KabariNews – Apapun bisa dilakukan asalkan ada niat dan impian. Ya, tanpa keduanya mungkin sesuatu menjadi mustahil untuk dilakukannya.  Max Agung Pribadi seketika pernah bermimpi ingin menaklukan pengunungan Himalaya nun jauh disana.  Hingga sampai waktu menentukan bahwa Ekspedisi Trans Himalaya Kashmir 2015 bukan lagi menjadi impiannya semata.  Max berhasil berpetualang selama dua pekan dengan sepedanya melintasi jalur maut menaklukkan perjalanan dari Srinagar, negara bagian Jammu, Kashmir sampai Manali, negara bagian Himachal Pradesh, India, dan melalui Pegunungan Himalaya atau yang kerap disapa jalur Trans Himalaya-Kashmir.

Max berucap pengalaman  naik gunungnya ini sangatlah  berkesan,  dengan sepedanya dia menaklukan jalan mendaki  yang sangat ekstem tanjakannya.  Namun, pendakian ini membantunya  terlibat percakapan rohani intens dengan Yang Maha Kuasa terutama di saat-saat sulit. Lantas bagaimana kisahnya, simak  wawancara KABARI dengan Max Agung Pribadi beberapa waktu yang lalu:

Kabari:  Naik gunung dengan berjalan kaki mungkin sudah biasa, namun naik gunung dengan bersepeda ini merupakan sesuatu yang lain dari biasanya. Lantas bagaimana ceritanya Anda dapat bergowes di Pegunungan Himalaya-Kashmir beberapa waktu lalu ?

Awalnya adalah impian tentang Himalaya yang sudah ada sejak zaman saya masih kuliah di Universitas Parahyangan, Bandung. Dan sampai sekarang impian itu ternyata masih hidup dan berhubung saya   suka bersepeda,  saya pun pikir mengapa tidak  mencoba menjelajah kawasan Pegunungan Himalaya dengan sepeda yang daya jelajahnya lebih tinggi daripada harus jalan kaki.

max agung pribadiKabari:  Dan butuh berapa lama untuk melakukannya? dan juga bagaimana dengan persiapan-persiapan yang Anda lakukan sebelumnya untuk mendaki gunung tersebut?

Sekitar setahun lalu saya mulai persiapan ekspedisi Ekspedisi Trans Himalaya Kashmir 2015. Saya banyak dibantu keluarga besar mahasiswa pencinta alam Mahitala Unpar. Persiapannya sendiri  terdiri dari latihan fisik,  penyusunan rencana operasional, dan penggalangan dana. Dan tiga bulan menjelang keberangkatan persiapan lebih diintensifkan.

Sebagai anggota Mahitala Unpar, penjelajahan di Himalaya itu sudah menjadi impian saya sejak lama. Adapun jalur yang saya pilih saya dapatkan setelah mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, termasuk berkoresponden dengan sejumlah pengelana sepeda yang pernah menyusuri jalur tersebut. Ada beberapa  pilihan jalur akan tetapi akhirnya saya memilih  lewat Kashmir, India yang bagi saya  sangat eksotis dan akses keimigrasiannya lebih terbuka.

Kabari:  Tentu melakukan itu bukan merupakan hal  yang mudah dan banyak tantangannya,  mulai dari lingkungan sekitar, cuaca yang mungkin ekstrem, perbekalan atau yang lainnya. Bagaimana Anda mengatasi tantangan tersebut?

Ya, tantangan terberat yang saya alami adalah cuaca, suhu, dan ketinggan yang ekstrem. Masih jarang orang  Indonesia bersepeda ke gunung tinggi sehingga  infonya praktis sulit didapatkan dan banyak tantangan  yangg harus  dihadapi.  Semisal yang sederhana saja, suhu ekstrem dibawah titik beku membuat sulit bernafas saat mengayuh sepeda diatas 4.000 m. Nafas lewat hidung rasanya sakit sekali seperti ditusuk-tusuk, sementara lewat mulut tenggorokan perih karena kering dan teriritasi oleh udara yang saya dihirup. Saya atasi itu dengan sering makan permen lozenges yangg sekaligus bisa mencegah peradangan tenggorokan dan sangat berhasil.

Nah, kesulitan lain soal makanan saya atasi dengan membawa perbekalan yang cukup dari Indonesia yang lebih bisa diterima perut. Tantangan lain dari suhu ekstrem membuat seluruh jari kaki terserang radang beku dan bisa diatasi dengan membungkus kaki dengan kaos kaki thermal atau sepatu sepeda khusus salju. Sayangnya, ini susah sekali didapatkan dan harganya mahal. Untung ada teman yang sarankan kaki dibungkus koran dan plastik sebelum memakai sepatu

max agung pribadiKabari:  Lantas pengalaman apa yang Anda dapatkan setelah melakukan perjalanan mendaki dengan sepeda ini? 

Pengalaman paling berkesan tentu saja pendakian-pendakian di sejumlah titik tertinggi yang sangat ekstem dengan tanjakan dan ketinggiannya. Pendakian ini membantu saya terlibat percakapan rohani intens dengan Yang Maha Kuasa, terutama di saat-saat sulit. Dari semuanya itu, saya merasa lebih dikuatkan untuk menghadapi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari karena keyakinan bahwa tidak ada tanjakan yang tidak ada puncaknya.

Kabari: Dan terakhir adakah keinginan untuk melakukan hal serupa di gunung yang berbeda dikedepannya? 

Ya, masih ada puncak lain untuk didaki atau tempat-tempat  lainnya untuk dijelajahi. Nanti pada waktunya akan saya bagikan. (1009)