KabariNews – Gado-gado. Siapa sih yang tidak kenal makanan khas Indonesia ini ? Hampir di setiap pojok Ibu Kota, bisa dijumpai penjual gado-gado. Gado-gado yang satu ini, lain. Langganan para eksekutif.

Namanya Gado-Gado Direksi. Nama itu dipakai karena – yang menyambangi warung gado-gado tersebut adalah para karyawan Bank Indonesia Kota. Mulanya.

Isi Gado-Gado Direksi tidak beda jauh dengan kebanyakan gado-gado lain. Sayuran, labu, tahu kuning, toge, jagung muda serta taburan bawang goreng. Gado-gado ini dilengkapi dengan krupuk udang serta emping. Namun, ketika menyantap bersama bumbunya, barulah terasa bedanya. Bumbu yang terdiri dari kacang, gula merah, air asam, jeruk limo, garam dan cabe diulek sampai halus.

Bumbu yang kental ini begitu kuat terasa di lidah. Rasa harum kacang, asam dari jeruk limo, dan manis dari gula jawanya menyatu – menghasilkan sensasi rasa yang terasa pas di lidah. Beberapa saat selesai menyantapnya, rasa bumbu itu masih melekat di lidah. Gurihnya bawang goreng menambah sensasi itu. Belum lagi kalau krupuk udangnya turut dikunyah, kriuuk…

Tentu saja keistimewaan lain gado-gado tersebut karena kesegaran bahan-bahannya. Giok Lie, generasi kedua yang meneruskan usaha ini bertutur, setiap pagi sayuran dan berbagai bumbu dibeli di Pasar Jembatan Lima. Bahan-bahan yang dibeli senantiasa ditakar untuk habis hari itu juga. Sehingga dijamin, bahan-bahannya tidak ada yang “menginap”.

Gado-gado ini dapat disantap dengan pilihan nasi atau lontong. Paling pas jika ditemani dengan segelas air teh merah. Untuk merasakan seporsi Gado-Gado Direksi, harus merogoh Rp. 13.000. Jika lengkap dengan nasi dan segelas teh up menambah Rp. 3000.

Tidak dipungkiri, menyatunya rasa bumbu-bumbu tadi tidak lepas dari kepiawaian si pengulek. Sie Man Tjauw (61), perintis Gado-Gado Direksi yang telah berpengalaman sejak tahun 1967. Saat itu, dagangannya masih berupa lapak kaki lima – tepat di belakang Bank Mandiri (dahulu Bank Indonesia). Harga satu porsinya masih Rp. 25. “Hari pertama berjualan, hanya laku satu porsi,” kenang Sie Man Tjauw, yang karena kesehatannya menurun, kini adiknya, Sie Fung Tjauw (60) yang meneruskan.

Walaupun pembeli kebanyakan para eksekutif, tempat ini jauh dari mewah – layaknya restoran mahal. Lebar warung ini 1 m dan panjangnya 6 m. Itu sudah mencakup etalase tempat menyimpan bahan-bahan, satu meja kecil bertaplak yang menempel jadi satu dengan dinding bangunan sebelah, serta “dapur” mini berisi piranti masak dan mencuci.

Untuk mencapai tempat ini ada ada beberapa cara. Arah Glodok, bisa masuk dari samping Hotel Fortuna Jalan Pintu Besar. Sampai pertigaan, ambil arah kiri. Warung Gado-Gado Direksi ada di sebelah kanan, menyatu dengan dinding bangungan di belakangnya. Atau lewat Jalan Pancoran. Suasana di sana lebih menarik karena penjaja makanan berderet di sepanjang lorong. Sekitar 200 m menyusuri lorong tersebut, akan dijumpai pertigaan. Ambil ke arah kiri. Beberapa langkah dari situ, ditemukanlah warung kecil bercat biru dengan label Gado-Gado Direksi.

Hingga kini warungnya masih tetap sederhana. Belakangan Lie membuka satu warung Gado-Gado Direksi di dekat situ. Ketika banyak orang menawarkan kerjasama franchise, mereka tidak bergeming. Alasannya mereka, “Kami harus tetap menjaga kualitas. Kami takut jika orang lain yang mengulek rasanya akan beda.”

Tidak mengherankan, kualitas yang diutamakan Lie telah mendorong Gus Dur, Megawati dan para petinggi beberapa bank ternama setia menikmati Gado-Gado Direksi. (Adhi)