membeli tiga ekor sapi seharga sekitar Rp 15 juta. Kemudian, meski belum pernah mengenal, dia mencoba menanam saham di perusahaan saudaranya Rp 10 juta, yang memberinya bunga Rp 600.000 per bulan.

Selain itu, dia mengikuti sebuah multilevel marketing (MLM). Waktu berjalan, sapinya tidak tumbuh sehat. Adapun MLM hanya menyedot uangnya hingga Rp 30 juta. Dia pun menghentikannya. ’’Sejak saat itu, saya mencoba semua jenis ternak, mulai kambing, ikan lele, mujahir, hingga koki. Tapi, tidak pernah ada yang berhasil. Semua habis dan modal tidak kembali,’’ jelasnya. Penyebabnya, ikan sakit, mati, hingga tidak laku. Yang terakhir, akibat hujan abu erupsi Merapi 2010, 16 induk ikan mas koki yang dipelihara Nurohim mati. Induk ikan tersebut seharga Rp 2,5 juta per ekor. Saat ini hasil yang masih lancar adalah bunga dari sahamnya.

Kini anak sulung empat bersaudara itu pun menganggur, sementara uang di tabungannya hanya tersisa Rp 1,5 juta. Namun, dia mengatakan masih bersemangat kerja. ’’Saya ingin membuka usaha lagi, yang sekiranya bisa saya kerjakan dengan keterbatasan yang sama miliki,’’ terangnya

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36930

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :