Beauty and The Beast

Desainer: Jacqueline Durran

Di ajang Academy Awards kali ini, Jacqueline Durran kembali mendapatkan nominasi Piala Oscar untuk kategori Kostum Terbaik. Enam tahun silam, ia berhasil meraih anugerah Oscar dalam kategori yang sama untuk karyanya di film Anna Karenina (2012).

Jacqueline menyesuaikan desain kostumnya dengan latar belakang dongeng tersebut dengan mereferensi gaya busana di Perancis pada abad ke-18. Untuk memberi kesan elegan, ia memasang ribuan kristal dan dedaunan emas pada gaun kuning yang dikenakan oleh Emma Watson sebagai aktris pemeran Belle. Pembuatan mantel biru yang dikenakan oleh sang pangeran pun tidak kalah rumit. Sang desainer kelahiran London mengaku butuh waktu 5 hari untuk menghiasi mantel The Beast dengan taburan 20.000 potong kristal Swarovski.

Darkest Hour

Desainer: Jacqueline Durran

Sketsa Darkest Hour (dok. Focus Features)

Selain Beauty and The Beast, Jacqueline Durran kali ini juga mendapat nominasi Piala Oscar untuk kostum rancangannya untuk film Darkest Hour. Dalam film ini, tugas Jacqueline tiada lain adalah untuk mereinkarnasi sosok mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Winston Churchill.

Dokumentasi yang didapatkan Jacqueline menunjukkan bahwa Churchill kerap mengenakan jas hitam yang dipadukan dengan rompi hitam, celana panjang bergaris, dasi kupu, dan topi. Melalui riset lebih lanjut, ia menemukan bahwa pembuat jas, kemeja, dan topi Churchill berturut-turut adalah Henry Poole – Savile Row, Turnbull & Asser, dan Lock & Co. Desainer asal Inggris ini pun berhasil membujuk mereka untuk membuat pakaian yang dikenakan oleh aktor Gary Oldman dalam film tersebut. Ia mengaku keluarga Churchill juga mengirim foto cincin yang pernah dikenakan oleh sang PM dengan harapan ia dapat membuat sebuah replika yang akurat.

Phantom Thread

Desainer: Mark Bridges

Mark Bridges – Phantom Thread (dok. Getty Images)

Di antara keempat perancang kostum yang lolos nominasi Piala Oscar tahun ini, Mark Bridges keluar sebagai pemenang. Ini merupakan Oscar ke-2 baginya. Sebelumnya, ia mendapatkan penghargaan serupa sebagai pengakuan atas karyanya di The Artist (2011), film hitam putih karya Michel Hazanavicius.

Film Phantom Thread menandai kolaborasi ke-8 antara Mark dan sutradara Paul Thomas Anderson. Ia mengaku bahwa misinya dalam prjek ini adalah bercerita melalui kostum rancangannya. Mark pun beberapa kali bertemu dengan sang sutradara dan aktor Daniel Day-Lewis guna menentukan skema warna, tekstur pakaian, dan juga gaya House of Woodcock (rumah mode milik karakter Daniel dalam film ini). Selain pemilihan warna yang mendalam, ketiganya juga sepakat untuk menampilkan banyak renda dan beragam tekstur kain beludru dan satin. Adapun gaun-gaun utama dibuat terlebih dahulu dengan kain kasa sebelum kain asli dipotong disessuaikan dengan ukuran masing-masing aktor.

The Shape of Water

Desainer: Luis Sequeira

Salah satu kostum yang menjadi prioritas utama Luis Sequiera dalam projek ini adalah gaun malam berbulu yang dikenakan oleh Elisa, karakter yang dimainkan oleh aktris Sally Hawkins. Untuk mendapatkan persetujuan dari sutradara Guillermo del Toro, Luis dan timnya membuat gaun tersebut dalam ukuran skala 1:2. Ia mengaku produk final gaun tersebut terbuat dari kain renda dengan harga US$ 450 per meternya.

Luis banyak menggunakan warna untuk menceritakan kehidupan batin karakter masing-masing tokoh dalam film The Shape of Water. Ia membawa tokoh Elisa melewati lorong transisi warna dari hijau dan biru kekuningan menuju merah saat karakter tersebut menemukan cintanya. Warna merah tersebut ditampilkan pada sweater, jaket, sepatu, dan juga aksesoris rambut yang dikenakan oleh Elisa sejak pertemuannya dengan makhluk amfibi yang diperankan oleh Doug Jones.

Victoria & Abdul

Desainer: Consolate Boyle

Nominasi Piala Oscar kali ini merupakan yang ke-3 bagi Consolata Boyle. Sebelumnya, ia pernah mendapatkan nominasi serupa untuk kostum garapannya dalam film The Queen (2006) dan Florence Foster Jenkins (2016).

Dalam film ini, Consolata menampilkan variasi warna hitam untuk karakter Ratu Victoria dan beragam warna cerah untuk pelayan istananya (munsyi), Abdul Karim.  Sebagaimana tertuang dalam sejarah, Ratu Victoria selalu mengenakan pakaian berwarna hitam sejak sepeninggal suaminya, Pangeran Albert. Desainer asal Irlandia ini juga menggunakan transisi warna untuk melukiskan suasana kebatinan sang Ratu. Hal ini tampak pada munculnya aksen-aksen warna yang sedikit lebih terang pada gaun Ratu Vi