Buyung, Pelukis TrukUmurnya tak lagi muda tahun ini akan menginjak usia 68, namun hasrat melukisnya masih menggebu bak pelukis muda. Menjalani profesi ini selama puluhan tahun sebagai pelukis truk di kawasan Pasar Induk Cipinang. Inilah Buyung, pria sederhana yang kerap menggunakan sepedanya menjemput rezeki.

Pagi itu, Buyung dengan sepedanya nampak dari kejauhan. “Nah, itu dia Antasari datang” celoteh temannya sambil tertawa. “Ya Antasari karena wajahnya mirip dengan Antasari Azhar (Mantan Ketua KPK) yang dipenjara itu” selorohnya lagi.  Namanya sebenarnya bukan Buyung, temannya bercerita dia mendapatkan namanya itu karena sering bergaul dengan orang Sumatera disini, jadilah pria yang asilnya bernama Swarno ini berubah menjadi Buyung. Semua orang disini, khususnya supir truk  pasti kenal. Dan hampir semua lukisan-lukisan truk di sekitaran sini hasil lukisannya.

Kayuhan Buyung pun semakin mendekat. Tak lama terdengar suara ”Wah saya kira ketemu di toko buat ngecat” kata Buyung. “Bukan ini ada yang mau ketemu” ujar temannya. Buyung pun menyandarkan sepedanya di trotoar jalan dan menghampiri kami.  Di kursi panjang depan pintu gerbang pasar Induk Cipinang, dia pun mulai bercerita kepada Kabarinews.com.

Menjadi seorang pelukis truk, baginya itu terjadi secara sejak tahun 1970-an. Tak ada yang menyangka termasuk dirinya sendiri dan semua terjadi begitu saja seperti suratan takdir. “Ada seorang supir yang dulu meminta untuk melukis truknya, ya sudah saya mengerjakannya” kata dia.  Peralatan dan cat yang biasa, Buyung pun dapat melukis apa saja sesuai dengan kemampuannya, dari yang biasa sampai yang susah. Bakat melukisnya terbentuk bersama tahun-tahun yang dilewatinya.

Baginya dimana tempat melukis itu tak jadi masalah. Dimana ada truk parkir disanalah dia bisa melukis. “Mau diluar bisa atau di dalam parkiran pasar induk juga bisa” katanya. Tempat tidak begitu penting asalkan kondisi saat itu tidak hujan. Alam terkadang menjadi momok tersendiri baginya. Apalagi  di musim hujan seperti sekarang ini, sudah dua bulan ini,  Buyung hanya menggarap satu truk. Maklum, cat yang Buyung gunakan tidak anti hujan. Kena hujan lambat laun lukisannya akan pudar  seiring hujan yang jatuh ke tanah.

Tapi yang namanya rezeki, dia percaya tidak akan kemana, semua sudah ada rezekinya jika berusaha. “Sekarang boleh musim hujan tapi kan musim hujan ada habisnya” katanya. Upah yang biasa didapatkannya itu relatif, tak mesti setiap harinya. Bisa banyak bahkan bisa kurang seperti musim hujan sekarang ini. Umumnya, berkisar antara Rp 200 ribu untuk truk kecil, dan Rp.300 ribu untuk truk ukuran besar. Buyung tetap bersyukur, apa yang didapatkannya selama ini dapat menyekolahkan salah seorang anaknya ke perguruan tinggi “Sekarang dia malah sudah lulus dan kerja di kantor” ungkap Buyung.

Anti Kata Berbau Ajal dan Lukisan Vulgar

Dalam melukis Buyung banyak melukis gambar dan kata. Untuk model gambar dan kata, dia menyerahkan sepenuhnya kepada mereka yang mengorder. Hanya saja soal kata, itu adalah  hal yang sakral tak boleh sembarang pilih. Salah-salah nantinya bisa terjadi sesuatu bagi si supir dan truknya. Boleh percaya atau tidak, tapi pria lahir di Yogyakarta ini memilih untuk percaya terhadap kata. Jadi jika ada orderan yang datang, buyung akan mempertimbangkan tulisan itu cocok atau tidak.

Belajar dari pengalaman yang pernah dia alami. Pernah terjadi kasus, saat tulisannya yang bertema Mpu Gandring yang notabene adalah senjatanya Ken Arok yang dipakainya untuk membunuh Tunggul Ametung, membuat sang supir meletakkan kuncinya alias dipecat. Buyung berpikir mungkin tulisannya menyinggung perasaan dari si pemilik armada truk jadi supirnya pun di pecat.

Pengalaman unik lainnya pernah juga suatu ketika saat membuat tulisan truk ‘Maut di ambang senja’. Tak lama kemudian, kata-kata itu menjadi kenyataan. Di Bekasi truk mengalami kecelakaan dan sopirnya tewas. Kejadiannya terjadi menjelang senja seperti kata-kata yang ada di truk naas itu. Sejak itu jika ada order yang memintanya membuat kalimat yang menjurus ke ajal, Buyung segan untuk menerimanya

Tak hanya kalimat berbau ajal, Buyung juga anti terhadap kata-kata jorok dan gambar wanita telanjang., Nah, jika Anda sering melihat wanita setengah telanjang di sebuah bagian truk, bisa dipastikan itu bukanlah buah kreasinya,. Buyung punya alasan tersendiri mengapa dirinya tidak membuat kata atau lukisan seperti itu.

Berbicara soal wanita, Buyung teringat pada istrinya telah wafat meninggalkan dia dan ketiga anak-anaknya yang telah dewasa. Wanita, baginya, adalah sosok yang harus dihormati. Dalam sembilan bulan dia mengandung dengan susah payah, lantas mengasuh anak-anak hingga dewasa. Jadi tidak ada alasan bagi Buyung untuk melukiskan sesuatu yang bertentangan dengan pendiriannya.

Buyung lebih memilih kata-kata dan lukisan yang sopan. Seperti lukisan padi dan kampas serta gambar rambu lalu lintas. Kata-katanya pun, dia akan senang jika melukis kata di sebuah truk dengan kata “Semoga Selamat Sampai Tujuan”. “ Masak dari banyak orang yang melihat kata itu di jalanan, gak ada satu pun orang mendoakan supir truknya selamat sampai tujuan” ujarnya. Kini, di usianya yang beranjak uzur, pria berkumis ‘Antasari’ ini hanya berharap dirinya bisa terus melukis sampai yang Maha Kuasa menyuruhnya untuk pulang.

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?62087

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

lincoln