sasya tranggono 1KabariNews – Memang Berkreasi tidak ada batasnya. Apa saja bisa menjadi sebuah ide karya unik yang tak biasa, dan Sasya Tranggono berhasil membuktikannya dengan menuangkan ribuan batu ke dalam lukisan. Melukis dengan menggunakan batu adalah hal yang unik dan menarik bagi seorang Sasya. Bagi Sasya melukis dengan cat akrilik sudah biasa, bahkan dia sudah melakukannya selama 25 tahun.

Wanita kelahiran Jakarta 25 Desember 1963 ini mengakui, ide berkesenian batu berawal dari kritikan anak tunggalnya, Nicholas David Hilman yang mengatakan, “Karya mama membosankan. Bikin yang beda dong”. Kemudian Sasya, pangilan akrabnya mengalihkan perhatiannya pada batu-batuan sebagai bahan karya lukisannya dan hasilnya adalah art stone yang telah banyak mendapat apresiasi penikmat seni dari dalam negeri maupun mancanegara.

Saat ditemui di sela-sela pameran tunggal karyanya bertajuk “From Indonesia With Love” yang diselenggarakan di Apartemen Sumatera 36 Surabaya, Jumat (21/10), Sasya mengungkapkan, dari Nicholas-lah delapan tahun yang lalu ia mendapat inspirasi untuk mulai melukis dengan menggunakan batu.

“Sejak itu, saya menuangkan ekspresi ide-ide lewat aneka batu permata, mutiara, koral, maupun onnyx sebagai lukisan” tutur Sasya.

Dan yang tidak kalah menarik untuk disimak, wanita lulusan Syracuse University, New York, Amerika Serikat ini kebanyakan menggunakan matrial batu dari pakistan dan Afganistan untuk membuat karya lukisannya. Hewan Kupu-kupu menjadi obyek lukisan kesukaannya. Menurutnya, kupu-kupu memiliki filosofi bermakna proses metamorfosis dari kepompong menjadi hewan yang bisa terbang bebas.

“Menurut saya, kupu-kupu memiliki filosofi bermakna proses metamorfosis dari kepompong menjadi hewan yang bebas terbang. Begitu pula dengan jalan kehidupan saya. Pada satu titik mengalami metamorfosis mencari jalan kehidupan yang disinari Ilahi” terang Sasya.

Dalam membuat sebuah karya lukisannya, Sasya yang sempat mengharumkan nama Indonesia ketika menjadi duta bangsa sebagai pembicara dalam APEC 2012 di St. Petersburg, Rusia dapat menyelesaikannya dalam waktu 3 hingga 4 bulan.

“Saya orangnya cepat bosan dan kurang fokus pada satu karya. Kadang satu karya belum selesai, muncul ide untuk membuat karya yang lain. Kemudian kembali lagi meneruskan karya yang tertunda tadi” ungkap Sasya.

Dalam kesempatan itu juga, Kabari mendapat sedikit cerita pengalaman Sasya sebagai seorang pelukis. Sebagai bangsa yang memiliki kekayaan budaya, tidak mengherankan jika Indonesia juga memiliki banyak seniman yang berkelas dan karya-karya mereka telah diakui oleh dunia, salah satunya adalah Sasya Trenggono.

Bahkan pada tahun 2006, Sasya pernah diminta langsung untuk mengajar melukis oleh mantan presiden Filipina, Corazon Aquino (kala itu masih menjadi presiden) saat Sasya sedang menggelar pameran lukisannya di salah satu museum ternama di Manila dan karyanya pun mendapat respon positif dari pengunjung.

“Kala itu, Duta Besar Indonesia untuk Filipina mengapresiasinya, sebab sangat jarang seniman Indonesia mengadakan pameran di Filipina” ungkapnya.

Sebagai apresiasi kepada Sasya, Duta Besar Republik Indonesia menawarkan untuk membantu bertemu dengan presiden Corazon Aquino. Tanpa pikir panjang, Sasya menyanggupi tawaran tersebut. “Waktu itu, beliau (Dubes) tidak bisa berjanji banyak, tapi tetap akan diusahakan untuk bisa bertemu”, kata Sasya.

Setelah esok harinya atau hari kedua gelaran pamerannya, Sasya mendapat telepon dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Manila yang memberitahukan bahwa dirinya bisa bertemu dengan Corizon Aquino. Namun Corizon Aquino hanya bersedia untuk bertemu selama 30 menit. “Waktu itu, saya sangat senang”, ungkapnya.

Saat bertemu dengan Corizon Aquino, Sasya merasa nyaman dan asyik saling tukar cerita. Bahkan waktu 30 menit yang telah ditentukan dalam pertemuan itu, menjadi molor hingga 2,5 jam.

“Selain ngobrol, saya juga diminta untuk mengajari beliau melukis. Beliau suka dengan lukisan bunga Kecombrang dari Indonesia dan beliau juga berharap, kedepannya banyak seniman Indonesia untuk mengadakan pameran di Filipina.” pungkas Sasya. (Yan-Jatim)